Sabtu, 31 Maret 2012

Curhatan seoarang wanita ketika mengetahui suaminya ingin menikah lagi


Curhatan seoarang wanita ketika mengetahui suaminya ingin menikah lagi
Terasa dunia akan runtuh ketika kau meminta izin kepadaku untuk menikah lagi. Membayangkan kau, suamiku tersayang, sedang membagi cinta, perhatian dan segala kesenangan duniawi lainnya dengan wanita lain, bukan hanya sekedar mendatangkan pusing dan mual tapi juga penyakit cemburu serta sakit hati yang mungkin tak akan berkesudahan bagiku. Jangan protes wahai suamiku, Bahkan istri-istri nabi yang muliapun, mereka tak bisa menghindar dari kecemburuan. Semua itu karena cinta yang teramat sangat untukmu.
Sejenak akupun buru- buru mengadakan koreksi kilat tentang apa yang kurang dari diriku, atau tentang apa yang selama ini menjadi kelemahanku selama ini. Seakan semua daya upaya akan aku kerahkan ketika menyadari bahwa kenyataan didepan akan sebentar lagi sampai kepadaku. Dan akhir dari usaha itu adalah cara yang aku fikir efektif untuk menghadang kenyataan takdir yang akan diberikan Allah untukku
Akhirnya hari itupun datang saat aku harus mengatakan sebuah jawaban untukmu. Ya Allah, wanita mana yang ingin cintanya terbagi. Wanita mana yang kuat melihat suaminya bermesraan dan bahagia bersama suamiku..suamiku yang sangat aku cintai. Ya Allah, bahkan jika kenyataan ini terbalik, dan dia berada pada posisiku, sanggupkah engkau wahai suamiku?
Imanku mengatakan aku bisa merelakanmu, namun kecemburuan dan perasaanku mengunci hatiku untuk tetap mengatakan tidak, tidak dan tidak untukmu. Pernikahan kita adalah tentang kita, kau dan aku, sama sekali tidak tentang dia. Dan lalu bagaimana mungkin kau tega memasukkan dia kedalam kebahagiaan kita? Apakah selanjutnya kita akan bahagia, suamiku?
Sekali lagi, aku tidak bisa lepas dari kodratku sebagai wanita yang identik dengan kecemburuan yang sangat melekat erat. Namun sekuat tenagaku aku mencoba tidak emosional. Sulit.. walaupun semua ini sangat sulit.
Namun... akhirnya kecintaan Allah menyadarkanku. Bukankah menikah adalah ladang amal bagiku untuk menggapai surga?, walau sekali lagi, Demi Allah sangat sulit merelakan bagian dari diriku masih harus ku bagi dengan orang lain.
Namun... sekali lagi, Bahasa iman menggugah kesadaranku kembali. Sekejab kupalingkan egoku untuk menilai maduku. Bukankah situasi ini juga menjadi cobaan bukan hanya untuk aku dan suamiku, tapi terutama adalah baginya. Betapa resiko sosial akan datang kepadanya, cap jelek sebagai perebut suami orang akan dilekatkan kepadanya. MasyaAllah, betapa aku juga mungkin tidak akan sanggup jika menjadi pelakon kisah hidupnya. Bukankah jodoh sudah digariskan Allah atas semua manusia. Diapun tak pernah bisa memesan dari mana jodohnya akan datang. Namun ketika jodohnya adalah suamiku sendiri, lalu apakah aku harus menyalahkannya, yang berarti pula menyalahkan Allah sang maha pengatur?
Dari pada aku memperburuk keadaan ini dengan prasangka yang menghinakanku sendiri, lebih baik aku menguatkan hati untuk membantu menguatkan suamiku. Suamiku.. seseorang yang telah bertahun-tahun menjadikan aku satu- satunya ratu didalam hati dan rumahnya, memulyakanku dengan segenap cinta dan kasih sayang, dan orang yang paling mengerti dan mencintaiku. Pantaskah jika akhirnya aku mennyebutnya sebagai pengkhianat atas kasih sayangku? pantaskah aku menyebutnya orang yang tidak tahu terimakasih atas semua pengorbanan dan kasih sayangnya? tidak, sama sekali tidak. Bahkan aku tidak akan rela gelar itu disebutkan kepada suamiku, bahkan oleh diri aku sendiri.
Sesuatu akan lebih berharga ketika hal itu telah atau akan meninggalkan kita. Semoga ketika kau telah bersamanya, akan ada penghargaan lebih atas kebersamaan kita. Dan aku pastikan kau tidak akan merasa ditinggalkan olehku, karena aku tahu bebanmu akan terasa lebih berat kedepannya, dan akan sangat sulit bagimu untuk memilih. Maka aku tak akan membawa engkau pada posisi memilih.Seperti yang disabdakan rasul yang mulia bahwa wanita sholihah adalah perhiasan terindah bagi suaminya, dan subhanallah, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekaranglah saatku untuk membuktikan padamu bahwa aku pantas menjadi perhiasan terindah yang pernah kau miliki, dan aku benar- benar menyayangimu.
Aku buka pikiranku dengan keikhlasan. Dan keikhlasan itu akhirnya berbuah pikiran bahwa engkau bukanlah milik ku yang abadi. Aku khkawatir ketika cinta itu melekat erat dihatiku, justru kesenangan hidup itu akan menjadikanku mendua terhadap cinta kepada zat yang maha mencinta. Ah ternyata keikhlasan itu tidak selamanya menyakitkan. Menyakitkan hanya bagi mereka yang merelakan diri mereka sakit dan menyia-nyiakan perolehan pahala yang seharusnya bisa menjadi miliknya.Dan sebagai pribadi yang ingin lebih pintar,  aku tentu tak akan melakukan hal itu. Ternyata Keikhlasan itu nikmat jika dalam menjalaninya hati condong kepada cinta hanya kepada Allah.
Ya Allah semoga surga Mu akan menjadi seindahindahnya tempat kembaliku kelak, dan semoga kau jadikan aku sangat lebih bahagia bersanding dengan suamiku disana, dalam kehidupan yang abadi.
Subhanallah, iman menguatkanku, ikhlas melegakanku, dan Allah memang benar- benar menyejukkan hatiku, bahkan saat aku berada sendiri disini, dan kau berada disana wahai suamiku.
Setelah kesejukan itu memenuhi relung hatiku, untuk selanjutnya aku memohon maaf kepadamu wahai suamiku, bahwa karena cintaku kepada Allah telah mengalahkan cintaku kepadamu. Aku yakin kau bukanlah pribadi yang akan menjadikan Alquran sebagai tameng bagi nafsumu sendiri.Kau dengan tekadmu yang ingin memuliakannya sebagai mana kau memuliakanku sebagai istrimu karena Allah, maka akupun akan merelakanmu pula karena Allah. Semoga kelegaan hatiku dan kemuliaan niatmu bukan hanya sekedar omong kosong, namun akan menjadi bukti nyata pernyataan cinta kita yang hanya karena Allah. Dan kini, aku mempersembahkan wanita itu untukmu. Benar- benar sebuah akhir yang sangat melegakan bagi sebuah kecintaan yang hanya karena Allah...
(Syahidah)

pph pasal 23


Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
Pemotong Pajak
 
1.
badan pemerintah;
2.
subjek pajak badan dalam negeri;
3.
penyelenggara kegiatan;
4.
Bentuk Usaha Tetap;
5.
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6.
orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu :
a.
akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau
b.
orang pribadi yagn menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran beruapa sewa.
Tarif Dan Objek Pajak
 
1.
Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
a.
dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g" Undang-undang PPh;
b.
bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f";
c.
royalti;
d.
hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh.
Hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 21 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalkan kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.
Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.
2.
Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
3.
Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas :
a.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996;
b.
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf "c" Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak Penghasilan Pasal 22
Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22?
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh :
1.                  Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.                  Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
Siapa pemungut PPh Pasal 22?
1.                  Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2.                  Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3.                  BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah;
4.                  Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
5.                  Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya;
6.                  Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.
Berapa besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas impor?
Atas impor :
1.                  yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), sebesar 2,5 % dari nilai impor;
2.                  yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5 % dari nilai impor;
3.                  yang tidak dikuasai, sebesar 7,5 % dari harga jual lelang.
Catatan :
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA dan Bendaharawan Pemerintah serta BUMN/ BUMD ?
Atas pembelian barang yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) sebesar 1,5 % dari harga pembelian;
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi yang dilakukan badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok kretek/ putih, kertas, baja otomotif ?
Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang :
1.                  industri semen sebesar 0,25 % dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
2.                  industri rokok kretek/putih sebesar 0,1 % dari harga bandrol. dan bersifat final;
3.                  industri kertas sebesar 0,1 % dari DPP PPN;
4.                  industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN;
5.                  industri otomotif sebesar 0,45 % dari DPP PPN;
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas?
Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan/atau agennya :
1.                  premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 2.100,00/KL, dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan atau Rp 1.750,00/KL;
2.                  solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 1.140,00/KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan atau Rp 950,00/KL;
3.                  premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan;
4.                  minyak tanah sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 912,00/KL;
5.                  gas LPG sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 2.250,00/KL;
6.                  pelumas sebesar 0,3 % dari penjualan.
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog?
Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa :
a.                   Gula pasir kepada :
o                  Penyalur sebesar Rp 380,00/kuintal;
o                  Grosir sebesar Rp 270,00/kuintal;
o                  Pembeli lainnya sebesar Rp 650,00/kuintal
b.                  Tepung terigu kepada :
o                  Penyalur sebesar Rp 53,00/zak;
o                  Grosir sebesar Rp 38,00/zak;
o                  Pembeli lainnya sebesar Rp 91,00/zak
Catatan :
PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog bersifat final.
Apa saja yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22?
Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 :
1.                  Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.                  Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk :
o                  yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE);
o                  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
o                  berupa kiriman hadiah;
o                  untuk tujuan keilmuan.
3.                  Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 500.000,00 (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4.                  Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
Kapan saat terutang dan pelunasan/ pemungutan PPh Pasal 22?
1.                  PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).
2.                  PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/ Daerah, BUMN/D, yang dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah, terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran.
3.                  PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dipungut pada saat penjualan.
4.                  PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur, agen, atau pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus;
5.                  PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur, grosir,sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.
Bagaimana tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22?
1.                  Atas Impor
a.                                           Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
b.                                          Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
o                  Lembar pertama untuk pembeli;
o                  Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o                  Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.                  Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir.
3.                  Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
o                  Lembar pertama untuk pembeli;
o                  Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o                  Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
4.                  PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.