Senin, 10 Juni 2013

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI SARANA UNTUK MEMINIMUMKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT. ANUGRAH WIDYA PRATAMA DI MAKASSAR



 
BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang Masalah
Untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan nasional, pemerintah mengharapkan adanya partisipasi dari seluruh masyarakat. Salah satu bentuk partisipasi yang dapat dilakukan masyarakat adalah dengan membayar pajak dengan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kewajiban seluruh rakyat untuk membayar iuran pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku wajib dilakukan karena menikmati hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang merupakan salah satu wujud nyata pembangunan nasional.
Salah satu jenis pajak yang merupakan kewajiban pengusaha adalah membayar pajak penghasilan badan dari kegiatan usaha yang dilakukan. Namun demikian kewajiban untuk membayar pajak tersebut harus didasarkan atas Undang-Undang Perpajakan yang berlaku saat ini, Undang-Undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan.
Kegiatan operasional perusahaan harus memperhatikan unsur perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam melakukan kegiatan operasional perusahaan harus direncanakan sedemikian rupa agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Setelah membuat perencanaan, langkah selanjutnya adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan, dimana pelaksanaan perencanaan tersebut harus sesuai dengan konsep perencanaan yang ada. Pelaksanaan perencanaan yang ada. Pelaksanaan perencanaan yang telah dilakukan oleh manajemen perusahaan tersebut harus dilakukan pengawasan agar pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Tahap akhir adalah mengevaluasi hasil yang dicapai apakah telah sesuai dengan yang telah direncanakan oleh manajemen perusahaan.
Pajak Penghasilan Badan sesuai dengan Undang-Undang No.36 tahun 2008 pada pasal 17 ayat 1 poin b menjelaskan mengenai tarif Pajak Penghasilan Badan atas Laba Kena Pajak (LKP) sebagai berikut:
Penghasilan Rp. 0 sampai dengan Rp. 50.000.000.             tarif 5%
Penghasilan diatas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000     tarif 15%
Penghasilan diatas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000   tarif 25%
Penghasilan diatas Rp. 500.000.000                                     tarif 30%
Semakin besar laba yang dicapai oleh perusahaan, akan semakin besar pula Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayar oleh perusahaan ke kas Negara demikian pula sebaliknya semakin kecil laba yang dicapai oleh perusahaan akan semakin kecil pula Pajak Penghasilan Badan yang harus disetor oleh perusahaan ke kas Negara.
Tarif pajak tersebut di atas pada prinsipnya ditentukan oleh Undang-Undang Perpajakan yang berlaku sehingga manajemen perusahaan tidak dapat mempengaruhi besarnya tarif pajak tersebut.
Untuk meminimumkan (penghematan) Pajak Penghasilan Badan dapat dilakukan oleh setiap organisasi apapun dengan cara penggelapan pajak dan penghindaraan pajak, penggelapan Pajak Penghasilan Badan dapat dilakukan dengan cara membuat laporan pajak yang tidak sebenarnya dan tidak memberikan data yang tidak sebenarnya atau menyembunyikan sebagian data. Penggelapan Pajak Penghasilan Badan ini melanggar Undang-Undang Perpajakan dan tidak sejalan dengan prinsip manajemen perusahaan. Penghindaran pajak dapat dilakukan oleh perushaan dengan melakukan pengurangan Pajak Penghasilan Badan namun tetap memenuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, sehingga penulis tertarik untuk membahas dengan memilih judul “PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI SARANA UNTUK MEMINIMUMKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT. ANUGRAH WIDYA PRATAMADI MAKASSAR.”

B.           Masalah Pokok
Dengan memperhatikan latar belakang masalah tersebut di atas, yang menjadi masalah pokok dalam penulisan ini adalah : “Bagaimana perusahaan dalam membuat perencanaan pajak dalam upaya meminimumkan Pajak Penghasilan Badan apakah telah memenuhi ketentuan Perpajakan yang berlaku saat ini”.
C.          Tujuan dan Kegunaan Penulisan
  1. Tujuan penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini dalah:
Untuk mengetahui perencanaan pajak pada PT. Anugrah Widya Pratama dalam upaya meminimumkan Pajak Penghasilan Badan.

  1. Kegunaan Penulisan
a       Berguna bagi penulis dalam menambah pengetahuan dalam bidang perpajakan dan perencanaan pajak
b       Sebagai bahan masukan bagi perusahaan bagaimana membuat perencanaan pajak dalam upaya meminimumkan Pajak Penghasilan Badan perusahaan.

















 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.                Pengertian  Perencanaan
Agar kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan terkoordinasi, sangat diperlukan adanya perencanaan. Sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, rencana yang harus dibuat adalah rencana kegiatan operasional yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam satu periode untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Dalam ilmu menejemen menjelaskan bahwa salah satu fungsi pokok manajemen adalah perencanaan, dimana dalam ilmu manajemen menjelaskan bahwa fungsi pokok manajemen terdiri dari perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Perencanaan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen yang pertama harus dijalankan. Sebab tahap awal dalam melakukan aktivitas perusahaan sehubungan dengan pencapaian tujuan organisasi perusahaan adalah dengan membuat perencanaan.
Fungsi pokok manajemen yang kedua adalah melakukan koordinasi dengan bagian yang terkait. Setelah membuat perencanaan pajak, manajemen perusahaan harus melakukan koordinasi dengan bagian yang lain yang terkait dengan pajak seperti bagian pajak, bagian pemasaran yang melakukan penjualan, dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pengeluaran perusahaan.
Tahap selanjutnya adalah melakukan fungsi pokok manajemen yakni pelaksanaan. Perencanaan pajak yang telah dibuat oleh manajemen perusahaan harus dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Perencanaan hasil penjualan harus direalisasikan oleh bagian pemasaran agar rencana yang telah dibuat dapat tercapai, begitu pula dengan rencana biaya harus dikeluarkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Setelah melakukan fungsi pokok yang ketiga, tahap selanjutnya adalah melakukan fungsi pokok manajemen yakni melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perencanaan sangat perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan tidak menyimpang dari rencana yang telah dibuat.
Tahap terakhir dalam proses manajemen adalah evaluasi, yakni dengan melakukan evaluasi apakah pelaksanaan perencanaan yang telah dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, dan apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi perusahaan. Dalam evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan tersebut, perlu dilihat jika apa yang telah direncanakan telah tercapai, maka perlu pengembangan selanjutnya dan memperbaiki kekurangan dari periode sebelumnya.
Definisi perencanaan dikemukakan oleh Erly Suandy (2001, hlm.2) sebagai berikut :
“Secara umum perencanaan merupakan prose penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk menc“apai tujuan perusahaan secara menyeluruh.”

Definisi perencanaan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Definisi perencanaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan menggunakan beberapa aspek yakni :
1.      Penentuan tujuan yang akan dicapai.
2.      Memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar alternatif yang dipilih.
3.      Usaha-usaha atau langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar alternative yang dipilih.
Selain aspek tersebut, perencanaan juga mempunyai manfaat bagi              perusahaan sebagai berikut:
1.      Dengan adanya perencanaan, maka pelaksanaan kegiatan dapat diusahakan   dengan efektif dan efisien.
2.      Dapat mengatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan tersebut, dapat dicapai dan dapat dilakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang timbul seawal mungkin.
3.      Dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul dengan mengatasi hambatan dan ancaman.
4.      Dapat menghindari adanya kegiatan petumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax planning) seperti yang dikemukakan oleh Erly Suandy (2001 : 10) sebagai berikut:
1.      Tindakan melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak (tax planning) ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat wajib pajak merupakan resiko (tax risk) yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak (tax planning) tersebut
.
2.      Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak (tax planning) itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek, maka perencanaan pajak (tax planning) yang, tidak masuk akal memperlemah perencanaan itu sendiri.

3.      Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian (agreement), faktur (invoice) dan juga diperlukan akuntansinya (accounting treatment).

Fungsi perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses pengambilan keputusan sehubungan dengan hasil yang diinginkan, dengan penggunaansumber daya dan pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan pengendalian hasil akhir serta perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencana yang di buat.
Banyak kegunaan dari pembuatan perencanaan yakni terciptanya efesiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan perusahaan, dapat melakukan koreksi atas penyimpangan sedini mungkin, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul menghindari kegiatan, pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
B.                 Pengertian Pajak
Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sector pajak.
Kewajiban setiapa Negara dalam membantu pemerintah dalam pembiayaan kenegaraan dalam hal pembangunan nasional didasarkan atas fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh negara sudah dinikmati oleh seluruh warga negara. Peran aktif seluruh warga negara dalam pelaksanaan pembangunan nasional sangat diharapkan oleh negara agar tujuan negara yakni peningkatan kesejahteraan warga negara dapat tercapai.
Definisi pajak dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997 : 5) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara.

Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Undang-Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada setiap wajib pajak untuk melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor pelayanan pajak. Pajak yang dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam membiayai keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni pembangunan nasional, dimana pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Undang-undang perpajakan yang dimaksud diatas adalah :
·         PPh 21
Yaitu Pajak Penghasilan yang mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.

·         PPh 22
Yaitu merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.

·         PPh 23
Ketentuan dalam pasal 23 undang-undang PPh mengatur pemotongan Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana  dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan subjek pajak dalam negri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luarnegri.

·         PPh 24
Mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negri. Pengkreditan pajak luar negri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tex credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per century limitation.

·         PPh 25
Mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan :
1.      Wajib pajak membayar sendiri (PPh pasal 25).
2.      Melalui potongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, dan 24).

Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan system perpajakan yang dianut oleh pemerintah yakni sistem self-assessment yang berarti wajib pajak melakukan sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan kesadaran dari setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.
Sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku pada saat ini menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang telah menetap di Indonesia selama 183 hari secara berturut-turut  dan memperolah penghasilan dari kegiatan usahanya wajib untuk melakukan kegiatan perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya system self-assessment yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perpajakan, berarti kewajiban perpajakan setiap wajib pajak, dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak ke pemerintah dalam hal ini kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak terdaftar atau berdomisili.
Dalam bukunya, Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Menurut  Golongannya.
a.       Pajak Langsung,
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contohnya : Pajak Penghasilan
b.      Pajak tidak langsung,
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan nilai.
2.      Menurut Sifatnya.
a.       Pajak subjektif,
Yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b.      pajak Objektif,
yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BArang mewah.

3.      Menurut Lembaga Pemungutnya.
a.       Pajak Pusat,
Yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b.      Pajak Daerah,
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas :
·         Pajak Daerah tingkat I (Propinsi), Contoh : Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor.
·         Pajak Daerah tingkat II (Kabupaten / Kota), Contoh : Pajak hotel dan restoran (pengganti pajak pembangunan), Pajak hiburan, dan Pajak penerangan jalan.

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardismo tersebut menjelaskan bahwa penerimaan negara dari sector pajak akan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara, dimana penerimaan negara dari sektor pajak tersebut diperoleh dari iuran rakyat yang disetor ke kas negara sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Pudyatmoko (2000 : 4) bahwa pungutan pajak didasarkan pada :
a.       Equality, adalah pungutan pajak yang adil dan merata.
b.      Certainty, adalah Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenang-wewenang.
c.       Conveinance, adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.
d.      Economy, Biaya pungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak ditetapkan seminimum mungkin.
Fungsi pajak terdiri atas dua yaitu:
1.      Fungsi budgetair.
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2.      funsi mengukur (regulerend)
Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contohnya:
c.       Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi kinuman keras.
d.      Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurai gaya hidup konsumtif.
e.       Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
Dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan yakni Undang-Undang No.17 Tahun 2000, setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari kegiatan usahanya wajib menyetor ke kas negara pajak atas penghasilan yang diterimanya. Besarnya kewajiban perpajakan wajib pajak tersebut diatur dalam Undang-Undang Perpajakan dan peraturan pemerintah.
Penyelenggaraan pembangunan nasional dilakukan oleh negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan pemerintah tersebut yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka pemerintah sangat mengharapkan dukungan dari rakyat secara aktif membantu pemerintah. Peran aktif seluruh rakyat dalam membantu pemerintah dapat dilakukan dengan cara membayar pajak dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

C.                Pajak Penghasilan
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari kegiatan usahanya wajib membayar pajak ke kas negara. Besarnya pajak penghasilan dari kegiatan usahanya wajib membayar pajak ke kas negara. Besarnya pajak penghasilan yang harus disetor ke kas negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000.
Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktifitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penjualan jasa, bunga, deviden, royalty dan sewa. Tujuan pernyataan ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pendapatan yang timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi tertentu.
Pengertian pajak penghasilan menurut Rimsky K. Judisseno (1997 : 76) adalah sebagai berikut:
“pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau di perolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewjiban yang harus dilaksanakannya.”

Pengertian pajak penghasilan tersebut di atas menjelaskan bahwa pajak penghasilan pemerintah dari sektor pajak yang bersumber dari rakyat yang berpenghasilan dan merupakan pungutan resmi yang ditujukan atas penghasilan yang diterima oleh masyarakat dalam tahun pajak. Pajak yang di pungut oleh pemerintah tersebut dimaksudkan untuk kepentingan negara dan masyarakat.
Mekanisme pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap wajib pajak ada yang bersifat langsung yakni di pungut dari pihak kedua yang disebut sebagai pajak langsung dan ada juga yang tidak langsung yakni di pungut dari pihak ketiga yang disebut dengan pajak tidak langsung. Mekanisme pemungutan tersebut terbentuk karena system yang berlaku dalam perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dari masing-masingpajak yang dikelola oleh negara mempunyai tata cara dan prosedur yang berbeda, dalam pelaksanaannya dibedakan secara tegas antara pajak langsung dan pajak taidak langsung. Menurut Rimsky K. Judisseno (1997 : 30) adalah sebagai berikut :
“Yang dimaksud dengan pajak langsung adalah keadaan dimana wajib pajak harus memikul sendiri utang pajaknya kepada fiskus dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.”

Pengertian pajak langsung tersebut menjelaskan bahwa wajib pajak harus bertanggung jawab sendiri atas seluruh kewajiban perpajakan dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pelaksanaan pajak langsung ini, pengenaan pajak dilakukan secara periodic dan berulang-ulang kepada setiap wajib pajak yang memenuhi syarat objektifnya.
Sedangkan pajak tidak langsung menurut Remsky K.Judisseno (1997 : 30) sebagai berikut:
“Pajak tidak langsung adalah keadaan dimana wajib pajak dapat melimpahkan kewajibannya kepada pihak lain.”
Pengertian pajak tidak langsung tersebut menjelaskan bahwa wajib pajak harus bertanggung jawab atas seluruh kewajiban perpajakannya dan bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Cara pemungutan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung tersebut berbentuk karena system yang berlaku dalam perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dan masing-masing pajak yang di kelola oleh negara mempunyai tata cara dan prosedur yang berbeda. Sehingga dalam pelaksanaannya dibedakan secara tegas antara pajak langsung dan tidak langsung.
Contoh pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Jika diperhatikan lebih seksama, pertimbangan yang diambil dalam teori dan asas perpajakan lebih banyak menekan masalah subjek dan objek yang dikenakan, dipotong, dan dipungut pajak. Jadi jenis pajak menurut kriteria tersebut dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah jumlah pembayaran pajak yang besar kecilnya tergantung pada status dan keadaan wajib pajaknya (subjek pajak). Itu berarti bahwa dalam diri wajib pajak (subjek) melekat status wajib pajak, apakah masih sendiri, kawin, dan/atau memiliki tanggungan yang merupakan beban yang harus dipikul dari penghasilan yang diterima sebelum wajib pajak tersebut dinyatakan memenuhi syarat untuk membayar pajak.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan pada hari berikutnya. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di kantor Pos dan Giro dan bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pembayaran
dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Dalam Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000 Tentang pajak penghasilan pada pasal 6 ayat 1 berbunyi sebagai berikut : besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi.
1.      Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengelolahan limbah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
2.      Penyusutan  atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
3.      Iuran kepada dan pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4.      Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5.      Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6.      Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indoensia.
7.      Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya yang diperkenankan pajak adalah biaya yang telah dikemukakan di atas. Sedangkan biaya yang tidak diperkenankan pajak diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang diterapkan pada tanggal 21 Desember 2000 pada bab 1 Pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut : pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negri dan berbentuk usaha tetap termasuk:
1.      Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak.
2.      Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
3.      Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
4.      Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan tetapi tidak termasuk deviden sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak ; dan
5.      Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak.
D.                Subyek dan Obyek Pajak
Subyek pajak terdiri dari subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri. Subyek pajak dalam negeri meliputi :
1.      Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut.
2.      Orang yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
3.      Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
4.      Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subyek pajak luar negeri adalah :
1.      Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
2.      Badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia tapi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Yang termasuk dalam kategori orang pribadi sebagai subyek pajak adalah pegawai pada umumnya, pegawai tetap, pegawai lepas, pegawai dengan status Wajib pajak luar negri, penerima pension, penerima honorarium, penerima upah. Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak badan dalam kepentingan hukum adalah : badan hukum, perseroan terbatas, perseroan komanditer, usah, dan perusahaan negara, perusahaan jawatan, perusahaan umum, perusahaan nasional, koperasi dan yayasan.
Ketentuan-ketentuan mengenai subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, cara penghitungan pajak, terutang pajak, ketetapan dan penetapan pajak serta sanksi-sanksi perpajakan yang terutang dalam peraturan perundang-undangan perpajakan adalah ketentuan yang menentukan besar kecilnya utang pajak dan kapan timbul serta berakhirnya utang pajak dan kapan timbul serta berakhirnya utang pajak. Ketentuan ini dinamakan ketentuan/hukum pajak formal. Kedua ketentuan itu bisa dimuat dalam satu undang-undang saja atau dalam dua undang-undang yang berbeda. Ketentuan-ketentuan yang memuat hukum pajak formal tidak mungkin menimbulkan suatu utang pajak seperti ketentuan-ketentuan hukum pajak material.
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Objek pajak penghasilan menurut Sunarto (202 : 46) adalah penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut Djuanda dan Lubis (2000:21) hal yang termasuk obyek pajak Penghasilan adalah :
1.      Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, komisi, bonus, honorarium, tunjangan, gratifikasi uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, misalnya, honor koreksi ujian, uang lembur dan lain-lain.
2.      Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3.      Laba usaha.
4.      Ketentuan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
5.      Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6.      Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7.      Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8.      Royalti.
9.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10.  Penerima atau penghasilan pembayaran berkala.
11.  Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sebagai obyek pajak atas keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra, KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil (pengertian debitur kecil yaitu utang dengan jumlah tidak lebih dari Rp. 350.000.000) dan hanya dinikmati satu kali dalam satu tahun pajak.
12. Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing.
13.  Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14.  Premi asuransi
15.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16.  Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.


E.                 Tarif Pajak Penghasilan Badan
Tarif pajak adalah satuan angka dalam bentuk persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak terutang atau harus dibayar oleh wajib pajak.
Tarif pajak penghasilan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 pada pasal 17 adalah tarif pajak progressive sebagai berikut :
Bila beromset/peredaran usaha di atas 50 M, otomatis ia akan terkena tarif Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008, yaitu sebesar 28 %. Bila peredaran usahanya hanya sebatas 4,8 M maka ia mendapatkan pengurangan tarif sesuai bunyi Pasal 31 huruf e diatas yaitu sebesar 50 % x 28%. Langsung dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak nya.










 
BAB III
METODE PENELITIAN
A.          Tempat Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis melakukan penelitian pada PT. Anugrah Widya Pratama yang berkedudukan dan berkantor pusat di Makassar tepatnya di pantai poetere kecamatan Tallo Utara.
B.           Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.     Penelitian Kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan cara membaca buku-buku yang erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini, dan yang akan digunakan sebagai landasan teori dalam penulisan ini.
2.      Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara mengunjungi objek yang akan di teliti yakni perusahaan tempat pene;itian dan melakukan wawancara dan Tanya jawab kepada staf perusahaan yang terkait dengan masalah yang akan di bahas dalam penulisan ini.
C.          Jenis dan Sumber Data
1.      Jenis Data
Jenis data yang akan dipergunakan dalam penulisan ini skripsi ini adalah:
a. Data Kualitatif, yakni data yang berupa informasi tertulis bukan berupa angka angka dari perusahaan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b.   Data Kuantitatif, yakni data yang berupa angka-angka seperti data Pajak Penghasilan Badan dan data keuangan perusahaan lainnya.
2.      Sumber data
Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini adalah:
a.    Data primer, yakni data yang diperoleh dari objek yang diteliti yang berhubungan langsung dengan pembahasan skripsi ini.
b.   Data sekunder, yakni data yang diperoleh dari objek yang diteliti yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini.
D.          Metode Analisis
Metode analisis yang akan digunakan sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah metode komperatif yakni dengan cara mengemukakan hal-hal yang terjadi dalam perusahaan dan membandingkan dengan Undang-Undang Perpajakan No. 17 Tahun 2000 Pasal 17.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar