|
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan nasional,
pemerintah mengharapkan adanya partisipasi dari seluruh masyarakat. Salah satu
bentuk partisipasi yang dapat dilakukan masyarakat adalah dengan membayar pajak
dengan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kewajiban
seluruh rakyat untuk membayar iuran pajak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku wajib dilakukan karena menikmati hasil
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang merupakan salah satu wujud
nyata pembangunan nasional.
Salah satu jenis pajak yang merupakan kewajiban pengusaha
adalah membayar pajak penghasilan badan dari kegiatan usaha yang dilakukan.
Namun demikian kewajiban untuk membayar pajak tersebut harus didasarkan atas
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku saat ini, Undang-Undang No.17 tahun 2000
tentang pajak penghasilan.
Kegiatan operasional perusahaan harus memperhatikan unsur
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam melakukan kegiatan
operasional perusahaan harus direncanakan sedemikian rupa agar tujuan
perusahaan dapat tercapai. Setelah membuat perencanaan, langkah selanjutnya
adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan, dimana pelaksanaan perencanaan
tersebut harus sesuai dengan konsep perencanaan yang ada. Pelaksanaan
perencanaan yang ada. Pelaksanaan perencanaan yang telah dilakukan oleh
manajemen perusahaan tersebut harus dilakukan pengawasan agar pelaksanaan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Tahap akhir adalah mengevaluasi hasil
yang dicapai apakah telah sesuai dengan yang telah direncanakan oleh manajemen
perusahaan.
Pajak Penghasilan Badan sesuai dengan Undang-Undang No.36
tahun 2008 pada pasal 17 ayat 1 poin b menjelaskan mengenai tarif Pajak
Penghasilan Badan atas Laba Kena Pajak (LKP) sebagai berikut:
Penghasilan
Rp. 0 sampai dengan Rp. 50.000.000.
tarif 5%
Penghasilan
diatas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000
tarif 15%
Penghasilan
diatas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000
tarif 25%
Penghasilan
diatas Rp. 500.000.000 tarif 30%
Semakin besar laba yang dicapai oleh perusahaan, akan semakin
besar pula Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayar oleh perusahaan ke kas
Negara demikian pula sebaliknya semakin kecil laba yang dicapai oleh perusahaan
akan semakin kecil pula Pajak Penghasilan Badan yang harus disetor oleh
perusahaan ke kas Negara.
Tarif pajak tersebut di atas pada prinsipnya ditentukan oleh
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku sehingga manajemen perusahaan tidak dapat
mempengaruhi besarnya tarif pajak tersebut.
Untuk meminimumkan (penghematan) Pajak Penghasilan Badan dapat
dilakukan oleh setiap organisasi apapun dengan cara penggelapan pajak dan
penghindaraan pajak, penggelapan Pajak Penghasilan Badan dapat dilakukan dengan
cara membuat laporan pajak yang tidak sebenarnya dan tidak memberikan data yang
tidak sebenarnya atau menyembunyikan sebagian data. Penggelapan Pajak
Penghasilan Badan ini melanggar Undang-Undang Perpajakan dan tidak sejalan
dengan prinsip manajemen perusahaan. Penghindaran pajak dapat dilakukan oleh
perushaan dengan melakukan pengurangan Pajak Penghasilan Badan namun tetap
memenuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, sehingga penulis
tertarik untuk membahas dengan memilih judul “PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI SARANA UNTUK MEMINIMUMKAN PAJAK
PENGHASILAN BADAN PADA PT. ANUGRAH WIDYA PRATAMADI MAKASSAR.”
B.
Masalah
Pokok
Dengan
memperhatikan latar belakang masalah tersebut di atas, yang menjadi masalah
pokok dalam penulisan ini adalah : “Bagaimana perusahaan dalam membuat
perencanaan pajak dalam upaya meminimumkan Pajak Penghasilan Badan apakah telah
memenuhi ketentuan Perpajakan yang berlaku saat ini”.
C.
Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
- Tujuan penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini dalah:
Untuk mengetahui perencanaan pajak pada PT. Anugrah Widya Pratama dalam upaya meminimumkan Pajak
Penghasilan Badan.
- Kegunaan Penulisan
a Berguna
bagi penulis dalam menambah pengetahuan dalam bidang perpajakan dan perencanaan
pajak
b Sebagai bahan masukan bagi perusahaan
bagaimana membuat perencanaan pajak dalam upaya meminimumkan Pajak Penghasilan
Badan perusahaan.
|
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Perencanaan
Agar kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan
terkoordinasi, sangat diperlukan adanya perencanaan. Sehubungan dengan kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan, rencana yang harus dibuat adalah rencana
kegiatan operasional yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam satu periode
untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Dalam ilmu menejemen menjelaskan bahwa salah satu fungsi pokok
manajemen adalah perencanaan, dimana dalam ilmu manajemen menjelaskan bahwa
fungsi pokok manajemen terdiri dari perencanaan, koordinasi, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi. Perencanaan merupakan salah satu fungsi pokok
manajemen yang pertama harus dijalankan. Sebab tahap awal dalam melakukan
aktivitas perusahaan sehubungan dengan pencapaian tujuan organisasi perusahaan
adalah dengan membuat perencanaan.
Fungsi pokok manajemen yang kedua adalah melakukan koordinasi
dengan bagian yang terkait. Setelah membuat perencanaan pajak, manajemen
perusahaan harus melakukan koordinasi dengan bagian yang lain yang terkait
dengan pajak seperti bagian pajak, bagian pemasaran yang melakukan penjualan,
dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pengeluaran perusahaan.
Tahap selanjutnya adalah melakukan fungsi pokok manajemen
yakni pelaksanaan. Perencanaan pajak yang telah dibuat oleh manajemen
perusahaan harus dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Perencanaan hasil penjualan harus direalisasikan oleh bagian pemasaran agar
rencana yang telah dibuat dapat tercapai, begitu pula dengan rencana biaya
harus dikeluarkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Setelah melakukan fungsi pokok yang ketiga, tahap selanjutnya
adalah melakukan fungsi pokok manajemen yakni melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan perencanaan sangat perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan tidak
menyimpang dari rencana yang telah dibuat.
Tahap terakhir dalam proses manajemen adalah evaluasi, yakni
dengan melakukan evaluasi apakah pelaksanaan perencanaan yang telah dilakukan
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, dan apakah rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi perusahaan. Dalam evaluasi terhadap pelaksanaan
perencanaan tersebut, perlu dilihat jika apa yang telah direncanakan telah
tercapai, maka perlu pengembangan selanjutnya dan memperbaiki kekurangan dari
periode sebelumnya.
Definisi perencanaan dikemukakan oleh Erly Suandy (2001,
hlm.2) sebagai berikut :
“Secara
umum perencanaan merupakan prose penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan
kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi
(program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi (tindakan)
yang diperlukan untuk menc“apai tujuan perusahaan secara menyeluruh.”
Definisi perencanaan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan
merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Definisi perencanaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan
menggunakan beberapa aspek yakni :
1.
Penentuan tujuan yang akan dicapai.
2.
Memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh untuk
mencapai tujuan atas dasar alternatif yang dipilih.
3.
Usaha-usaha atau langkah-langkah yang ditempuh untuk
mencapai tujuan atas dasar alternative yang dipilih.
Selain
aspek tersebut, perencanaan juga mempunyai manfaat bagi perusahaan sebagai berikut:
1.
Dengan adanya perencanaan, maka pelaksanaan kegiatan
dapat diusahakan dengan efektif dan
efisien.
2.
Dapat mengatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan
tersebut, dapat dicapai dan dapat dilakukan koreksi atas
penyimpangan-penyimpangan yang timbul seawal mungkin.
3.
Dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul
dengan mengatasi hambatan dan ancaman.
4.
Dapat menghindari adanya kegiatan petumbuhan dan
perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
1.
Tindakan melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu
perencanaan pajak (tax planning)
ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat wajib pajak
merupakan resiko (tax risk) yang
sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak (tax planning) tersebut
.
2.
Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak (tax planning) itu merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan baik jangka panjang maupun jangka
pendek, maka perencanaan pajak (tax
planning) yang, tidak masuk akal memperlemah perencanaan itu sendiri.
3.
Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan
perjanjian (agreement), faktur (invoice) dan juga diperlukan
akuntansinya (accounting treatment).
Fungsi perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses
pengambilan keputusan sehubungan dengan hasil yang diinginkan, dengan
penggunaansumber daya dan pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan
pelaporan dan pengendalian hasil akhir serta perbandingan hasil-hasil tersebut
dengan rencana yang di buat.
Banyak kegunaan dari pembuatan perencanaan yakni terciptanya
efesiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan perusahaan, dapat melakukan
koreksi atas penyimpangan sedini mungkin, mengidentifikasi hambatan-hambatan
yang timbul menghindari kegiatan, pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah
dan terkontrol.
B.
Pengertian
Pajak
Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sector
pajak.
Kewajiban setiapa Negara dalam membantu pemerintah dalam
pembiayaan kenegaraan dalam hal pembangunan nasional didasarkan atas
fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh negara sudah dinikmati oleh
seluruh warga negara. Peran aktif seluruh warga negara dalam pelaksanaan
pembangunan nasional sangat diharapkan oleh negara agar tujuan negara yakni
peningkatan kesejahteraan warga negara dapat tercapai.
Definisi pajak dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997 : 5)
adalah sebagai berikut:
“Pajak
adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan
anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa
pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara.
Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak
merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam
upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara
diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Undang-Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada setiap
wajib pajak untuk melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari
menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor
pelayanan pajak. Pajak yang dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu
pemerintah dalam membiayai keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni
pembangunan nasional, dimana pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam
Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan
negara.
Undang-undang
perpajakan yang dimaksud diatas adalah :
·
PPh 21
Yaitu Pajak Penghasilan yang mengatur tentang pembayaran pajak dalam
tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negri sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan.
·
PPh 22
Yaitu merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang
dipungut sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan
dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
·
PPh 23
Ketentuan dalam pasal 23 undang-undang PPh mengatur pemotongan Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negri dan bentuk
usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan
subjek pajak dalam negri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luarnegri.
·
PPh 24
Mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar
atau terutang diluar negri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan
yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negri. Pengkreditan
pajak luar negri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar
negri dengan penghasilan di Indonesia .
Indonesia menganut tex credit yang ordinary
credit method dengan menerapkan per century limitation.
·
PPh 25
Mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulan yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun
berjalan dapat dilakukan dengan :
1.
Wajib pajak membayar sendiri (PPh pasal 25).
2.
Melalui potongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh
pasal 21, 22, 23, dan 24).
Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan
system perpajakan yang dianut oleh pemerintah yakni sistem self-assessment yang berarti wajib pajak melakukan sendiri
kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan
kesadaran dari setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya
sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.
Sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku pada saat
ini menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing
yang telah menetap di Indonesia selama 183 hari secara berturut-turut dan memperolah penghasilan dari kegiatan
usahanya wajib untuk melakukan kegiatan perpajakannya sesuai dengan
Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya system
self-assessment yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perpajakan,
berarti kewajiban perpajakan setiap wajib pajak, dihitung, diperhitungkan,
dibayar, dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak ke pemerintah dalam hal ini
kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak terdaftar atau berdomisili.
Dalam bukunya, Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian
pajak sebagai berikut:
“Pajak
adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di
paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Pada
umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Menurut
Golongannya.
a.
Pajak Langsung,
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya : Pajak Penghasilan
b.
Pajak tidak
langsung,
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan nilai.
2.
Menurut Sifatnya.
a.
Pajak subjektif,
Yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b.
pajak Objektif,
yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan
diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BArang mewah.
3.
Menurut Lembaga Pemungutnya.
a.
