BAB II
DIMENSI-DIMENSI DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah
mengikuti secara aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil
mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1. Menyebutkan dimensi-dimensi yang terdapat dalam
Administrasi Pendidikan.
2. Menjelaskan kegiatan manajemen administrasi dan kegiatan
manajemen operatif
3. Menjelaskan macam-macam teknik manajemen dalam
administrasi pendidikan
4.
Menjelaskan
administrasi pendidikan sebagai suatu proses sosial
5. Menjelaskan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang
kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan.
PEMBAHASAN
MATERI PEMBELAJARAN
Uraikan pada bab
terdahulu tentang administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, baik
menyangkut batasan pengertiannya; faktor dan unsur-unsurnya, dasar dan
tujuannya, maupun fungsi-fungsinya secara terperinci. Namun pemahaman tentang
berbagai aspek tersebut di atas secara keseluruhan sangat bergantung kepada
sudut pandangan atau titik tolak dari mana seseorang melihat dan
dengan kacamata macam mana penglihatan itu digunakan. Tentunya setiap orang diharapkan memandang administrasi
pendidikan itu sama penglihatannya walaupun dengan kacamata yang berbeda. Namun
dalam realitasnya masing-masing orang menggunakan kacamatanya sendiri-sendiri
dengan penglihatannya yang berbeda-beda pula sesuai dengan ukuran
besar-kecilnya kacamata serta luas sempitnya sudut penglihatan dari
masing-masing orang. Hal ini menunjukkan ciri bahwa administrasi pendidikan itu
sendiri merupakan fenomena sosial yang mempunyai “aneka muka“. Oleh karena itu,
knezevich tidak terlalu setuju bila kita
memulai mempelajari administrasi pendidikan dengan menentukan suatu batasan
atau definisi terlebih dahulu. Ia
lebih setuju menganalisis pemahaman administrasi pendidikan itu dari berbagai
sudut pandangan yang dia sebut “dimensi”.
Berdasarkan
pengertian tersebut di atas, maka administrasi pendidikan itu bila dianalisis
secara detail maka terdapat beberapa sudut pandangan (dimensi) antara lain
sebagai berikut:
A.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI SUATU PROSES KEGIATAN MANAJEMEN.
Pengelolaan terhadap seluruh substansi pendidikan bagi
seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi selaku administrator, sangat
diharapkan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang positif terhadap
seluruh fungsi-fungsi manajemen pendidikan. Walaupun diketahui bahwa
fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan adalah bersifat umum dan dapat
diberlakukan pada bidang apapun. Dalam kenyataannya tidak dapat disangkal bahwa
proses kegiatan manajemen dapat pula diterapkan secara luas dalam bidang
administrasi pendidikan, termasuk teknik-teknik manajemen baik yang bersifat
tradisional (convensional) maupun yang modern dewasa ini.
Apabila fungsi-fungsi
manajemen yang diterapkan itu dianalisis secara deteil, maka nampak ada dua
aspek yang mempunyai pengaruh besar dan sangat berperan pada diri setiap
manajer, yaitu akal (mind) dan tindakan (action). Namun oleh Piet A.Sahertian
dkk, menganggap bahwa “pekerjaan administrasi pendidikan bukan hanya
membutuhkan akal (mind) dan tindakan (action) tetapi juga pembentukan sikap.
Dengan demikian, kepada setiap administrator pendidikan dipersiapkan agar
memiliki kompetensi yang dapat
berpikir, bertindak dan bersikap administratif”. (Piet A. Sahertian, dkk, 1982
: 7).
Administrasi pendidiakan
sebagai proses kegiatan manajemen dapat dibedakan atas proses kegiatan pimpinan
(manajer) dan proses kegiatan pelaksana (opration). Hadari Nawawi mengelompokkan
kedua proses kegiatan manajemen tersebut atas :
(a) Proses
kegiatan pimpinan (Manajemen administratif), melaksanakan kegiatan-kegitan yang
bertujuan mengarahkan agar semua orang dalam organisasi mengerjakan hal-hal yang sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Proses
kegiatan ini berjalan melalui tahap-tahap : (a) Perencanaan (planning); (b)
pengorganisasian (organizing); (c)
bimbingan/pengarahan (directing/commanding); (d) koordinasi (coordinating); (e)
pengawasan (controlling), dan (f) komunikasi (communication).Karena itu, proses
ini disebut pula dengan “management of administrative function”.
(b) Proses
kegiatan pelaksanaan (Manajemen operatif), melaksanakan kagiatan-kegiatan yang
bertujuan mengarahkan dan membina agar dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi
beban tugas masing-masing pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan tepat dan
benar. Proses kegiatan pelaksanan ini meliputi : (a) tata usaha; (b)
perbekalan; (c) kepegawaian; (d) keuangan; (e) hubungan masyarakat. Karna itu,
kegiatan ini di sebut pula dengan “management of operative function”. (Hadari
Nawawi, 1981 : 14).
Hendayat Soetopo dan Wasty
Soemanto, (1982:257-258) telah membuat rangkuman spesifikasi yang berhubungan
dengan fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut :
HENRY
FAYOL
U
R W I K
G.
R. TERRY
N E W M A N
L. GULLICK
S
E A R S
A
S S A
G R E G G
JENSON
KONZT
& DONAL
|
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
|
Prevoiring,
organizing, commanding, coordinating dan controlling.
Forcasting,
planning, organizing, directing, coordinating, controlling.
Planning,
organizing, actuating, controlling.
Planning,
organizing, assembling, resources, directing, dan controlling.
Planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.
Planning,
organizing, directing, coordinating, controlling.
Planning,
alocating, resources, stimulating, coordinating, evaluating.
Decision-Making,
Planning, organizing, communicating, influencing, coordinating, evaluating.
Decision-Making,
programming, stimulating, coordinating, appraising.
Deliberating,
decision-making, programming, stulating, coordinating, appraising.
|
L.
ALLIN
L. ALLEN THE
LIANG GIE
PRAJUDI
ATMOSUDIRDJO
SPRIEGEL
|
:
:
:
:
|
Planning,
organizing, staffing, directing, controlling.
Leading,
Planning, organizing, controlling.
Planning,
decision-making, directing, coordinating, controlling, improving.
Planning,
organizing, directing/actuating, controlling.
Planning,
organizing, controlling.
|
Dari semua ahli yang
mengemukakan fungsi-fungsi manajemen tersebut di atas, Pada hakekatnya hanya terdapat
tiga fungsi pokok, yaitu
fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan pengawas
(controlling). Ketiga fungsi pokok tersebut dalam literature diketemukan
minimal ada tiga ahli yang setuju dengan fungsi-funsi tersebut, yaitu Spriegel,
Dalton E. Mc. Farland dan Pariata Westra. Sedangkan dalam prosesnya dapat pula
disarikan menjadi tiga kegiatan utama yaitu kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan
(actuating) dan pengawasan (controlling). Ketiga kegiatan ini penjelasanya
telah diuraikan pada bagian terdahulu dalam diktat/buku ini.
Teknik-teknik Manajemen dalam
Administrasi Pendidikan.
1.
Teknik
Manajemen konvensional.
Teknik manajemen konvensional (tradisional) lebih
menekankan pada aspek mekanisasi dan hubungan kemanusiaan, karena unsur
pengakuan rasional kurang banyak mendapat perhatian. Teknik manajemen konvensional ini dapat pula dibagi atas
empat jenis, yaitu:
(a) Management by personality, yakni teknik manajemen yang
dalam pelaksanaannya banyak menonjolkan kepribadian yang diwariskan oleh pengakuan
akan kewibawaannya dalam mengendalikan organisasi.
(b) Management by
costum, yakni teknik manajemen yang lebih banyak memperhatikan kebiasaan yang
pernah berjalan dan sedang dipakai dalam pengadministrasian. misalnya
kerja-sama dalam bentuk gotong-royong, dan
sebagainya.
(c) Management by reward, yakni teknik manajemen yang
menimbulkan dorongan untuk bekerja dengan diberi motivasi extrinsic. orang
dianggap mempunyai kemauan untuk bekerja
apabila diberi motivasi seperti pujian, hadiah-hadiah yang sesuai dengan
kesenangannya. karena itu produktivitas kerja dalam organisasi ini akan
meningkat apabila motivasi ini tetap dipertahankan, dan akan menurun bila
motivasi tersebut diabaikan.
(d) Management by ligitimation, yaitu teknik manajemen yang
dijalankan disertai dengan pembatasan-pembatasan berupa aturan-aturan
norma-norma) yang dipaksakan kepada para anggota untuk mengikutinya. keadaan
demikian ini akan menimbulkan suasana karyawan yang penuh dengan ketakutan.
2.
Teknik
Manajemen Modern
Berbagai upaya baru telah muncul dalam pengelolaha
proses pendidikan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir yang semakin tajam dewasa ini.
Falsafah dasar dengan prinsip demokrasi Pancasila berkembang dengan
pengakuan yang mendalam akan hakekat kemanusian menjadi motivasi dalam
penerapan teknik-teknik manajemen yang dianggap masih sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan modern antara lain sebagai berikut:
(a) Management
by delegation, member wewenang dan tanggung jawab kepada setiap pimpinan bagian
(unit kerja) dan kepercayaan ini bias dilimpahkan pula kepada bawahannya (unit
terkecil) dibawahnya sesuai dengan tanggun jawabnya. dalam kesatuan hirarki
yang saling menunjang. teknik semacam ini memberikan pengakuan dan kepercayaan
atas prestasi dan kemampuan pada para bawahan (anggotanya).
(b) Management
by system, dilaksanakan dengan melihat kompenen-komponen yang ada dalam
organisasi sebagai suatu kesatuan yang utuh dan saling menunjang.
komponen-komponen tersebut sangat berpengaruh yang sama pentingnya sehingga
salah satunya kurang maka akan mempengaruhi seluruh sistem yang ada.
(c) Management
by objectives, yaitu teknik manajemen yang pelaksanaan seluruh kegiatannya
berorientasi kepada tujuan sebagai kriteria atau patokan keberhasilan. proses
manajemen yang berhasil adalah yang dapat mencapai tujuan. (Hendyat Soetopo dan
Wasty Soemanto, 1982:267-269).
(d) Bagaimanapun
penerapan teknik-teknik manajemen modern telah dianggap efektif dalam administrasi
pendidikan akan tetapi dalam prakteknya teknik manajemen konvensional masih
tetap di perlukan, proses manajemen dalam administrasi pendidikan masih tetap
menerapkan kedua teknik manajemen tersebut secara terpadu sesuai dengan situasi
dan kondisi serta kenyataan-kenyataan praktis yang ada dalam organisasi
pendidikan.
B.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI KEGIATAN KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) DAN PERILAKU
MANUSIA (HUMAN BEHAVIOR).
1.
Administrasi
Pendidikan sebagai Proses Sosial
Administrasi pendidikan sebagai proses sosial dapat
dianalisis dari tiga sudut pandangan, yaitu:
a. Dari
segi strukturnya (structurally), administrasi pendidikan dipandang sebagai
interaksi hubungan antara atasan dan bawahan dan dalam suatu sistem sosial.
b. Dari
segi fungsinya (functionally), tingkatan hubungan yang menunjukkan sebagai
tempat menetapkan dan mengintegrasikan berbagai peranan dan fasilitas untuk
mencapai tujuan dari sisitem sosial tersebut.
c. Dari
segi pelaksanaannya (operationally), yaitu proses administrasi pendidikan dangan
segala konsekuensinya di dalam situasi sosial yang meliputi interaksi dari
orang ke orang. Dalam proses demikian inilah penunjukan kedudukan, pengadaan
fasilitas, organisasi prosedur, pengaturan kegiatan, dan penilaian pelaksanaan
kegiatan itu terjadi. Dalam keadaan demikian, administrasi pendidikan
menunjukan suatu mekanime kerja/jaringan kerja yang melibatkan saling interaksi
antar manusia, alat dan bahan (kurikulum) serta fasilitas lainnya dalam proses
pelaksanaan untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Apabila administrasi pendidikan sebagai
proses sosial ini ditinjau dari segi sistem (system sosial), maka ada dua
kelompok gejala saling berinterksi secara bebas. kedua kelompok gejala tersebut
oleh Getzels dan Guba memberikan istilah sebagai dimensi nomothetic bagi
penekanan harapan institusional, dan dimensi idiographic untuk penekanan pada
kebutuhan personal. (J.W. Getzels dan E.G. Guba, 1957:423-441).
Dijelaskan oleh Ambo Elo Adam, bahwa bilamana teori
Getzels dan Guba ini diaplikasikan kedalam lembaga sosial, maka dapat
dibayangkan memiliki dua dimensi yang
berdiri sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling mempengaruhi. kedua
dimensi itu ialah dimensi sosiologis dan dimensi psikologis. yang pertama,
menunjuk kepada lembaga (institusinya) yang ditandai dengan peranan-peranan dan
harapan-harapan tertentu sesuai dengan tujuan sistem, dan yang kedua, mengacu
kepada individu-individu yang menempati sistem, masing-masing dengan
kepribadian dan disposisi kebutuhan tertentu. tingkah laku sosial dalam sistem
sosial ini dapat dipikirkan sebagai
suatu fungsi dari 2 unsur pokok, yaitu dimensi nomotetik (normatif) dan dimensi
idiografik (personal). dimensi nomotetik meliputi lembaga, peranan, dan
harapan. sedangkan dimensi idiografik terdiri dari indivdu, kepribadian, dan
disposisi (kecenderungan) kebutuhan. (Ambo Elo Adam, 1988:38).
Konsep Getzels dan Guba tentang dimensi nomotetik dan
dimensi idiografik dalam administrasi pendidikan sebagai tingkah laku sosial
dapat dilukiskan secara grafis seperti pada formulasi gambar dibawah ini.
Dimensi Nomotetik
(Nomothetic) = Normatif
Institusi
Peranan Harapan
|
|
Individu Kepribadian Kebutuhan
Dimensi
Idiografik (Idigraphic) = Personal
Gambar 3: Model teori Getzels dan Guba tentang proses
administrasi pendidikan sebagai tingkah laku sosial.
Konsep ini
menjelaskan administrasi pendidikan sebagai suatu proses sosial, dimana
perilaku diterima sebagai fungsi dari dimensi-dimensi nomotetik dan idiografik
dari suatu sistem sosial. dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tindakan
tertentu dapat timbul secara bersamaan dari dimensi nomotetik dan dimensi
idiografik. perilaku sosial itu timbul atau terjadi sendiri dari pola-pola
ekspektasi atau harapan untuk berperilaku dengan cara-cara yang konsisten
sesuai kebetuhan pribadinya.
|
Militer Guru
Seniman
2. Kepemimpinan dan Tingkah laku dalam Administrasi pendidikan
Kepemimpinan
dan kelakuan manusia dalam suatu organisasi pendidikan merupakan dua unsur yang
biasa dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan, sebab keduanya laksana dua bagian
dari sekeping mata uang. apabila tingkah laku manusia dalam administrasi
pendidikan ini dikaitkan dengan kepentingan kepemimpinan, maka secara
konseptual ada tiga model perilaku yang dapat dijelaskan, yaitu perilaku
pemimpin yang memntingkan dimensi idiografik, pemimpin yang mementingkan dimensi
nomotetik dan pemimpin transaksional. konsep Getzel dan Guba (1957:423-441),
melalui Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto (1982:291-293), dijelaskan ketiga
perilaku pemimpin tersebut diatas sebagai berikut:
(a) Pemimpin yang mementingkan dimensi nomotetik
digambarkan sebagai individu yang menekankan harapan institusi dan konformitas
peranan dengan harapan, yang berarti mengabaikan pribadi individu dan kepuasan
pemenuhan kebutuhannya. ia mementingkan ototritas yang dipandang dari status atau
posisi ia pegang. ia lebih menekankan pada peraturan-peraturan dan prosedur
dengan sanksi ekstrinsik. keefektifan pemimpin nomotetik ini lebih banyak
tergantung kepada keberhasilan yang ia harapkan dari para bawahannya.
(b) Pemimpin yang mementingkan dimensi idiografik (lawan
dari dimensi nomotetik). pemimpin tipe ini lebih menekankan dan mementingkan
pribadi individu. harapan organisasional pada individu sangat dibatasi.
otoritas yang dimiliki administrator sangat dibatasi dan didelegarikan kepada
para anggotanya. hubungan dengan individu yang lain didekatkan dengan kebutuhan
pribadi masing-masing individu. pemimpin yang berdimensi ini lebih menekankan
ego atau pribadi para anggota institusi daripada tuntutan institusional.
(c) Pemimpin transaksional, adalah pemimpin yang berusaha
memadukan (mengkombinasikan) dimensi nomotetik dengan dimensi idiografik dalam
sistem kepemimpinannya. pemimpin transaksional memen-tingkan usaha pencapaian
tujuan institusi, tetapi pada waktu yang sama harapan individu tidak diabaikan
dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Ia mengakui secara mendalam hakekat
peranan dan harapan institusi, akan tetapi ia juga mengharapkan tujuan dapat
tercapai dengan memenuhi dorongan dan kebutuhan pribadi individu masing-masing.
dengan demikian, pemimpin transaksional dalam waktu yang sama ia mampu
menerapkan situasi kepemimpinan yang menekankan dimensi nomotetik sekaligus
dimensi idiografik.
Perilaku pemimpin
dalam administrasi pendidikan akan sangat tergantung pada penekanan individu
yang terlibat terhadap ketiga dimensi di atas, tanpa mengabaikan filsafat
yang dianut seseorang sebagai bagian yang menentukan dalam memilih dimensi mana
yang paling sesuai yang akan mewarnai kepemimpinanya dalam administrasi
pendidikan. tentu saja pemimpin pendidikan yang baik selalu berusaha agar dalam
kepemimpinanya tetap berada dalam kondisi yang seimbang dan berusaha
menetralisir masalah-masalah yang mungkin timbul dalam organisasi, bahkan
mungkin dapat menghilangkannya sama sekali.
Dalam berbagai
interaksi (inter dan antar individu) pada sebagian organisasi sering terjadi
konflik, baik yang bersumber dari konflik peranan dalam institusi dengan
kebutuhan pribadi, konflik peranan dengan peranan, maupun konflik pribadi
dengan pribadi, sehingga menyulitkan seorang pemimpin untuk mengatasinya.
(a) Konflik yang bersumber dari peranan dalam institusi
dengan kebutuhan pribadi, misalnya Kepala Sekolah yang akan memimpin rapat
penting menyambut kedatangan Menteri Dikbud. tetapi pada saat yang bersamaan ia
menerima telepon dari Rumah Sakit bahwa anaknya yang bungsu mendapat kecelakaan
lalu lintas dan sedang dalam keadaan gawat di Rumah Sakit.
(b) Konfilk yang bersumber dari peranan dengan peranan,
misalnya: Guru tidak mau disupervisi oleh penilik sekolah tertentu (konflik
disegreement individual). karena berasal dari kelompok yang berbeda, maka
mereka tidak mau bekerjasama (konflik disegreement kelompok). antara dua
pejabat yang berlainan tujuan (ide/harapan) terjadilah pertentangan pendapat
(konflik harapan), dan contoh-contoh lainnya.
(c) konflik yang bersumber dari pribadi dengan pribadi,
misalnya: Individu-individu dalam kelompok memiliki kebutuhan yang berbeda,
maka arah pelaksanaan tugas tidak serasi. ketidakserasian kebutuhan inilah yang
menimbulkan konflik.
Konflik-konflik
tersebut diatas seringkali muncul dalam kegiatan administrasi pendidikan yang
kadang-kadang menimbulkan keteganagn bipolar antara lembaga (institusi) dengan
tujuan dan harapan, serta individu dengan segala kebutuhannya. Disatu pihak
terdapat pribadi (individu) dengan berbagai kebutuhannya, motivasinya dan
ambisinya dalam organisasi. Dilain pihak terdapat harapan dan peranan institusi
dalam mewarnai pola kerja para anggotanya. dalam situasi demikian sering muncul
ketegangan (konflik), karena pimpinan bekerja dengan banyak anggota yang
mempunyai problem yang bervariasi yang harus dipecahkan dengan baik.
Sebuah rumus
dibawah ini dapat membantu kita untuk melihat hubungan kerja para anggota suatu
organisasi yang diwarnai oleh kebutuhan dan perilaku yang berbeda-beda yang
dengannya sering menimbulkan ketegangan (konflik). rumus tersebut adalah : H = S (P+1) (P/2), dimana : H= hubungan, P =
orang yang bekerja, dan S = sifat atau watak pribadi individu.
Misalnya seorang
kepala sekolah bekerja dengan 10 orang guru di sebuah sekolah, maka akan
terjadi hubungan sebagai berikut: H = S (10 + 1) (10/2) =
11 x 5 = 55, ini berarti, seorang kepala sekolah yang bekerja dengan 10 orang
guru itu tidak berarti hanya terjadi 11 hubungan, melainkan akan melayani
55 hubungan pada sekolah yang dipimpinnya. belum lagi dibayangkan, bila setiap
hubungan itu menunjuk kepada satu sifat atau watak, maka kepala sekolah
sekurang-kurangnya berhadapan dengan kemungkinan 55 sifat atau watak (perangai)
yang berbeda-beda pula (kemungkinan H = S). keadaan demikian inilah yang selalu
menimbulkan ketegangan (konflik) dalam proses kerjasama untuk mewujudkan tujuan
administrasi pendidikan. demikian pula macam dan variasi perilaku kepala
sekolah dalam kepemimpinannya.
Menurut A. W.
Widjaja, bahwa perilaku administratif diwarnai atau dipengaruhi oleh banyak
factor, khususnya faktor pemimpin itu sendiri, factor bawahan serta faktor
situasi dimana proses kepemimpinan itu berlangsung. selain itu dijelaskan pula
bahwa bagi setiap pemimpin faktor yang sering mempengaruhi perilakunya antara
lain (a) letar belakang sosial ekonomi; (b)
latar belakang keluarga; (c) situasi masa kini; dan (d) tujuan yang akan dating (cita-cita masa
depan). (A. W. Widjaja, 1985:59). latar belakang tersebut akan memberikan
pandangan jauh kedepan. kesadaran dan pengertian serta sikap bagi seorang
pemimpin. sebagai manusia, setiap bawahan memiliki emosi (perasaan) yang akan
menimbulkan sikap pro dan kontra terhadap peilaku pemimpinnya. persepsi dan kognisi
akan menimbulkan kecenderungan sikap yang bertentangan atau menolak (kontra)
dan untuk menetralisir sikap yang bertentangan tersebut biasanya orang kembali
kepada kepercayaan (conation), sehingga sikap dan peilaku pemimpin tersebut
kembali sewajarnya. A. W. Widjaja, melukiskan perilaku pemimpin dengan latar
belakangnya seperti pada gambar di bawah ini. (1985:60).
Gambar 5 : Sikap Pro dan Kontra
terhadap perilaku pemimpin berdasarkan
Latar belakang kepemimpinanya.
3. Konsep Kepemimpinan
dalan Aministrasi Pendidikan.
Dalam menguraikan
tentang konsep kepemimpinan pendidikan tentunya kita tidak terlepas dari
pandangan kita terhadap konsep kepemimpinan pada umumnya. secara formal,
kegiatan kepemimpinan harus diselenggarakan oleh seseorang yang menduduki
posisi atau jabatan tertentu yang dilingkungannya terdapat sejumlah orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konsep
kepemimpinan, para ahli cenderung mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kemampuan
menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi kelompok orang-orang agar
mereka bersedia melakukan kegiatan-kegiatan (tindakan) yang sesuai dan terarah
pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan yang tepat dan
rasional. ada dua unsur yang dapat diungkapkan dari pengertian kepemimpinan di atas,
yaitu:
(a) Kegiatan menggerakkan orang-orang, yang berarti
keseluruhan proses pemberian motivasi agar bekerja secara ikhlas dan
sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan organisasi.
(b) Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki
keberanian untuk tampil ke depan memberikan bimbingan, mempengaruhi dan
mendorong terwujudnya tindakan-tindakan atau tingkah laku yang terarah pada
tujuan.
Dalam kepemimpinan
pendidikan, faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan dari faktor uang yang
dipimpin. keduanya saling bergantung, sehingga yang satu tidak ada tak mungkin
ada yang lain. sebab itu, kepemimpinan merupakan proses interaksi manusiawi
(human relationship), karenanya setiap pemimpin harus mampu bekerjasama dengan
orang yang dipimpinnya, memberikan bimbingan dan motivasi agar mereka bekerja
dengan ikhlas dan senang hati, tanpa paksaan dan ancaman yang mungkin akan
menimbulkan perasaan takut dan kesetian yang semu. hanya dengan memahami dan
menghayati perasaan dan pikiran serta kebutuhan para anggotanya seserang akan
dapat diterima, dihormati, dihargai dan disegani sebagai pemimpin. kepemimpinan
yang demikian itu sesuai dengan konsep kepemimpinan pendidikan modern yang
dilandasi oleh asas demokrasi yang sangat menghargai harkat dan martabat
manusia sebagai penentu keberhasilan segala aktivitas. sebab, dalam
kepemimpinan pendidikan modern lebih menekankan spesialisasi tugas,
pendelegasian wewenang dan rentangan control yang tepat. untuk itu, penyusun
konsep kepemimpinan pendidikan harus diorientasikan kepada prinsip-prinsip: (1)
partisipasi; (2) kooperasi; (3) hubungan-hubungan kemanusiaan yang akrab, (4)
pendelegasian dan pancaran kekuasaan serta tanggungjawab; (5) fliksibilitas
organisasi tata kerja; (6) kreativitas; (7) obyektivitas dan rasional
dalam segala tindakan.
Dengan berorientasi
kepada prinsip-prinsip diatas, maka dalam kepemimpinan pendidikan sangat
menghargai perubahan-perubahan, member dorongan terhadap usaha-usaha inovasi,
meningkatkan loyalitas, inisiatif dan kreativitas dalam proses pengembangannya.
kerana itu, kepemimpinan pendidikan modern memandang organisasi sebagai suatu
system sosial individu-individu yang dalam aktivitasnya menganut falsafah
“optimisme”, yaitu segala problem (masalah) yang dialami (dihadapi) pasti dapat
diselesaikan secara wajar melalui cara-cara yang rasional dan manusiawi.
Menurut Ross dan Hendry
(ahli sosiologi) dikutip oleh N. A. Ametembum, memandang bahwa kepemimpinan itu
sebagai suatu fenomena interaksional. keduanya berpendapat bahwa fenomena
kepemimpinan dalam masyarakat manusia adalah sebagai suatu hasil interaksi
diantara berbagai indicator sebagai berikut:
(a) Sifat-sifat seseorang
(b) Kebutuhan-kebutuhan struktual dan sifat-sifat kelompok.
(c) Situasi
dimana timbul kepemimpinan
(d) Sifat atau ciri tugas yang diemban
(e) Jenis kelompok dan kualitas para anggotanya
(f)
Iklim
sosial yang terjadi disekitarnya
(g) Harapan-harapan dan tanggapan kelompok terhadap
pemimpin dan apa yang dikerjakannya. (Ametembun, 1974:21)
Mereka berpendapat
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kehidupan kelompok, karenanya tidak
dapat dipisahkan dengan konteks sosial, adat-istiadat dan kultur setempat dan
banyak faktor lainnya. dikatakan oleh Ross dan Hendry, bahwa kepemimpinan
adalah bersifat dinamik, fleksibel dan sensitif dalam menyebarkan interaksi
diantara banyak faktor tersebut diatas. keduanya mengklasifikasikan konsep
kepemimpinan itu atas tiga kategori, yaitu:
(a) Kepemimpinan
sebagai traits within the individual leader
(b) Kepemimpinan
sebagai suatu function of the group, dan
(c) Kepemimpinan
sebagai suatu function of the situation. (Ametembun, 1974:24).
a.
Kepemimpinan
sebagai Traits within the individual leaders
Kepemimpinan dimasa lalu dipusatkan pada diri pemimpin
sebagai seorang pribadi yang mewrisi kepemimpinan secara turun-temurun.
pemimpin dilahirkan, bukan dijadikan atau dibuat (leaders is born not made).
keadaan ini pernah terjadi di Indonesia
pada masa keemasan raja-raja dulu. nanti setelah runtuhnya feodalisme dan
berkembangnya kesadaran demokrasi, barulah timbul pandangan-pandangan baru
bahwa kepemimpinan itu dapat dipelajari pada setiap situasi dan kondisi
tertentu, disamping itu bahwa pemimpin-pemimpin itu bisa dijadikan/dibuat,
bukan dilahirkan (leaders are made, not born).
Dalam teori sifat (traits theory) nampak ada
kecenderungan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang,
sesuatu yang dapat diberikan kepada orang lain/kelompok, dan dapat diterapkan
dalam berbagai situasi sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang sama dalam
kelompok dan situasi yang juga berbeda. untuk mengembangkan fungsi-fungsi
kepemimpinan, seseorang harus membawa sifat-sifat dan kepribadiannya
serta kemampuan-kemampuannya yang ia miliki kepada orang lain. Teori ini
didasarkan kepada pendapat bahwa keberhasilan seseorang pemimpin disebabkan
oleh kelebihan daripada sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin itu sendiri.
sifat-sifat itu dapat berupa sifat-sifat fisik, seperti tinggi badan, raut muka
stamina dan sebagainya. Disamping sifat-sifat fisik, juga sifat kemampuan,
seperti kecerdasan, lancar berbicara,
cepat mengambil sesuatu keputusan yang tepat dan logis, dan sebagainya.
Sedangkan sifat-sifat lain berupa sifat-sifat kepribadian seperti: harga diri kejujuran, keteladan, kebesaran jiwa, tekun dan rajin,
sabar, kerelaan berkorban, penuh pengabdian, dsb.
b.
Kepemimpinan
sebagai suatu function of the Group
Bila konsep pertama dipusatkan pada sifat kepribadian
pemimpn, maka konsep kedua ini kepemimpinan lebih diarahkan pada fungsi pemimpin
dalam kelompok tertentu. Disini kepemimpinan itu dipandang sebagai suatu fungsi
dari pada kelompok. Karena itu, bila konsentrasi pada kelompok makin
besar, maka akan besar pula untuk mengobservasi tingkah laku, mengorganisir
tindakan-tindakan kepemimpinan, melukiskan interaksi antara pemimpin dan yang
dipimpin. Sebab pola interaksi antar individu dalam kelompok lebih ditentukan
oleh struktur kelompok daripada oleh
kepribadian masing-masing anggota kelompok. Kepemimpinan lalu dirumuskan sebagai
suatu struktur daripada kelompok, esensi kepemimpinan lebih ditekankan pada
sifat suatu kelompok daripada sifat suatu kelompok daripada sifat pribadi
individu. Dengan demikian, kepemimpinan bukan terutama terletak pada diri
pribadi pemimpn melainkan dipandang sebagai suatu fungsi daripada struktur
kelompok tadi. Perlu dicatat bahwa, hal ini tidak berarti bahwa apa yang
dibawakan setiap individu bagi kelompok tidak penting. Tiap individu merupakan
unsur-unsur esensil, dan merupakan pula faktor yang dapat membatasi
perkembangan struktur kelompok. Juga bahwa kelompok itu sendiri merupakan pula
faktor pembatas, terutama dilihat sebagai keadaan yang membawakan perubahan
dalam organisasi. Sebab keberhasilan dalam kepemimpinan itu tergantung dari dan
berorientasi kepada kemampuan kelompok. Untuk itu, bagaimana pemimpin kelompok ini
memanfaatkan kemampuan tersebut untuk memperoleh keberhasilan dalam
kepemimpinannya.
c.
Kepemimpinan
sebagai suatu Function of the Situation
Konsep kepemimpinan ini mencoba menganalisis tentang
situasi dimana kelompok itu berada. Kepemimpinan bukanlah sesuatu yang dapat
dioper dan diimport dari luar ke dalam diri si pemimpin. Kepemimpinan ini
timbul, tumbuh, berkembang dan terwujud dalam aspirasi kelompok sebagai akibat
dari rangsangan dan dorongan “situasi” untuk bergerak.
Ketidakpuasan terhadap konsep kepemimpinan yang
berorientasi pada sifat-sifat pribadi individu, kemudian beralih pada
fungsi-fungsi struktur kelompok juga nampaknya tidak cukup, maka konsep
kepemimpinan yang berorientasi pada situasi dimana individu dan kelompok itu
berada menjadi konsentrasi dan sorotan daripada analisis yang terakhir ini. Ini
berarti bahwa kepemimpinan yang diharapkan adalah kombinasi dinamis dari fungsi
individu, fungsi kelompok, dan fungsi situasi dalam proses kepemimpinan. Setiap
pemimpin pendidikan diharapkan berada pada
kombinasi ketiga konsep kepemimpinan itu untuk melaksanakan fungsi-fungsi
kepemimpinannya tanpa mengabaikan : (1) sifat daripada tugas yang dipercayakan;
(2) watak daripada kelompok; (3) sifat-sifat daripada anggota kelompok
(individu); (4) hubungan-hubungan para anggota kelompok tersebut; (5) iklim
sosial (social climate) yang ada pada saat itu, dan (6) proposisi-proposisi
kepemimpinan yang dianut.
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang
mendasarkan teori/konsep ini mempunyai kecenderungan kearah 2 hal.
Pertama:
yang disebut konsideransi (consideration), ialah kecenderungan kepemimpinan
yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan dan gejala lain dalam tingkat
ini, seperti sifat pemimpin yang ramah tamah, selalu membantu kepentingan
bawahan, membela bawahan, bersedia berkonsultasi dengan bawahan, memeberikan
kesejahteraan kepada bawahan, dan sebagainya.
Kedua:
disebut struktur inisiasi (initiating structure), ialah kecenderungan seorang
pemimpin yang memberikan batasan-batasan antara peranan pemimpinan dan peranan
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Kecenderungan kedua ini dapat dilihat
dari berbagai gejala seperti, bawahan diberi instruksi dalam pelaksanaan tugas,
kapan dan bagaimana pekerjaan dilakukan, hasil apa yang dicapai. Kepemimpinan
teori ini selalu membuat standard yang perlu dilaksanakan oleh bawahannya,
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan teori ini, seorang
pemimpin yang ideal, ialah pemimpin yang perhatiannya terhadap bawahan – tinggi
dan terhadap hasil yang ingin dicapai juga tinggi. Singkatnya, tingkah laku
pemimpin dalam teori ini harus selalu disesuaikan dengan situasi “kedewasaan”
bawahan.
Istilah ‘kedewasaan” bagi bawahan, mempunyai komponen
pengertian:
(a) Orang-orang
yang mempunyai tujuan, termasuk kemampuan menyusun tujuan dan dapat mencapai
tujuan tersebut.
(b) Orang-orang
yang mempunyai rasa tanggung jawab, dalam arti orang yang memiliki kemampuan
(kompetensi) dan kemauan (motivasi).
(c) Orang-orang
yangmempunyai pendidikan dan pengalaman
(d) Mempunyai
relevansi dengan tugas, yaitu kemampuan teknis melaksanakan tugas, dn memiliki
rasa percaya pada diri sendiri dan harga diri. (A.W. Widjaya, 1985:34).
Berdasarkan konsep kepemimpinan yang telah diuraikan,
maka lahir pula berbagai pandangan tentang jenis dan sifat kepemimpinan sebagai
berikut:
a. Menurut
bentuknya, kepemimpinan dapat dibedakan atas:
(1)
Tipe
kepemimpinan otoriter (otokratis)
Seorang pemimpin yang bertipe otokritas ialah pemimpin
yang dalam kepemimpinannya memperlihatkan ciri-ciri sbb:
(a) Menganggap
organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadinya.
(b) Tujuan organisasi sama halnya dengan tujuan pribadinya.
(c) Bawahan dianggap dan diberlakukan sebagai alat semata.
(d) Tidak senang (tidak mau) menerima kritikan dan
saran-saran dari bawahannya walaupun untuk sesuatu yang baik.
(e) Dalam kepemimpinannya lebih banyak mengandalkan kekuasaan
formal (otoritas, pangkat dan jabatan).
(f) Dalam menggunakan bawahan, mempergunakan cara paksaan/ perintah
yang mengandung unsur ancaman sebagai hukuman.
(g) Semua tugas yang diperintahkan/diinstruksikan harus
dilaksanakan tanpa banyak membuat alasan.
(h) Tidak terlalu banyak memperkenankan bawahan untuk
bertanya, karena semua perntah dan tugas dianggap jelas dan benar, dan
sebagainya.
(2)
Tipe kepemimpinan Paternalistis
Seorang pemimpin yang bertipe paternalistis dalam
kepemimpinannya selalu memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
(a) Meganggap
bawahan sebagai manusia yang belum dewasa;
(b) Dalam
berbagai situasi ia selalu berusaha melindungi bawahannya;
(c) Kurang
member kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif dan berkembang sendiri;
(d) Sering
berpendapat bahwa dirinyalah yang lebih mengetahui segala sesuatu daripada
orang lain (bawahannya);
(e) Ingin
tetap menjadi pemimpin, karena ia kuatir organisasi yang dipimpinnya akan menjadi
berantakan bila dipimpin oleh orang lain;
(f) Bekerja
keras, karena kurang percaya dan tidak sampai hati member pekerjaan tersebut
kepada orang lain (bawahan) untuk mengerjakannya.
(3)
Tipe
kepemimpinan Kharismatis
Seorang pemimpin yang bertipe kharismatis ialah pemimpin
yang alam kepemimpinannya didasarkan pada kharismatis yang terpencar dari
pribadi pemimpin yang bersangkutan. Pemimpin tipe ini mempunyai daya tarik yang
luar biasa sehingga orang dengan sukarela mau menjadi pengikutnya. Sampai
sekarang, para ahli belum berhasil mengungkap sebab-sebab apa seorang pemimpin
memiliki charisma, ciri-ciri yang dimiliki pemimpin kharismatis ini antara
lain:
(a) Adanya
daya tarik yang luar biasa dari pribadi pemimpin yang bersangkutan, sehingga
orang mau menjadi pengikutnya.
(b) Adanya
rasa kepatuhan yang besar dari para pengikutnya, sehingga para pengikut
kadang-kadang pasrah/menyerah tanpa alasan kepada sang pemimpin tersebut.
(c) Umumnya
bawahan yang dipimpin (pengikut) bekerja tanpa dipaksa tetapi dengan hati yang
ikhlas dan sukarela bekerja untuk kepentingan pemimpin tipe kharismatis ini.
(4)
Tipe
kepemimpinan laissez-faire
Tipe kepemimpinan ini dekat dengan tipe paternalistis
dan merupakan kebalikan dari tipe otoriter dan militeristis. Pemimpin dalam
tipe ini kedudukannya hanya sebagai symbol belaka, karena itu sering dijuluki
sebagai pemimpin simbolis atau pemimpin kebapaan atau bos besar dan semcamnya.
Ciri pimpinan tipe laissez-faire ini antara lain sbb:
Bawahan diberi kebebasan sepenuhnya untuk bertindak dan
mengambil keputusan yang dianggap perlu.
(a) Pemimpn
hanya berfungsi sebagai penasihat, memberikan saran dan pendapat bila dirasa
sangat perlu/penting.
(b) Wewenang
dan tanggung jawab dalam organisasi kurang jelas.
(c) Bawahan bebuat sesuka hatinya karena tidak ada pengawasan
dari atasannya.
(d) Perwujudan pekerjaan menjadi simpang siur dan kacau,
karena tidak ada koordinasi yang jelas
dan bawahan bekerja sendiri-sendiri sesuai keinginannya..
(e) Waktu masuk dan keluar kantor tidak menetu, karena tidak
tergambar secara formal, demikian pula tugas masing-masing anggota organisasi
yang dipimpinnya.
(5)
Tipe
kepemimpinan demokratis
Pengetahuan di bidang
kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe kepemimpinan demokratis adalah yang
paling tepat (ideal) untuk suatu organisasi modern dewasa ini, termasuk
organisasi lembaga-lembaga kependidikan. Dalam kepemimpinan ini, para pemimpin
memperlihatkan ciri-ciri kepemimpinannya sebagai berikut:
(a) Pemimpin
selalu memperhatikan, mengetahui, memper-timbangkan dan menghargai harkat dan
hakekat bawahan sebagai manusia yang mempunyai hak-hak azasi.
(b) Selalu
berusaha agar terdapat keserasian, keseimbangan, dan kesetaraan serta ke
selatan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan bawahan,
(c) Senang
menerima saran, pendapat dan kritikan-kritikan yang bertujuan untuk perbaikan,
(d) Mengutamakan kerjasama dalam usaha mencapai tujuan,
(e) Bersifat mendidik dengan jalan memberikan kesempatan
kepada bawahan untk bekembang,
(f) Berpendapat bahwa keberhasilan adalah hasil usaha bersama
dan bukan dari hasil usaha pimpinan sendiri,
(g) Dalam kepemimpinannya selalu berpegang pada prinsip Ing
ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso dan Tut wuri handayani”.
(h) Berusaha selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan
dengan keberhasilan bersama,
(i) Menerima pendapat yang berbeda tidak untuk
dipertentangkan, tetapi untuk dipertimbangkan/dipertemukan dalam musyawarah
untuk memperoleh mufakat.
Kepemimpinan yang
demokratis ini paling tepat diterapkan di
bumi nusantara Inonesia, karena sesuai
dengan jiwa falsafah Pancasila yang memiliki kewibawaan, jujur, dipercaya,
bijksana, mengayomi, dan berani mawas diri untuk membawa serta memimpin
masyarakat ke dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Menurut
jenisnya, kepemimpinan dapat dibedakan atas:
(1) Pemimpin Formal (Formal
leader)
Pemimpin formal
(resmi), yakni seseorang yang oleh organisasi tertentu diangkat atau ditunjuk
berdasarkan surat keputusan pengangkatannya untuk memangku sesuatu jabatan dan
menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dengan segala hak dan kewajibannya untuk
mencapai ssaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dalam realisasi kepemimpinannya
belum tentu berlangsung efektif. Sampai dimana efektivitas kepemimpinannya
sangat dipengaruhi oleh pola/ bentuk
kepemimpinan yang dijalankan. Pemilihan atau penunjukan seorang pemimpin formal
yang tepat akan memungkinkan ia mampu menggerakkan dan memberi motivasi pada
orang-orang yang dipimpinnya untuk berbuat/melakukan kegiatan-kegiatan secara
sungguh-sungguh dan terarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
(2) Pemimpin informal (Infromal leader)
Pemimpin informal
adalah pemimpin yang muncul dari dalam kelompok sebagai orang yang mampu
menggerakkan dan mempengaruhi sehingga disenangi, dihormati, dan dipatuhi
keputusan-keputusannya. Dari pemimpin informal ini diharapkan adanya peranan
sosial (social role) tertentu yang terwujud dalam partisipasi masyarakat, yang
karena kualitas-kualitas serta sarana tertentu yang dimilikinya diperkirakan
akan dapat memenuhi harapan masyarakat. Peranan sosial tersebut sangat
tergantung dari status yang dimiliki oleh pemimpin informal tersebut dalam
masyarakat. Status sosial tersebut ditentukan oeh beberapa kriteria, misalnya
keturunan, kekayaan, pendidikan, dan ciri-ciri biologis lainnya.
Untuk membandingkan
atau membedakan pemimpin formal dari pemimpin informal, maka ada beberapa cirri
di bawah ini akan mempermudah kita melihat perbedaan tersebut, yang
diantisipasi dalam sebuah daftar sebagai berikut:
Pemimpin Formal
|
Pemimpin Infromal
|
a.
Memiliki legalitas forma (penunjukkan oleh pihak yang
berwenang)
b.
Diberi backing oleh organisasi fomal untuk menjalankan
keputusan-keputusan.
c. Berstatus selaku pemimpin formal selama pengang-katannya masih berlaku.
d. Memperoleh balas jasa yang berkaitan dengan posisinya (jabatannya).
e. Dapat mencapai promosi (kenaikan pangkat formal), dan dapat dimutasikan.
f.
Selalu memiliki fihak atasan.
g.
Harus memiliki syarat-syarat formal lebih dahulu sebelum diangkat.
h.
Diberikan sanksi apabila melakukan kesalahan atau
pelanggaran.
i.
Selama menjadi pemimpin ia harus menjalankan tugas
kegiatannya secara terus menerus sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya.
j. Dalam kepemimpinannya sering kali mendapat pengawasan dari atasannya.
k. Akhir masa kepmimpinannya selalu dimintai pertanggung jawaban.
|
a. Tidak memiliki legalitas penunjukan sebagai pemimpin oleh/dari atasan.
b. Tidak ada backing dari sesuatu organisasi formal untuk menjalankan
keputusan.
c. Berstatus selaku pemimpin inormal selama masyarakat/ kelompok yang dipimpinnya
masih menerima/mengakuinya.
d. Biasanya tidak memperoleh balas jasa material, kecuali diusahakan.
e. Tidak pernah mencapai promosi dan tidak pula dapat dimutasikan.
f. Tidak memiliki atasan dalam arti formal.
g. Tidak memiliki syarat-syarat formal, tetapi disegani/ dipatuhi/diteladani/dan
sebagai sumber bertanya/ tukar pikiran.
h. Tidak ada sanksi secara formal, kecuali berbuat kesalahan akan kurang
ditaati/dipatuhi dan tidak diakui lagi.
i. Selama menjadi pemimpin, kadang-kadang ia melak-sanakan kepemimpinannya,
kadang-kadang tidak.
j. Selama menjalanan tugas selaku pemimpin ia tidak pernah diawasi oleh
siapapun.
k. Akhir masa keemimpinannya ia kadang-kadang mempertanggung jawabakan
kadang-kadang tdak kepada masyarakat.
|
Kalau pemimpin formal
di atas diorientasikan pada seorang Kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan,
maka ia harus mewujudkan sedemikian rupa sehingga tugas-tugas pokok di bawah
ini dapat terealisir.
Tugas-tugas
pokok tersebut antara lain adalah:
a. Membantu
orang-orang dalam masyarakat sekolah merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dengan
jelas, yaitu:
(a) Memperjelas
nilai-nilai dan pandangan-pandangan masyarakat terhadap tujuan pendidikan di
sekolah.
(b) Memberikan
dasar rasional bagi persetujuan mengenai tujuan-tujuan operasional dan
usaha-usaha untuk mencapainya.
(c) Mencari
suatu dasar rasional bagi persetujuan peranan sekolah sebagai salah satu
lembaga pendidikan dari masyarakat.
(d) Memperjelas
peranan badan-badan yang ada di luar sekolah yang dapat diikutsertakan untuk
mencapai tujuan pendidikan.
b. Memperlancar
proses belajar mengajar dengan mengembangkan pengajaran yang lebih efektif,
dengan melalui kegiatan-kegiatan antara lain:
(a) Berinisiatif
mencari penjelasan secara terus-menerus, mengusahakan penerimaan tujuan-tujuan
pendidikan serta usaha untuk mencapai tujuan tersebut.
(b) Mencari
dan mengusahakan memakai konsep perubahan dalam pengembangan pengajaran yang
cocok.
(c) Membuat
proses belajar mngajar menjadi pusat dari semua usaha organisasi pendidikan.
(d) Membuat
sarana yang memadai untuk perubahan institusional maupun individual.
c. Membentuk
atau membangun suatu unit organisasi yang produktif, fungsi kepala sekolah
dalam mewujudkan aktivitas ini adalah:
(a) Mengusulkan
dan mencari kesepakatan mengenai struktur organisasi dan menetapkan hubungan
kerja fungsional yang dituntut dari seluruh anggota staf untuk mencapai
tujuan-tujuan sekolah.
(b) Mencari
penjelasan dan penerimaan bersama peranan-peranan daripada individu-individu
dan bagian-bagian kelompok dalam organisasi.
(c) Menjelaskan
hubungan-hubungan wewenang, tanggung jawab dan kekuasaan diantara
indiidu-individu dan bagian-bagian dalam kelompok.
(d) Membuat
ketentuan-ketentuan komunikasi yang memadai di seluruh antara sekolah dan
badan-badan lain dalam masyarakat.
(e) Memberi penilaian yang memadai secara kontinyu.
d. Menciptakan suatu iklim di mana kepemimpinan pendidikan
dapat tumbuh dan berkembang. Karena iklim dan kondisi-kondisi lingkungan banyak
mempengaruhi tingkah laku manusia, maka pemimpin pendidikan hendaknya peka
terhadap kondisi-kondisi tersebut baik yang menguntungkan maupun yang
menghambat pertumbuhan dalam jabatan. Sebab, suasana pertumbuhan dalam jabatan
sangat tergantung pada tingkah laku para pemimpin formal itu sendiri. Ada
beberapa kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan jabatan (profesi) antara lain
sebagai berikut:
(a) Adanya perasaan guru-guru, bahwa suasana kerja di sekolah
adalah kondusif/mengasilkan kreativitas, eksperimentasi dan aktualiasi
ketrampilan maupun bakat.
(b) Guru-guru yang mengalami kesulitan mengajar harus merasa
bebas untuk meminta bantuan.
(c) Dukungan dan motivasi harus diberikan untuk menjamin
integritas program pengajaran dan yang bekerja untuk memajukannya.
(d) Ketergantungan harus diletakkan pada kepemimpinan secara
mendadak (imergent leadership).
(e) Adanya pemimpin yang dirasakan oleh guru-guru memiliki sifat
suka menolong.
(f) Membantu mencarikan dan memberikan sumber-sumber yang
memadai untuk pengajaran yang efektif. Organisasi tidak akan berkembang dengan
baik tanpa dukungan sumber-sumber yang memadai, baik personal maupun material.
Jenis sumber yang diperlukan untuk mengembangkan organisasi antara lain sebagai
berikut:
(a) Pengetahuan
dan ketrampilan professional.
(b) ketrampilan-ketrampilan dalam memelihara human relations
(c) Pelayanan-pelayanankhusus (kesehatan dan kesejahteraan).
(d) Ketrampilan-ketramilan
organisasional dan konseptual
(e) Sumber-sumber eksternal dari institusi-institusi lain
dsb.
C.
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN DILIHAT SEBAGAI SUATU GUGUSAN SUBSTANSI (WUJUD) PROBLEM-PROBLEM
TERTENTU
Angapan masyarakat tentang pekerjaan administrasi
pendidikan adalah menyangkut kegiatan ketatausahaan (clerical work) sesuai
kenyataan yang ada dewasa ini sudah kurang dibenarkan. Secara konvensional,
administrasi pendidikan banyak mengurus suatu
gugusan substansi tertentu, misalnya mengurus kurikulum (pengajaran), kesiswaan, ketenagaan, keuangan,
material dan alat pelengkapan sekolah/kantor, bahkan mengurus hubungannya
dengan masyarakat dan pemerintah. Memang substansi itulah yang berada dalam
jajaran administrasi dan manajemen pendidikan, sehingga memberi ciri yang dapat
dibedakan dengan ciri dari administrasi pada lembaga-lembaga di luar lembaga
pendidikan. Substansi yang demikian rumit dan kompleksnya, sehingga Knezewich
menyebutnya a cluster of substantive
problems, yang menandai bahwa administrasi pendidikan bukan hanya mengurus pekerjaan
tata usaha tetapi lebih daripada itu sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan pada umumnya.
Calvin Grieder dan Truman N.Pierce dalam bukunya “Public
School Administration” membagi substansi administrasi pendidikan tersebut
(dalam datar isi bukunya hal. vii – viii) melalui Piet A. Sahertian, dkk,
(1982:10). disebutkan sebagai berikut:
(a) Organization
of Public Education
(b) Leadership
in educational administration
(c) Administration
o School special service
(d) Administration
of instructional program
(e) Pupil
personnel administration
(f) Financial
and Business Administration
(g) School
Plant Administration, and
(h) School
Cummunity Relation
Ary H. Gunawan, membagi substansi administrasi
pendidikan tersebut atas 10 bidang garapan yang harus dikuasai administrator
pendidikan, yaitu:
(a) Administrasi
murid
(b) Administrasi
personal sekolah/tenaga kependidikan
(c) Administrasi
kurikulum
(d) Administrasi
fasilitas/sarana pendidikan
(e) Administrasi
tatalaksana pendidikan/tata usaha sekolah
(f) Administrasi
lembaga/organisasi sekolah/organisasi pendidikan
(g) Administrasi
pembiayaan/anggaran pendidikan
(h) Administrasi
hubungan masyarakat/komunikasi pendidikan.
(i) Perencanaan
dan pengembangan pendidikan/ sekolah
(j) Dasar-dasar
Supervisi Pendidikan (Ary H.Gunawan, 981:2).
M. Ngalim Purwanto, membagi substansi administrasi
pendidikan tersebut atas: (a) Ketatausahaan sekolah, (b) Personalia guru, (c)
Personalia murid, (d) Supervisi pengajaran, (e) Pelaksanaan dan pembinaan
kurikulum, (f) Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah, (g) Hubungan sekolah
dengan masyarakat.
Pembagian lain yang terdapat dalam “Ensiklopedi
Pendidikan”, dikutip oleh S.Mochtar
Husain, dkk, (978:1) disebutkan sbb:
(a) Undang-Undang
pendidikan
(b) Personalia (untuk manajemen dan untuk melayani
murid-murid)
(c) Keuangan
sekolah
(d) Pengawasan
pendidikan
(e) Hubungan
masyarakat
(f) Evaluasi,
testing dan membuat raport
(g) Pembangunan
dan pemeliharaan gedung-gedung sekolah
(h) Pembangunan
masyarakat.
Berbagai pendapat di atas nampaknya tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang mendasar, karena pada hakekatnya mereka mempunyai maksud
dan tujuan yang sama, yaitu berusaha mengelola berbagai kegiatan di sekolah
yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan. Aktivitas-aktivitas operasional
administrasi pendidikan ini telah dirumuskan secara sistematis dalam buku
Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Kurikulum tahun 1975 Buku III-D
yang memuat kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(a) Kegiatan
mengatur proses belajar mengajar
(b) Kegiatan
mengatur kesiswaan
(c) Kegiatan
mengatur personalia
(d) Kegiatan
mengatur peralatan penganggaran
(e)
Kegiatan
mengatur dan memelihara gedung serta perlengkapan sekolah
(f) Kegiatan
mengatur keuangan sekolah
(g) Kegiatan mengatur hubungan sekolah dan masyarakat
Keseluruhan kegiatan
yang disebutkan terahir ini akan diuraikan lebih lanjut pada Bab III dan Bab IV
dalam buku/diktat ini.
- PERTANYAAN LATIHAN
1. Sebutkan
dan jelaskan pendapat anda tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam
administrasi pendidikan.
2. Sebutkan
dn jelaskan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam fungsi manajemen
administratif dan kegiatan-keitan dalam fungsi manajemen operatif.
3. Sebutkan
fungsi-fungsi manajemen yang anda ketahui dan buatkanlah sebuah daftar
spesifikasi untuk mengelompokkan masing-masing fungsi tersebut, sesuai
kedudukannya.
4. Sebukan
dan dan jelaskan macam-macam teknik manajemen dalam administrasi pendidikan,
baik yang tradisional maupun modern.
5. Jelaskan
pendapat anda bahwa administrasi pendidikan itu dapat ditinjau sebagai suatu
proses sosial.
6. Bagaimana
tingkah laku sosial seorang guru dilihat dari segi peranan (role) dan
kepribadian (personality)?
7. Buatlah
sebuah gambar teori Getzels dan Guba tentang perilaku sosial tersebut, dan
berikanlah penjelasan seperlunya.
8. Jelaskan
secara singkat disertai sebuah contoh konkrit tentang konflik peranan dalam
isntitusi dengan keputusan pribadi, konflik peranan dengan peranan maupun
konflik pribadi dengan pribadi.
9. Gunakan
rumus yang ada dalam diktat ini dan carilah hubngan yang harus terjadi dalam
organisai pendidikan jika seorang kepala sekolah mempunyai 25 orang bawahannya
(guru).
10. Berdasarkan
hasil perhitungan pada pertanyaan nomor 9 di atas, coba anda buat sebuah gambar
(sosiometri) yang merupakan gambaran dari hubungan-hubungan tersebut.
11. Sebutkan
dan jelaskan sifat-sifat apa saja yang seharusnya dimiliki oleh seorang kepala
sekolah selaku pemimpin pendidikan.
12. Jelaskan secara singkat konsep kepemimpinan di bawah ini:
a. Kepemimpinan
sebagai traits within the individual leader
b. Kepemimpinan
sebagai suatu function of the group
c. Kepemimpinan
sebagai suatu function of the situation.
13. Jelaskan
secara singkat bentuk-bentuk dan jenis-jenis kepemimpinan pendidikan yang anda
ketahui. Sebutkan ciri-ciri dari kepemimpinan tersebut secara jelas.
14. Jelaskan
secara singkat, tugas-tugas pokok kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan.
15. Substansi
apa sajakah yang terdapat dalam administrasi pendidikan? Jelaskan !
16. Buatlah
sebuah daftar spesifikasi yang memuat pengelompokkan substansi-substansi dalam
administrasi pendidikan, menurut para ahli dan tempatkan dalam datar dimana
persamaan dan perbedaan dari substansi-substansi tersebut.
17. Menurut
pendapat anda, substansi mana yang paling tepat seharusnya ada dan dilaksnakan
pada sekolah-sekolah kita dewasa
ini. Kemukakan alasan anda memiliki substansi-substansi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar