Jumat, 22 Juni 2012

pengaruh self assessment system pada pengusaha kena pajak terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN)


PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM PADA PENGUSAHA KENA PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang. Pembayar pajak tidak mendapat imbalan secara langsung, tetapi pajak yang disetorkan oleh warga Negara ke kas Negara digunakan untuk keperluan Negara dan bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat (undang – undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan)
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara. Dalam struktur penerimaan APBN, kita mengenal dua pos penerimaan, yaitu pertama pos penerimaan perpajakan dan kedua pos penerimaan Negara bukan pajak. Penerimaan Negara dari sector perpajakan berasal dari :
  1. Penerimaan pajak dari dalam negeri berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Cukai
  2. Penerimaan pajak internasional yang berasal dari beak masuk, pajak atas impor
Pajak yang berasal dari dalam negeri lebih besar pada penerimaan pajak internasional maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). Maka dari itu, Indonesia akan berusaha untuk lebih meningkatkan potensi penerimaan Negara dari dalam negeri, dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara. (www.djapk.depkeu.go.id ,akses 20 April 2010)
Penerimaan dari sektor pajak terbagi menjadi dua golongan,yaitu dari pajak langsung contohnya Pajak Penghasilan dan dari pajak tidak langsung contohnya Pajak Pertambahan Nilai. Memang, dilihat dari segi penerimaan, Pajak Penghasilan dapat membantu Negara dalam membiayai pengeluaran, namun tidak semua orang dapat dikenakan PPh (Prof.Dr.Mardiasmo, MBA.,Ak.) , tetapi hal tersebut tidak berlaku pada Pajak Pertambahan Nilai karena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) hanya dipungut,dibayar atau disetor ke kas Negara oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan terhadap Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak berdasarkan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Objek PPN terdiri dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, Sehingga PPN menduduki tempat yang sangat penting karena mempunyai peranan besar dalam APBN.
Dalam melakukan pemungutan pajak tersebut, Indonesia menganut sistem yaitu self assessment systemSelf assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. (Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
Dalam self assessment system, PKP diharapkan dapat melakukan kewajiban perpajakannya yaitu dengan mendaftarkan diri sebagai PKP, membuat SPT yang dilaporkan dan SSP yang disetor. SPT merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan hal – hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan, mulai dari identitas, kegiatan usaha sampai jumlah harta yang semuanya berkaitan dengan perpajakan. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika perhatian secara penuh diberikan pada penyempurnaan SPT baik dalam masalah bentuk, isi, dan susunannya, sehingga SPT merupakan sarana yang handal bagi tercapainya tujuan perpajakan di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menetapkan judul bagi penulisan penelitiannya yaitu : “ Pengaruh Self Assessment System Pada Pengusaha Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying)
1.2. Identifikasi Masalah
Dalam penulisan Penelitian ini, peneliti mencoba mengkaji dan membahas beberapa masalah berikut :
  1. Apakah variabel jumlah PKP terdaftar, SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta SSP PPN yang disetor merupakan sarana dan wujud nyata dari Self Assessment Systemberpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai ?
  2. Seberapa besar pengaruh dari masing – masing ketiga variabel di atas terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai ?
1.3. Batasan Masalah
1.   Sistem self assessment dalam penelitian ini dicerminkan dari variabel jumlah PKP terdaftar, SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta SSP PPN yang disetorkan.
2.   Batasan lokasi penelitian adalah pada Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying.
3.   Pada penelitian ini data diperoleh berdasarkan data sekunder, observasi serta wawancara tidak berstruktur tanpa menggunakan kuisioner.
4.   Dasar penentuan variabel adalah tinjauan pustaka, penelitian sebelumnya, dan peraturan perundang-undangan.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
  1. Mengetahui pengaruh self assessment system yang dicerminkan dari pertumbuhan jumlah PKP terdaftar, SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta SSP PPN yang disetorkan pada Pengusaha Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
  2. Menganalisis seberapa besar pengaruh dari masing – masing ketiga variabel di atas terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pajak
Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara. Pada beberapa tahun terakhir ini, penerimaan dari sektor fiskal mempunyai proporsisi lebih dari 50% penerimaan dalam APBN. Berbagai kebijakan dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi telah dibuat oleh pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak. Kebijakan ini membawa pengaruh kepada masyarakat, dunia usaha, dan pihak – pihak yang berkaitan dengan pajak (Siti Resmi. Perpajakan. 2008)
Definisi pajak menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang. Dengan tidak mendapat imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan pajak Pendapatan (2007: 1) menyatakan: “Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang berlangsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari definisi di atas terlihat ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yaitu :
  1. Pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai program pemerintah.
  2. Pajak dipungut secara paksa (compulsory), bukan secara sukarela (voluntary).
  3. Tidak mendapatkan kontraprestasi, jadi rakyat yang membayar pajak tidak merasakan manfaatnya secara langsung. Manfaat yang diterima masyarakat adalah berupa pelayanan yang diberikan pemerintah secara umum ataupun menikmati hasil pembangunan yang dilakukan Pemerintah.
2.1.1.1. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsiregulerend (mengatur) dalam resmi (2007: 3), yaitu:
  1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
2. Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
2.1.1.2. Jenis Pajak
Dalam resmi (2007: 7), di Indonesia pajak dikelompokkan menurut beberapa kategori, yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya.
1. Menurut Golongannya
1)      Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
2)      Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
2. Menurut Sifatnya
1)      Pajak Subjektif, adalah pajak yang penggenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
2)      Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya baik pada berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajak maupun tempat tinggal.
3. Menurut Lembaga Pemungutannya
1)      Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
2)       Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tanggan daerah masing-masing.
2.1.1.3. Tata Cara Pemungutan Pajak
1. Asas-asas Pemungutan Pajak
Dalam Waluyo (2007: 13) terdapat empat asas-asas pemungutan pajak yang dikemukan oleh Adam Smith yaitu: EqualityCertaintyConvenience, dan Economy.
1)      Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.
2)      Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayaran.
3)      Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn.
4)      Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.
2.1.1.4. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam Resmi (2007: 11) dikemukakan beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu antara lain:
1) Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
2)      Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
3)      With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
2.1.2. Self Assessment System
Sistem Self Assessment adalah suatu sistem yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selain itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perpajakan. Pembayaran pajak selama tahun berjalan pada dasarnya merupakan angsuran pajak untuk meringankan beban Wajib Pajak pada akhir tahun pajak. Hakikat Self Assessment System adalah penetapan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Pada sistem ini, masyarakat Wajib Pajak diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untunk melaksanakan kewajibannya, yaitu :
  • Menghitung sendiri pajak terutang;
  • Memperhitungkan sendiri pajak terutang;
  • Membayar sendiri jumlah pajak terutang;
  • Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
  • Mempertanggungjawabkan pajak terutang
2.1.3. Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemungut pajak dan  pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebagaimana telah diketahui banyak Wajib Pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu ada beberapa istilah seperti Wajib Pajak Efektif dan Wajib Pajak Non Efektif. Adapun pengertian Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Surat Edaran SE-01/PJ.9/20 tentang Pengawasan Penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa Jumlah Wajib Pajak efektif adalah selisih antara jumlah Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib Pajak non efektif
Kewajiban Wajib Pajak:
1)      Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila belum mempunyai NPWP.
2)      Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) dan blangko perpajakan lainnya di tempat-tempat yang ditentukan oleh DJP.
3)      Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar dan menandatangani sendiri SPT dan  kemudian mengembalikan SPT itu kepada kantor inspeksi pajak dilengkapi  dengan lampiran-lampiran.
4)      Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang ditentukan oleh Undang-Undang.
5)      Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah dan membayar pajak dalam tahun yang sedang berjalan, sesuai dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai dengan SKP yang dikeluarkan oleh DJP.
6)      Menghitung dan menetapkan sendiri pajak yang terutang menurut cara yang  ditentukan.
7)      Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan.
8)      Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, Wajib Pajak wajib:
  1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak.
  2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
  3. Memberikan keterangan yang diperlukan.
9)      Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak-hak Wajib Pajak:
1)      Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
2)      Mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian SPT.
3)      Melakukan pembetulan sendiri SPT yang telah dimasukkan ke KPP.
4)      Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
5)     Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6)      Mendapatkan kepastian batas ketetapan pajak yang terutang dan penerbitan Surat Pemberitaan.
7)      Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8)      Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya surat keputusan atas surat keberatannya.
9)      Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh DJP.
10)  Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
11)  Memberikan kuasa khusus kepada orang yang dipercaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.
2.1.4. Kepatuhan
Adanya sanksi administrasi maupun sanksi hukum pidana bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dilakukan supaya masyarakat selaku Wajib Pajak mau memenuhi kewajibannya. Hal ini terkait dengan ikhwal kepatuhan perpajakan atau tax compliance. Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Menurut Nurmantu (2003:148) kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan jg perilaku yang taat hukum. Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam mematuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi.
Dalam sistem self assessment, administrasi perpajakan berperan aktif melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan. Fungsi pengawasan memegang peranan sangat penting dalam sistem self assessment, karena tanpa pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah, mengakibatkan sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga Wajib Pajak pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai.
Dasar-dasar kepatuhan  meliputi:
1)      Indoctrination
Sebab pertama warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah adalah karena dia didoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya.
2)      Habituation
Oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.
3)      Utility
Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur, akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Karena itu diperlukan patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut, patokan tadi merupakan pedoman atau takaran tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan dari pada kaidah tersebut.
4)      Group Identification
Dari satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan  identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi kaidah-kaidah yang  berlaku dalam kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena  ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi. Bahkan  kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah kelompok lain, karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompok lain tersebut.
Sebenarnya masalah kepatuhan yang merupakan suatu derajat secara kualitatif dapat dibedakan dalam tiga proses, yaitu:
1)      Compliance
Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih didasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya maka kepatuhan akan ada, apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.
2)      Identification
Identification terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan  karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.
3)      Internalization
Pada Internalization seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh  karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh karena dia merubah pola-pola yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang terhadap tujuan dari kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.
Berlakunya sistem self assessment di Indonesia menunjang besarnya peranan Wajib Pajak dalam menentukan besarnya penerimaan negara dari sektor pajak yang didukung oleh kepatuhan pajak (tax compliance). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepatuhan pajak merupakan pelaksanaan atas kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan. Kepatuhan yang diharapkan dengan sistemself assessment adalah kepatuhan sukarela (valuntary compliance) bukan kepatuhan yang dipaksakan (compulsary compliance). Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak, diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan perpaturan perpajakan, kesederhanaan peraturan dan prosedur perpajakan serta pelayanan yang baik dan cepat dari Wajib Pajak.
Dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak harus mematuhi kewajibannya dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Kepatuhan pajak ada dua jenis yaitu:
1)      Kepatuhan Formal yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.
2)      Kepatuhan Material yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif hakikat memenuhi  semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa UU perpajakan.
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Wajib Pajak patuh adalah mereka yang  memenuhi empat kriteria dibawah ini, yakni:
1)      Wajib Pajak tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
2)      Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
3)      Wajib Pajak tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak  pidana di bidang perpajakan dalam waktu sepuluh tahun terakhir.
4)      Laporan keuangan Wajib Pajak yang diaudit akuntan publik atau BPKP  harus mendapatkan status wajar tanpa pengecualian, atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Selanjutnya ditegaskan bahwa seandainya laporan keuangan diaudit, laporan audit tersebut harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
2.1.5. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya. (Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2.1.6. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan oleh pemotong untuk melaporkan pemotongan, perhitungan, dan Penyetoran Pajak atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Surat Pemberitahuan (SPT) diterima adalah SPT yang dilaporkan setiap tahunnya dan diterima oleh KPP setempat.
2.1.7 Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran dan penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
2.1.8 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar Hukum dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah UU No. 8 Tahun 1983 yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 11 Tahun 1994 dan yang terakhir adalah UU No. 18 Tahun 2000.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas nilai tambah yang timbul akibat dipakainya faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dan subjek pajaknya adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP, orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean, Orang Pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu
2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Berdasarkan permasalahan yang ada serta landasan teori yang telah dikemukakan diatas, dapat disusun suatu hipotesis terhadap permasalahan yang diteliti, yaitu :
H: variabel Δ jumlah PKP terdaftar, Δ SPT masa PPN yang dilaporkan serta Δ SSP PPN yang disetorkan memiliki pengaruh signifikan terhadap Δ Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek merupakan suatu yang dijadikan bahan untuk melakukan penelitian. Dalam penyusunan penelitian ini objek yang diambil adalah Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying.
3.2. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah langkah – langkah kerja yang harus dilakukan dalam melakukan suatu penelitian. Tujuan dilakukannya langkah kerja tersebut adalah untuk menemukan jawaban dari masalah – masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Proses penelitian ini harus dilakukan secara sistematis, teliti, kritis, dan logis.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian asosiatif karena bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu untuk mengetahui pengaruh penerapan self assessment system pada kewajiban Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying. berdasarkan jenis data yang diteliti maka penelitian ini merupakan jenis penelitian arsip. Penelitian arsip (Archival research) merupakan penelitian terhadap fakta yang tertulis (dokumen) atau berupa arsip data. Dokumen atau arsip yang diteliti berdasarkan sumbernya dapat berasal dari data internal atau berasal dari data eksternal.
3.3. Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian atau suatu gejala yang bervariasi. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Δ terhadap semua variabel yang diteliti dalam penelitian ini, Delta
(Δ) adalah besarnya perubahan dari tiap – tiap variabel, karena penggunaan Δ dalam variabel – variabel tersebut adalah apabila menggunakan besaran jumlah saja maka tidak akan terlihat bagaimana pengaruh perubahan dari tiap – tiap variabel, serta penggunaan Δ memungkinkan unutk memberikan jawaban apabila terjadi kondisi yang berbeda antara ketentuan yang seharusnya dengan fakta yang ada. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Δ Jumlah Pengusaha Kena Pajak Terdaftar per bulan (X1), Δ Jumlah Surat Pemberitahuan Masa PPN (X2), Δ Jumlah Surat Setoran Pajak PPN per bulan (X3), sedangkan variabel terikatnya adalah Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai per bulan (Y)
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan , yaitu:
  1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan peninjauan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan untuk memperoleh data primer yang dibutuhkan sesuai masalah yang akan diteliti. Penelitian lapangan dilakukan melalui :
  1. Wawancara, yaitu dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada petugas pajak
  2. Pengamatan atau Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati langsung fakta – fakta yang terjadi di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying
  3. Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari catatan atau dokumen KPP yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
  1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Adalah penelitian untuk mengumpulkan data sekunder yang akan digunakan untuk mendukung analisis data yang diperoleh dari penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari teori – teori dari buku referensi, literature, majalah, jurnal, dan dokumen – dokumen yang mendukung penelitian tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan landasar teori yang akan digunakan untuk mempertanggungjawabkan analisis.
3.5. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa regresi linier berganda karena analisa tersebut bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara variabel – variabel independen terhadap variabel dependen dan juga dapat menunjukkan variabel manakah diantara variabel – variabel independen tersebut yang paling dominan pengaruhnya, sehingga pemilihan regresi linier berganda dapat menjawab pertanyaan yang muncul dalam rumusan masalah yaitu untuk mengetahui pengaruh penerapan self assessment system yang dicerminkan dari pertumbuhan jumlah PKP terdaftar, SPT masa PPN yang dilaporkan, serta SSP PPN yang disetorkan pada Pengusaha Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
3.5.1. Metode Analisis Data
Analisis regresi linier berganda adalah salah satu dari banyak analisa yang digunakan sebagai metode analisa data, dan berdasarkan spesifikasinya makan analisis regresi linier berganda tersebut digunakan sebagai metode dalam analisa data dalam penelitian ini karena sesuai dengan tujuan dari penelitian yaitu mengetahui pengaruh penerapan self assessment system terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai serta menganalisis seberapa besar pengaruh dari masing – masing variabel independen tersebut dan variabel mana yang memiliki pengaruh paling dominan. Model Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ
Keterangan :
Y (PPN)          = Δ Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai/bulan
α                      = jumlah Y bila X= 0 (harga konstan)
X1 (PKP)        = Δ Jumlah Pengusaha Kena Pajak Terdaftar/bulan
X2 (SPT)         = Δ Jumlah Surat Pemberitahuan Masa PPN
X3 (SSP)         = Δ Jumlah Surat Setoran Pajak PPN/bulan
Β1β2β3           = koefisien regresi untuk variabel X1,X2,X3
µ                      = Variabel pengganggu
sehingga :
PPN = α + β1PKP + β2SPT + β3SSP + µ
3.5.2 Uji Statistika
Uji statistik dalam penelitian meliputi uji-t, dimana uji statistik ini untuk melihat apakah variabel Δ Jumlah PKP terdaftar, Δ SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta Δ SSP PPN yang disetorkan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Δ Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
1. Uji-t (T-test)
Analisa ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel – variabel bebas yaitu Δ jumlah PKP terdaftar, Δ SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta Δ SSP PPN yang disetorkan secara parsial atau individual terhadap sebuah variabel terikat yaitu Δ Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga apabila sebuah variabel bebas sedang diuji pengaruhnya maka sejumlah variabel bebas lainnya yang diduga ada pertautannya dengan variabel terikat tersebut bersifat konstan atau tetap. Analisis ini juga berguna untuk mengetahui variabel bebas manakah yang paling berpengaruh diantara variabel yang lain.
3.5.3. Pengujian Asumsi Klasik Statistik
Untuk mengetahui model regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat disebut sebagai model yang baik maka model ini harus diuji dengan uji normalitas agar dapat diketahui apakah model regresi linier berganda dalam penelitian ini telah terbebad dari asumsi – asumsi klasik statistik. Uji asumsi klasik tersebut juga untuk mengetahui apakah suatu model regresi telah bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut tidak terjadi penyimpangan – penyimpangan yang berarti
1. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memliki distribusi normal, karena seperti diketahui bahwa uji-t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal, jika asumsi ini dilanggar akan mengakibatkan uji statistik menjadi tidak valid, pengujian dilakukan dengan uji statistik melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual.
3.6. Skema Metode Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan Gunawan dan Marzuki, 2002, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Devano, S dan Siti Rahayu, 2006, Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, Kencana, Jakarta.
Anu, Antonius, 2004, “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Kota Salatiga”. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana
Kolbi, Nurul., dkk. 2009. Ada Kesempatan Kedua Tidak Ada Peluang Ketiga, (www.ortax.org , akses 20 April 2010)
Mardiasmo. 2002. Perpajakan; Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta
Anton Dajan. 1986. Pengantar Metode Statistik; Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta
J.Supranto. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi; Edisi 2, Erlangga, Jakarta
Ronald e.Walpole. 1995. Pengantar Statistika; Edisi 3, Gramedia, Jakarta
Drs. Riduwan, Dasar – Dasar Statistika; Edisi 3, Alfabeta, Bandung
Jogiyanto. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis; Edisi 2007, BPFE, Yogyakarta

STRATEGI CAMAT DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KECAMATAN SANGIR JUJUAN (STUDI KASUS DI KANTOR CAMAT KECAMATAN SANGIR JUJUAN KABUPATEN SOLOK SELATAN)


STRATEGI CAMAT DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KECAMATAN SANGIR JUJUAN (STUDI KASUS DI KANTOR CAMAT KECAMATAN SANGIR JUJUAN KABUPATEN SOLOK SELATAN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wadah atau tempat hidup dan berkembangnya rakyat Indonesia, yaitu sebagai tempat usaha atau kegiatan dari sekitar 250 juta jiwa lebih warga Negara beserta sejumlah penduduk Negara lain yang diperkenankan pemerintah Republik Indonesia mencari lapangan usaha di Indonesia. Untuk mengatur kepentingan sejumlah rakyat, roda pemerintahan harus berjalan lancar dan untuk itu diperlukan biaya atau uang yang jumlahnya sangat besar. Biaya atau uang tersebut diperoleh dari sumber yang terdapat dalam Negara, antara lain[1]:
a.       Sumber Bumi, air dan kekayaan alamnya;
b.      Pajak-pajak bea dan cukai;
c.       Hasil perusahaan-perusahaan negara;
d.      Retribusi, dan
e.       Sumber-sumebr lain (denda, keuntungan dari saham-saham, perdagangan, dll).
Sebagai warga Negara kita semua harus menyadari kewajiban-kewajiban kita terhadap Negara sebagai imbalan atas perlindungan dan hak-hak yang diberikan terhadap kita. Dengan perkataan “tidak sepatutnyalah kita menerima atau menuntut berbagai hak dari Negara, sedang kita mengabaikan kewajiban-kewajiban kita terhadap negara”. 
Sebagai insan Pancasilais kita harus pandai menerima dan pandai pula memberi dan ini namanya “pandai bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakat”. Kita menghendaki agar Negara menciptakan bagi kita semua kehidupan yang adil dan makmur lahiriah dan batiniah dan kita harus mewujudkan kewajiban-kewajiban kita terhadap Negara dengan sebaik-baiknya. Negara telah memberikan hasil-hasil pembangunan melalui kegiatan pemerintahan yang meliputi segala bidang ekonomi, ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan sehingga kehidupan kita semua menjadi maju dan berkembang dalam suatu Negara yang aman dan kuat bebas dari segala gangguan dan rongrongan dan untuk itu semua kita harus sadar akan kewajiban-kewajiban kita semua terhadap negara, terutama dalam soal pembiayaannya, karena semua hasil pembangunan harus dibiayai. Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaaan Negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka tersimpul falsafah dalam Undang-undang Perpajakan di Negara kita c.q. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994  tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai berikut[2]:
a.       Keikutsertaan dan kegotongroyongan rakyat dalam pembiayaan pembangunan;
b.      Bumi dan bangunan memberikan kedudukan social, ekonomi, yang lebih dan keuntungan bagi pemilik dan/atau yang menguasainya;
c.       Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara;
d.      Sistem perpajakan yang sederhana, mudah dimengerti dan efektif pelaksanaannya.
Diundangkannya UU No.12/1994 tentang PBB oleh Pemerintah adalah sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, di mana Pemerintah perlu mengadakan pembahasan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.
Kesadaran untuk menjadi Wajib Pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul di setiap kalbu rakyat/ penduduk yang hidup bermasyarakat di Negara Republik Indonesia. Dengan demikian maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan rakyat/penduduk itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita-cita rakyat/penduduk yang hidup dalam Negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai-nilai Pancasila dan berdasarkan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat/penduduk sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi.
Masih cukup banyak rakyat yang tidak sadar akan kewajiban-kewajibannya, yang seharusnya mereka malu untuk kepentingannya, untuk kepentingan anak cucunya mereka enggan memenuhi kewajibannya yang hanya setahun sekali dan jumlahnya yang tidak seberapa. Dapat diumpamakan bahwa mereka yang hidup demikian adalah bagaikan benalu yang ingin hidup secara menumpang pada kehidupan orang lain yang sadar akan kewajiban-kewajibannya. Mereka yang tidak sadar untuk memenuhi kewajiban PBB-nya seakan-akan buta atau menutup mata akan adanya: jalan-jalan dan sarana perhubungan lainnya yang mereka gunakan setiap harinya, sekolah dan rumah sakit yang mencerdaskan dan menyehatkan kelurganya, polisi dan pengadilan yang melindungi dan memberikan ketenangan hidupnya, aparatur pemerintahan dan pertahanan yang memudahkan segala kepentingan dan melenyapkan segala bentuk rongrongan terhadap kemerdekaan hidupnya. Mereka buta atau sengaja membutakan dirinya terhadap segala sesuatu yang mereka perlukan, yang adanya sarana dan aparaturnya memerlukan sejumlah biaya besar.
Kita juga semua harus sadar bahwa di Negara manapun di dunia, pemungutan pajak oleh pemerintahannya dilakukan terhadap rakyat di masing-masing Negara itu, sama keperluannya untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan, hanya cara dan penggunaannya yang mungkin berbeda antara satu Negara dengan Negara yang lain..
Di Negara kita, pajak dipungut atas asas semangat gotong royong dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat/penduduk itu sendiri sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang[3].
Menurut ketentuan undang-undang bahwa setiap pembayaran pajak harus masuk ke kas Negara. Dalam pelaksanaannya, untuk penyetoran atau pembiayaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat dilakukan melalui bank, kantor pos dan giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (melalui petugas pemungut). Sedangkan wewenang penagihan dilimpahkan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota). Pelimpahan wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan ini hanya untuk menagih wajib pajak pedesaan dan perkotaan, sedangkan untuk wajib pajak perkebunan, perhutanan dan pertambangan penagihannya tidak dilimpahkan.
Walaupun pelimpahan wewenang di atas adalah merupakan pelimpahan kewenangan penagihan PBB, tetapi pelimpahan kewenangan tersebut kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota), bukanlah melimpahkan wewenang dalam urusan penagihan, tetapi hanya pelimpahan wewenang dalam hal pemungutan pajak saja. Pendataan obyek pajak dan penetapan pajak yang terhitung tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak.
Jelasnya, penagihan PBB dilimpahkan kepada Kepala Daerah (Gubernur/Bupati.Walikota),meliputi penagihan objek pajak persawahan/peladangan, perumahan, industri/dagang/jasa, peternakan dan perikanan. Dalam hal ini meliputi kegiatan penarikan uang dari wajib pajak serta pengawasan atas penyetoran PBB.
Oleh karena pemungutan pajak, dalam hal ini PBB telah dilimpahkan kepada Pemda seperti yang telah disebutkan di atas, maka sehubungan dengan itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi Camat dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan (Studi Kasus Kantor Kec. Sangir Jujuan Kab. Solok Selatan)”.

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pada rumusan masalah ini penulis akan mengemukakan beberapa rumusan masalah yang merupakan inti dari pokok permasalahan sebagai berikut:
  1. Bagaimana strategi camat dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
  2. Kendala-kendala apa saja yang ditemui dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?
  3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan?

1.3  Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui strategi camat dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan;
  3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan PBB di Kecamatan Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian
       Adapun manfaat penelitian ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Administrasi Negara secara umum, dan kajian tentang peranan camat dalam meningkatkan penerimaan PBB khususnya serta dapat dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya.
2.      Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna bagi petugas pajak/pegawai di kantor kecamatan yang diberikan wewenang untuk mengurus masalah pajak terutama mengenai upaya atau langkah dalam meningkatkan penerimaan pajak di daerah masing-masing.









     [1] G.Kertasapoetra, dkk, 1989, Pajak Bumi dan Bangunan: Prosedur dan Pelaksanaannya, Jakarta: Bina Aksara, hal. 1

      [2] A. Ridwan Halim, 1986, Tanya Jawab Pajak Bumi dan Bangunan Serta Bea Materai, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hal. 12
     [3] Op Cit,  hal. 5

Rabu, 06 Juni 2012

pantangan dalam mengerjakan skripsi


skripsi Cara mudah menyusun skripsi

1. Jangan SMS Dosen Pembimbing
Konsentrasi kamu bisa buyar, apalagi kalo skripsi kamu nggak ada progress-nya. Pasti dosen kamu bakal nanya-nanya trus kamu jadi stres sendiri. Udah, nggak usah sok ide SMS dosen. Tidur aja mendingan. Eh, maksud di kerjain aja dulu semampu kamu.

2. Jangan Keluar Malem

Angin malem itu nggak bagus buat badan, apalagi kalo kamu gampang masuk angin. Lagian, ngapain keluar malem-malem, kerjain skripsi woy!

3. Jangan Pindah Jurusan

Ya kamu bayangin aja kalo udah tingkat akhir trus pindah jurusan, kamu mau menderita lagi dari awal masuk kuliah? Jadi MaBa lagi, trus ujung-ujungnya mesti nulis skripsi juga. Hargain dong perjuangan yang udah kamu lewatin selama kuliah! *lah jadi ceramah!*.

4. Jangan Ngerjain Sambil Tidur

Ya kapan mau selesainya kalo tidur melulu? Emang kalo kamu tidur skripsi bisa selesai? Mimpi kali yee..


Sumber: http://talikolor.blogspot.com/2012/05/pantangan-dalam-mengerjakan-skripsi.html#ixzz1x1PLp9uh

pengertian data

DATA
DATA
adalah catatan atas kumpulan fakta.[1] Data merupakan bentuk jamak dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti "sesuatu yang diberikan". Dalam penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra.

JENIS – JENIS DATA
a. Data nominal
Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir, data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan apapun. Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data nominal meru

pakan data kontinum dan tidak memiliki urutan. Bila objek dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. Misalnya tentang jenis olah raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-masing anggota set di atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan renang (3). Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa tingkat olah raga basket lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi dari tenis. Angka tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang diberikan hanya berfungsi sebagai label saja

b. Data ordinal
Bagian lain dari data kontinum adalah data ordinal. Data ini, selain memiliki nama (atribut), juga memiliki peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung tingkatan. Ia digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk. Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju sampai sangat tidak setuju. Atau jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk menghadiri rapat umum pemilihan kepala daerah, mulai dari tidak pernah absen menghadiri, dengan kode 5, kadang-kadang saja menghadiri, dengan kode 4, kurang menghadiri, dengan kode 3, tidak pernah menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin menghadiri sama sekali, dengan kode 1. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh data ordinal. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang lazim digunakan untuk data ordinal adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.

c. Data interval
Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala interval dinamakan data interval. Misalnya tentang nilai ujian 6 orang mahasiswa, yakni A, B, C, D, E dan F diukur dengan ukuran interval pada skala prestasi dengan ukuran 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, maka dapat dikatakan bahwa beda prestasi antara mahasiswa C dan A adalah 3 – 1 = 2. Beda prestasi antara mahasiswa C dan F adalah 6 – 3 = 3. Akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa prestasi mahasiswa E adalah 5 kali prestasi mahasiswa A ataupun prestasi mahasiswa F adalah 3 kali lebih baik dari prestasi mahasiswa B. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data interval. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim digunakan untuk data interval ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.

d. Data ratio
Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur dinamakan ukuran ratio (data rasio). Data ratio, yang diperoleh melalui mengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data ratio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. Angka pada data ratio dapat menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp. 50.000. Bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B. Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1, rasio antara pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C dan B adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data rasio lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A memiliki berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari berat badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan bayi C, dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi A, dst. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data rasio. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik parametrik dan yang lazim digunakan untuk data ratio ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.

e. Konversi variabel ordinal
Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya, waktu maupun dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regresion dan Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan skala ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain data harus berbentuk interval atau ratio, data harus memiliki distribusi normal. Jika kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data ordinal, hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran skala ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval.
TEKNIKPENGUMPULAN DATA
1. Wawancara
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.

2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

3. Dokumen
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.

4. Focus Group Discussion
Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya  menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.



VARIABEL
adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan mmeperoleh lebih mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah seudah mendapatkan jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting (menghitung) atau menentuakan suatu bilangan. Dalam penelitian sains, variable adalah bagian penting yang tidak bisa dihilangkan.

 Macam-macam Variabel

1.    Variabel Kuantitatif.
a.    Variabel diskrit ( nominal,kategorik) yaitu variabael 2 kutub berlawanan. Contoh:
1)  Kehadiran : hadir, tidak hadir
2)  Jenis kelamin : laki-laki, perempuan.
b.    Variabel kontinum
1)    Variabel  Ordinal : variabel tingkatan. Contoh: Satria terpandai, Raka pandai, Yudit tidak pandai.
2)    Variabel Interval: variabel jarak. Contoh: jarak rumah Anto kesekolah 10 km,
sedangkan Yuli 5 km maka vr intervalnya adalah 5 km.
3)    Variabel Ratio: variabel perbandingan (sekian kali). Contoh: berat badan Heri 80 kg, sedangkan berat badan Upi 40 kg, maka berat badan Heri 2 kali lipat Upi.

2.    Variabel Kualitatif adalah variabel yang menunjukkan suatu intensitas yang sulit diukur dengan angka. Contoh : kedisiplinan, kemakmuran dan kepandaian.

3.    Variabel Independen (Pengaruh, Bebas, Stimulus, Prediktor).
Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

4.    Variabel Dependen (Dipengaruhi, Terikat, Output, Kriteria, Konsekuen).
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya variabel bebas.
Contoh: Pengaruh Iklan Terhadap Motivasi Pembelian. Iklan = Variabel Independen Motivasi Pembelian = Variabel Dependen.

5.    Variabel Moderator.
Merupakan variabel yang mepengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan
antara variabel independen dengan dependen. Variabel ini sering disebut sebagai
variabel independen kedua. Contoh: Anak adalah variabel yang memperkuat hubungan suami isteri. Pihak ketiga adalah variabel yang memperlemah hubungan suami isteri.

6.    Variabel Intervening (Antara).
Merupakan variabel yang menghubungkan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan namun tidak dapat diamati atau diukur. Contoh: Hubungan antara Kualitas Pelayanan (Independent) dengan Kepuasan Konsumen (Intervening) dan Loyalitas (Dependen).

7.    Variabel Kontrol.
Merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Contoh: Apakah ada perbedaan antara tenaga penjual (sales force) yang lulus D3 dan S1 maka harus ditetapkan variable control berupa gaji yang sama, peralatan yang sama, iklim kerja yang sama, dan lain-lain. Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan karena faktor pendidikan.adalah catatan atas kumpulan fakta.[1] Data merupakan bentuk jamak dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti "sesuatu yang diberikan". Dalam penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra.

JENIS – JENIS DATA
a. Data nominal
Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir, data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan apapun. Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data nominal merupakan data kontinum dan tidak memiliki urutan. Bila objek dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. Misalnya tentang jenis olah raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-masing anggota set di atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan renang (3). Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa tingkat olah raga basket lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi dari tenis. Angka tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang diberikan hanya berfungsi sebagai label saja

b. Data ordinal
Bagian lain dari data kontinum adalah data ordinal. Data ini, selain memiliki nama (atribut), juga memiliki peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung tingkatan. Ia digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk. Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju sampai sangat tidak setuju. Atau jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk menghadiri rapat umum pemilihan kepala daerah, mulai dari tidak pernah absen menghadiri, dengan kode 5, kadang-kadang saja menghadiri, dengan kode 4, kurang menghadiri, dengan kode 3, tidak pernah menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin menghadiri sama sekali, dengan kode 1. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh data ordinal. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang lazim digunakan untuk data ordinal adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.

c. Data interval
Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala interval dinamakan data interval. Misalnya tentang nilai ujian 6 orang mahasiswa, yakni A, B, C, D, E dan F diukur dengan ukuran interval pada skala prestasi dengan ukuran 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, maka dapat dikatakan bahwa beda prestasi antara mahasiswa C dan A adalah 3 – 1 = 2. Beda prestasi antara mahasiswa C dan F adalah 6 – 3 = 3. Akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa prestasi mahasiswa E adalah 5 kali prestasi mahasiswa A ataupun prestasi mahasiswa F adalah 3 kali lebih baik dari prestasi mahasiswa B. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data interval. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim digunakan untuk data interval ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.

d. Data ratio
Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur dinamakan ukuran ratio (data rasio). Data ratio, yang diperoleh melalui mengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data ratio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. Angka pada data ratio dapat menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp. 50.000. Bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan pengemudi B. Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1, rasio antara pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C dan B adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data rasio lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A memiliki berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari berat badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan bayi C, dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi A, dst. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data rasio. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik parametrik dan yang lazim digunakan untuk data ratio ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.

e. Konversi variabel ordinal
Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya, waktu maupun dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regresion dan Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan skala ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain data harus berbentuk interval atau ratio, data harus memiliki distribusi normal. Jika kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data ordinal, hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran skala ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval.
TEKNIKPENGUMPULAN DATA
1. Wawancara
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.

2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

3. Dokumen
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.

4. Focus Group Discussion
Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya  menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.



VARIABEL
adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan mmeperoleh lebih mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah seudah mendapatkan jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting (menghitung) atau menentuakan suatu bilangan. Dalam penelitian sains, variable adalah bagian penting yang tidak bisa dihilangkan.

 Macam-macam Variabel

1.    Variabel Kuantitatif.
a.    Variabel diskrit ( nominal,kategorik) yaitu variabael 2 kutub berlawanan. Contoh:
1)  Kehadiran : hadir, tidak hadir
2)  Jenis kelamin : laki-laki, perempuan.
b.    Variabel kontinum
1)    Variabel  Ordinal : variabel tingkatan. Contoh: Satria terpandai, Raka pandai, Yudit tidak pandai.
2)    Variabel Interval: variabel jarak. Contoh: jarak rumah Anto kesekolah 10 km,
sedangkan Yuli 5 km maka vr intervalnya adalah 5 km.
3)    Variabel Ratio: variabel perbandingan (sekian kali). Contoh: berat badan Heri 80 kg, sedangkan berat badan Upi 40 kg, maka berat badan Heri 2 kali lipat Upi.

2.    Variabel Kualitatif adalah variabel yang menunjukkan suatu intensitas yang sulit diukur dengan angka. Contoh : kedisiplinan, kemakmuran dan kepandaian.

3.    Variabel Independen (Pengaruh, Bebas, Stimulus, Prediktor).
Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

4.    Variabel Dependen (Dipengaruhi, Terikat, Output, Kriteria, Konsekuen).
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya variabel bebas.
Contoh: Pengaruh Iklan Terhadap Motivasi Pembelian. Iklan = Variabel Independen Motivasi Pembelian = Variabel Dependen.

5.    Variabel Moderator.
Merupakan variabel yang mepengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan
antara variabel independen dengan dependen. Variabel ini sering disebut sebagai
variabel independen kedua. Contoh: Anak adalah variabel yang memperkuat hubungan suami isteri. Pihak ketiga adalah variabel yang memperlemah hubungan suami isteri.

6.    Variabel Intervening (Antara).
Merupakan variabel yang menghubungkan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan namun tidak dapat diamati atau diukur. Contoh: Hubungan antara Kualitas Pelayanan (Independent) dengan Kepuasan Konsumen (Intervening) dan Loyalitas (Dependen).

7.    Variabel Kontrol.
Merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Contoh: Apakah ada perbedaan antara tenaga penjual (sales force) yang lulus D3 dan S1 maka harus ditetapkan variable control berupa gaji yang sama, peralatan yang sama, iklim kerja yang sama, dan lain-lain. Tanpa adanya variabel kontrol maka sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan karena faktor pendidikan.