Pajak Pusat,
Yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
b.
Pajak Daerah,
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas :
·
Pajak Daerah tingkat I (Propinsi), Contoh :
Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor.
·
Pajak Daerah tingkat II (Kabupaten / Kota ), Contoh : Pajak
hotel dan restoran (pengganti pajak pembangunan), Pajak hiburan, dan Pajak
penerangan jalan.
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardismo tersebut
menjelaskan bahwa penerimaan negara dari sector pajak akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum negara, dimana penerimaan negara dari sektor pajak
tersebut diperoleh dari iuran rakyat yang disetor ke kas negara sesuai dengan
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Pudyatmoko
(2000 : 4) bahwa pungutan pajak didasarkan pada :
a.
Equality,
adalah pungutan pajak yang adil dan merata.
b.
Certainty, adalah
Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenang-wewenang.
c.
Conveinance,
adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan
wajib pajak.
d.
Economy,
Biaya pungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak ditetapkan
seminimum mungkin.
Fungsi pajak terdiri atas dua yaitu:
1.
Fungsi budgetair.
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara.
2.
funsi mengukur (regulerend)
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contohnya:
c.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi kinuman keras.
d.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurai gaya
hidup konsumtif.
e.
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong
ekspor produk Indonesia
di pasaran dunia.
Dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan yakni Undang-Undang
No.17 Tahun 2000, setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari kegiatan
usahanya wajib menyetor ke kas negara pajak atas penghasilan yang diterimanya.
Besarnya kewajiban perpajakan wajib pajak tersebut diatur dalam Undang-Undang
Perpajakan dan peraturan pemerintah.
Penyelenggaraan pembangunan nasional dilakukan oleh negara
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan pemerintah
tersebut yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka pemerintah sangat
mengharapkan dukungan dari rakyat secara aktif membantu pemerintah. Peran aktif
seluruh rakyat dalam membantu pemerintah dapat dilakukan dengan cara membayar
pajak dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
C.
Pajak
Penghasilan
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yakni
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang
memperoleh penghasilan dari kegiatan usahanya wajib membayar pajak ke kas
negara. Besarnya pajak penghasilan dari kegiatan usahanya wajib membayar pajak
ke kas negara. Besarnya pajak penghasilan yang harus disetor ke kas negara
berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000.
Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktifitas
perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti
penjualan, penjualan jasa, bunga, deviden, royalty dan sewa. Tujuan pernyataan
ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pendapatan yang timbul dari
transaksi dan peristiwa ekonomi tertentu.
Pengertian pajak penghasilan menurut Rimsky K. Judisseno (1997
: 76) adalah sebagai berikut:
“pajak
penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang
berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau di perolehnya dalam
tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan
bernegara sebagai suatu kewjiban yang harus dilaksanakannya.”
Pengertian pajak penghasilan tersebut di atas menjelaskan
bahwa pajak penghasilan pemerintah dari sektor pajak yang bersumber dari rakyat
yang berpenghasilan dan merupakan pungutan resmi yang ditujukan atas
penghasilan yang diterima oleh masyarakat dalam tahun pajak. Pajak yang di
pungut oleh pemerintah tersebut dimaksudkan untuk kepentingan negara dan
masyarakat.
Mekanisme pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap
wajib pajak ada yang bersifat langsung yakni di pungut dari pihak kedua yang
disebut sebagai pajak langsung dan ada juga yang tidak langsung yakni di pungut
dari pihak ketiga yang disebut dengan pajak tidak langsung. Mekanisme
pemungutan tersebut terbentuk karena system yang berlaku dalam perhitungan,
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dari masing-masingpajak yang dikelola
oleh negara mempunyai tata cara dan prosedur yang berbeda, dalam pelaksanaannya
dibedakan secara tegas antara pajak langsung dan pajak taidak langsung. Menurut
Rimsky K. Judisseno (1997 : 30) adalah sebagai berikut :
“Yang
dimaksud dengan pajak langsung adalah keadaan dimana wajib pajak harus memikul
sendiri utang pajaknya kepada fiskus dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.”
Pengertian pajak langsung tersebut menjelaskan bahwa wajib
pajak harus bertanggung jawab sendiri atas seluruh kewajiban perpajakan dan
tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pelaksanaan pajak langsung ini,
pengenaan pajak dilakukan secara periodic dan berulang-ulang kepada setiap
wajib pajak yang memenuhi syarat objektifnya.
Sedangkan pajak tidak langsung menurut Remsky K.Judisseno
(1997 : 30) sebagai berikut:
“Pajak
tidak langsung adalah keadaan dimana wajib pajak dapat melimpahkan kewajibannya
kepada pihak lain.”
Pengertian
pajak tidak langsung tersebut menjelaskan bahwa wajib pajak harus bertanggung
jawab atas seluruh kewajiban perpajakannya dan bisa dilimpahkan kepada orang
lain.
Cara pemungutan pajak baik secara langsung maupun tidak
langsung tersebut berbentuk karena system yang berlaku dalam perhitungan,
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dan masing-masing pajak yang di kelola
oleh negara mempunyai tata cara dan prosedur yang berbeda. Sehingga dalam
pelaksanaannya dibedakan secara tegas antara pajak langsung dan tidak langsung.
Contoh pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan nilai
(PPN). Jika diperhatikan lebih seksama, pertimbangan yang diambil dalam teori
dan asas perpajakan lebih banyak menekan masalah subjek dan objek yang
dikenakan, dipotong, dan dipungut pajak. Jadi jenis pajak menurut kriteria
tersebut dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif
adalah jumlah pembayaran pajak yang besar kecilnya tergantung pada status dan
keadaan wajib pajaknya (subjek pajak). Itu berarti bahwa dalam diri wajib pajak
(subjek) melekat status wajib pajak, apakah masih sendiri, kawin, dan/atau
memiliki tanggungan yang merupakan beban yang harus dipikul dari penghasilan
yang diterima sebelum wajib pajak tersebut dinyatakan memenuhi syarat untuk
membayar pajak.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan
pada hari berikutnya. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di kantor Pos
dan Giro dan bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pembayaran
dan
penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Dalam Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000 Tentang pajak
penghasilan pada pasal 6 ayat 1 berbunyi sebagai berikut : besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi.
1.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya
pengelolahan limbah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi
asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
2.
Penyusutan atas
pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun.
3.
Iuran kepada dan pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.
4.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
5.
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6.
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indoensia.
7.
Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya yang
diperkenankan pajak adalah biaya yang telah dikemukakan di atas. Sedangkan
biaya yang tidak diperkenankan pajak diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan
Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang diterapkan pada tanggal
21 Desember 2000 pada bab 1 Pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut : pengeluaran
dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak Wajib Pajak dalam negri dan berbentuk usaha tetap termasuk:
1.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak.
2.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
3.
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
4.
Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan tetapi tidak termasuk deviden
sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak ; dan
5.
Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan
tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak.
D.
Subyek dan
Obyek Pajak
Subyek pajak terdiri dari subyek pajak dalam negeri dan subyek
pajak luar negeri. Subyek pajak dalam negeri meliputi :
1.
Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari,
dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut.
2.
Orang yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia .
3.
Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia .
4.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Subyek
pajak luar negeri adalah :
1.
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan.
2.
Badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia tapi menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia .
Yang termasuk dalam kategori orang pribadi sebagai subyek
pajak adalah pegawai pada umumnya, pegawai tetap, pegawai lepas, pegawai dengan
status Wajib pajak luar negri, penerima pension, penerima honorarium, penerima
upah. Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak badan dalam kepentingan hukum
adalah : badan hukum, perseroan terbatas, perseroan komanditer, usah, dan
perusahaan negara, perusahaan jawatan, perusahaan umum, perusahaan nasional,
koperasi dan yayasan.
Ketentuan-ketentuan mengenai subyek pajak, obyek pajak, tarif
pajak, cara penghitungan pajak, terutang pajak, ketetapan dan penetapan pajak
serta sanksi-sanksi perpajakan yang terutang dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan adalah ketentuan yang menentukan besar kecilnya utang pajak dan
kapan timbul serta berakhirnya utang pajak dan kapan timbul serta berakhirnya
utang pajak. Ketentuan ini dinamakan ketentuan/hukum pajak formal. Kedua
ketentuan itu bisa dimuat dalam satu undang-undang saja atau dalam dua
undang-undang yang berbeda. Ketentuan-ketentuan yang memuat hukum pajak formal
tidak mungkin menimbulkan suatu utang pajak seperti ketentuan-ketentuan hukum
pajak material.
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak
dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Objek pajak penghasilan menurut
Sunarto (202 : 46) adalah penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut Djuanda dan Lubis (2000:21) hal yang termasuk obyek
pajak Penghasilan adalah :
1.
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, komisi, bonus,
honorarium, tunjangan, gratifikasi uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, misalnya, honor koreksi
ujian, uang lembur dan lain-lain.
2.
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
3.
Laba usaha.
4.
Ketentuan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
5.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya.
6.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
7.
Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
8.
Royalti.
9.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
10. Penerima
atau penghasilan pembayaran berkala.
11. Keuntungan
karena pembebasan utang kecuali sebagai obyek pajak atas keuntungan karena
pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra, KUT, KPRSS, KUK dan kredit
kecil (pengertian debitur kecil yaitu utang dengan jumlah tidak lebih dari Rp.
350.000.000) dan hanya dinikmati satu kali dalam satu tahun pajak.
12.
Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing.
13. Selisih
lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi
asuransi
15. Iuran
yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
E.
Tarif Pajak
Penghasilan Badan
Tarif pajak adalah satuan angka dalam bentuk persentase
tertentu yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak terutang atau harus
dibayar oleh wajib pajak.
Tarif
pajak penghasilan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 pada pasal 17 adalah
tarif pajak progressive sebagai berikut :
Bila beromset/peredaran usaha di
atas 50 M, otomatis ia akan terkena tarif Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008,
yaitu sebesar 28 %. Bila peredaran usahanya hanya sebatas 4,8 M maka ia
mendapatkan pengurangan tarif sesuai bunyi Pasal 31 huruf e diatas yaitu
sebesar 50 % x 28%. Langsung dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak nya.
|
METODE
PENELITIAN
A.
Tempat Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis melakukan penelitian pada PT.
Anugrah Widya Pratama yang berkedudukan dan berkantor pusat di Makassar tepatnya di pantai poetere kecamatan Tallo
Utara.
B.
Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian
Kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan cara membaca
buku-buku yang erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini, dan yang akan
digunakan sebagai landasan teori dalam penulisan ini.
2. Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara
mengunjungi objek yang akan di teliti yakni perusahaan tempat pene;itian dan
melakukan wawancara dan Tanya jawab kepada staf perusahaan yang terkait dengan
masalah yang akan di bahas dalam penulisan ini.
C.
Jenis dan
Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang akan dipergunakan dalam penulisan ini
skripsi ini adalah:
a. Data
Kualitatif, yakni data yang berupa informasi tertulis bukan berupa angka angka
dari perusahaan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b. Data Kuantitatif, yakni data yang
berupa angka-angka seperti data Pajak Penghasilan Badan dan data keuangan
perusahaan lainnya.
2. Sumber data
Sumber
data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Data primer, yakni data yang diperoleh
dari objek yang diteliti yang berhubungan langsung dengan pembahasan skripsi
ini.
b. Data sekunder, yakni data yang
diperoleh dari objek yang diteliti yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi
ini.
D.
Metode
Analisis
Metode analisis yang akan digunakan sehubungan dengan
penulisan skripsi ini adalah metode komperatif yakni dengan cara mengemukakan
hal-hal yang terjadi dalam perusahaan dan membandingkan dengan Undang-Undang
Perpajakan No. 17 Tahun 2000 Pasal 17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar