BAB I
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tujuan
Pembelajaran
Setelah mengikuti secara
aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.
Menjelaskan perkembangan Administrasi Pendidikan di
Indonesia
2.
Membedakan pengertian Administrasi Pendidikan dengan
Administrasi Sekolah
3.
Menjelaskan faktor-faktor dan unsur-unsur Administrasi
Pendidikan
4.
Menjelaskan dasar dan tujuan Administrasi Pendidikan
5.
Menjelaskan fungsi-fungsi Administrasi Pendidikan.
PEMBAHASAN
MATERI PEMBELAJARAN
A. PENDAHULUAN
Disadari atau tidak, dalam realitasnya manusia hidup di
abad modern sekarang ini selalu berada dan berhadapan dengan berbagai masalah.
Masalah tersebut silih berganti dari masalah yang satu ke masalah yang lain dan
seterusnya sampai akhir hayat manusia. Rentetan masalah tersebut dapat
dipastikan akan dialami oleh setiap manusia yang pernah hidup, baik masalah
sosial-budaya, masalah ekonomi, masalah politik, maupun kenegaraan dengan kadar
masalah yang bertingkat-tingkat sesuai dengan masalah yang dialaminya.
kompleksitas masalah yang demikian rumit ini dapat dibayangkan, apabila manusia
tidak berupaya mencari cara untuk mengaturnya, mungkin dunia inipun telah
hancur sejak dahulu kala. Pengaturan dimaksud untuk mengarah kepada usaha
kelancaran, keteraturan, kedinamisan dan ketertiban sehingga kesenjangan dalam
hidup dapat diatasi semaksimal mungkin. Hal ini mutlak diperlukan
pengadministrasian untuk mengaturnya agar kehidupan ini menjadi lebih baik.
Seperti apa yang diungkapkan oleh S.P. Siagian dengan
mengutip pendapat Albert Lopawzley, bahwa ”abad ini adalah abad administrasi”.
Tidak ada suatu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari
administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan
sangat bergantung suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan
masalah-masalah masyarakat modern”. (S.P. Siagian, Filsafat Administrasi,
1980:1-2)
Demikian pula perkembangan dunia
pendidikan dewasa ini yang sudah demikian pesatnya, baik sistem, metoda
maupun penggunaan alat-alat kerja yang serba otomatis, akan tetapi untuk
mencapai hasil kerja secara maksimal tanpa mengorbankan unsur-unsur
kemanusiaan. Usaha pembinaan, pengembangan dan pengendalian ini sangat
diperlukan penerapan administrasi dan supervisi pendidikan di lingkungan kerja
masing-masing, khususnya pada lembaga-lembaga pendidikan.
Diberbagai lembaga pendidikan
terdapat sejumlah manusia, baik yang berkedudukan sebagai pimpinan ataupun
sebagai tenaga pelaksana, rasanya tidak cukup jika mereka hanya dibekali dengan
pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan saja, mereka harus dibekali
pula dengan kemampuan administratif. Dengan kata lain, para petugas pendidikan
di sekolah (Kepala Sekolah, penilik sekolah, pengawas, guru dan personil
sekolah lainnya) tidak hanya dituntut kemampuan profesional dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan kependidikan, akan tetapi juga kemampuan dalam mengelola
administrasi pendidikan, yang mengharuskan mereka memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan keahlian serta bersikap selaku administrator yang profesional
pula. Kemampuan profesional tersebut terutama menyangkut aspek-aspek yang
berkenaan dengan pengendalian kerjasama seperti kemampuan menyusun perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, pembimbingan/ pengarahan, supervisi dan
evaluasi pendidikan serta kemampuan mewujudkan komunikasi yang harmonis antar
para pelaksana pendidikan di sekolah guna meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan di lingkungan lembaga masing-masing.
Kemampuan administratif seperti
tersebut di atas adalah sesuai pula dengan kebijaksanaan mengenai Sistem PGBK
(Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi) yang perlu diberikan dan dipersiapkan
bagi calon guru dan kepala sekolah awal mungkin tanpa harus menunggu bila
mereka telah menjadi guru atau kepala sekolah, pengawas atau penilik sekolah
seterusnya. Sangatlah bijaksana apabila seawal mungkin para pelaksana
pendidikan di sekolah dibekali kemampuan administrasi agar mereka: ”Mengenal
dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah dengan baik”. (Kompetensi 9:
Ary H, Gunawan, 1981:1).
Tuntutan akan kemampuan
administratif seperti tersebut di atas, pada gilirannya menempatkan para
petugas atau pelaksana pendidikan diberbagai tingkat dan jenjang sekolah (dari SD
sampai Perguruan Tinggi) dapat bertanggung jawab terhadap pengelolaan
pendidikan, pada posisi mereka masing-masing apapun sebutan yang diberikan,
baik disebut sebagai administrator, supervisor, pemimpin, maupun disebut
sebagai manajer atau pengelola dan sebagainya. Sebutan-sebutan tersebut di atas
diharapkan tidak hanya merupakan sebutan untuk fungsi administrator tetapi juga
menunjukkan kiat administrator yang baik, seperti kiatnya seorang dokter yang
bertangan dingin yang populer di masyarakat karena ia mampu mendiagnosis dan
menyebutkan berbagai jenis penyakit.
B.
MENGENAL PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
Perkembangan Administrasi di Luar Negeri
Administrasi sebagai fenomena sosial di dalam masyarakat telah ada sejak dahulu kala, lebih-lebih sejak
peradaban manusia berkembang. Tetapi proses penyelenggaraannya baru diselidiki
dan dikenal sebagai ilmu pengetahuan kira-kira pada sekitar akhir abad ke XIX.
Mulanya seorang bangsa Perancis yang bernama Henri Fayol
kelahiran Istambul (1841) mengadakan suatu penelitian dan memperkenalkan
teori-teori administrasi kepada bangsa Perancis. Fayol menganggap pengembangan
ilmu adminstrasi itu sebagai satu-satunya jalan bagi Perancis untuk mengisi
kekurangan/kekosongan tenaga-tenaga pimpinan dengan tenaga-tenaga yang faham
akan pengetahuan administrasi pada waktu itu.
Pada pertama kalinya sekitar tahun 1900, Fayol berceramah
dan mengemukakan pendapatnya di depan sebuah Kongres Pertambangan Baja, dengan
dalilnya bahwa ”pengetahuan teknik saja tidak cukup untuk mengurus suatu
perusahaan industri dengan sewajarnya”. Fayol menyadari bahwa pengetahuan
teknik yang dimiliki tentang apa yang diurus tidaklah cukup, kecuali dilengkapi
dengan pengetahuan tentang bagaimana mengurusnya. Untuk itu, pengetahuan
tentang administrasi perlu dikembangkan.
Perhatian terhadap ilmu administrasi yang demikian
besarnya sehingga akhirnya Fayol bertekad untuk mendirikan sebuah Pusat Studi
Ilmu Administrasi di Paris untuk mengembangkan teori-teori administrasi yang
dimilikinya. Tekad ini dimulai pertama kalinya dengan menerbitkan sebuah
brosurnya yang terkenal dengan judul “Administration Industriallle et
Generale”. Bibit administrasi yang dikembangkan Fayol ini akhirnya terkenal dan
tersebar ke seluruh penjuru dunia, sebab itu Henri Fayol dijuluki sebagai Bapak
Ilmu Administrasi.
Perkembangan ilmu administrasi yang semakin pesat telah
tumbuh pula dengan suburnya di Amerika Serikat yang ikut mempengaruhi
cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu cabang ilmu administrasi
yang menjadi perhatian dalam penyelidikan secara ilmiah ialah “Manajemen
Ilmiah” yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor, yang kemudian ia dikenal
sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (1956-1915). Ide-ide pokoknya yang terkenal
dituangkan dalam sebuah bukunya yang berjudul “The Principles of Scientific
Management” (1911). Demikian pula perkembangan bidang ilmu lainnya seperti
bidang kenegaraan dikembangkan oleh Woodrow Wilson, seorang guru besar ilmu
politik pada Universitas Princeton yang kemudian diangkat sebagai Presiden
Amerika Serikat pada waktu kejayaannya itu. Ia terkenal dengan tulisannya yang
berjudul “The Study of Administration”, telah menggugah perhatian para
sarjana politik di Amerika Serikat akan pentingnya administrasi sebagai subyek
studi dalam rangka ilmu politik. Tulisan-tulisan seperti misalnya Frank J. Goodnow
(awal abad ke XX), William B. Monro (1923), Leonard D. White (1926) tentang “An
Introduction to the Study of Public Administration”; Elton Mayo dan
Fritz Roethlisberger masing-masing sebagai ahli psikologi industri dan
psikologi sosial. Keduanya mengembangkan penelitian tentang hubungan antara
lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja (1927-1932); Mery Parker Follet
(1928-1933) seorang filosof wanita dalam bidang politik dan sosial. Dalam
tulisannya yang menekankan faktor manusia dalam administrasi, dengan
pertimbangan utamanya bahwa problem pokok semua organisasi ialah “bagaimana
mengembangkan dan memelihara dinamika dan hubungan yang rukun dan manusiawi
dalam organisasi; Chester Irving Barnard (1938) mengembangkan toeri
komprehensif dengan mengadakan pendekatan dan analisis tentang perilaku
kerjasama dalam organisasi formal, dalam bukunya berjudul ”The Function of
the Executive”; Herbert Alexander Simon (1947) mengembangkan ide Barnard
dengan menggunakan konsekuensi keseimbangan
organisasi sebagai titik tolak untuk suatu teori motivasi kerjasama yang
formal, dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Administrative Behavior”.
Menurut Simon, tidak ada cara pemecahan yang lebih baik terhadap permasalahn
tertentu, tetapi beberapa cara pemecahan lebih memuaskan dari yang lainnya
melalui pendekatan keperilakuan manusia dalam organisasi.
Dari
kesemua hasil penelitian/experimen, analisis dan konsep (teori-teori)
pengembangan ilmu administrasi tersebut di atas telah mengangkat bangsa Eropa
jauh lebih maju dalam mengenal administrasi sebagai suatu ilmu pengetahuan
hingga dewasa ini.
2.
Perkembangan
Administrasi
Di
Indonesia, administrasi sebagai proses penyelenggaraan yang merupakan gejala sosial
telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenalnya sebagai suatu ilmu pengetahuan.
Pada sekitar abad ke VII dan VIII
Masehi (+ 1.000 tahun lampau)
yaitu pada zaman Majapahit dan Sriwijaya, administrasi sudah ada bersama-sama
dengan expansi kedua kerajaan ini, bahkan lebih maju dan tinggi taraf
penyelenggaraannya baik administrasi negara maupun administrasi niaganya bila
dibadingkan dengan Negara-negara lainnya. Bukti untuk hal ini, ialah pada zaman Majapahit
telah berhasil menyatukan negara-negara yang ada di kawasan nusantara, bahkan
sampai keluar wilayah RI sekarang
ini. Karenanya Majapahit sangat disegani oleh negara-negara di sekitarnya.
Demikian pula Sriwijaya dengan hubungan dagangnya mengarungi lautan dengan
kapal-kapalnya yang megah menjadi terkenal oleh negara-negara yang jauh dari
kawasan Sriwijaya pada saat itu.
Walaupunn
administrasi sebagai proses kegiatan sudah dikenal jauh sebelumnya, namun
sebagai ilmu pengetahuan baru dikenal
pada sekitar tahun 1957, yang
ditandai dengan suatu momentum didirikannya LAN (Lembaga Administrasi Negara)
di Jakarta. Tahun-tahun sebelumnya kegiatan untuk mengembangkan ilmu
administrasi ini telah ada di Indonesia,
seperti:
-
Tahun
1954 Pemerintah pernah mendatangkan
suatu perutusan dari Amerika Serikat untuk mengadakan penelitian tentang
administrasi kepegawaian di Indonesia.
Perutusan ini diketuai oleh Edward H.Litchfield dibantu oleh C. Rankin. Hasil
penelitian ini dirumuskan dalam sebuah saran kepada pemerintah RI, dengan judul
“Training Administration on Indonesia”.
-
Tahun
1959 Pemerintah mengundang kembali suatu tim ahli dari negara yang sama dengan
diketuai oleh Lynton K.Caldwell dengan dibantu oleh Howard L. Timn. Hasil
pertemuan dengan tim inilah yang kemudian mendorong pemerintah RI. untuk
mengembangkan ilmu administrasi melalui LAN tersebut. Dari sinilah berkembang
dan berdirinya berbagai perguruan tinggi dengan fakultas-fakultas yang mengembangkan ilmu
administrasi mulai dari administrasi negara, administrasi niaga, administrasi
pemerintahan, administrasi pembangunan, administrasi pendidikan, administrasi
perkantoran, dan lain sebagainya.
Perhatian
besar pemerintah RI. terhadap pengembangan ilmu administrasi, terutama sekali
karena pada awal-awal tahun kedaulatan dipulihkan, banyak jabatan-jabatan
penting yang semula ditempati oleh orang-orang Belanda menjadi kosong,
sedangkan tenaga-tenaga yang ada sangat kurang kemampuannya untuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga merupakan masalah yang
berat bagi suatu negara baru seperti Indonesia pada waktu itu. Memang pada
zaman kolonial Belanda dulu tidak memberi kesempatan kepada orang-orang Indonesia
untuk menempati jabatan-jabatan administratif yang penting dalam menentukan kebijaksanaan
politik atau jabatan pimpinan yang penting, kalaupun ada maka hanya sedikit
saja yang mempunyai pengalaman administratif. Pendekatan pada waktu itu
administrasi sebagai proses kegiatan yang integral semata-mata diperuntukkan
bagi golongan orang-orang Belanda saja, sedangkan orang-orang Indonesia diabaikan dari
jabatan-jabatan penting dan menentukan kebijaksanaan dalam negara pada waktu
itu.
Semenjak
berdirinya LAN hingga sekarang ini, ilmu administrasi di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
dengan pesat, bahkan masing-masing unsur administrasi yang merupakan suatu
kesatuan telah berdiri sendiri sebagai cabang ilmu pengetahuan juga berkembang
dengan subur di Indonesia. Misalnya:
(a)
Dalam
ilmu organisasi dikembangkan pengetahuan baru tentang organisasi dan metoda
(Organization and Method).
(b)
Ilmu
manajemen dikembangkan pula pengetahuan metodologi pengambilan keputusan
(Decision Making Methology), penelitian operasional (Operational Research),
Network planning dan sebagainya.
(c)
Dari
ilmu komunikasi dalam administrasi dikembangkan pula pengetahuan baru
“Cybernetics”.
(d)
Dari
ilmu administrasi keuangan dikembangkan pula pengetahuan baru “Planning
Programming Budgeting System (PPBS) atau nama lain sekarang sedang popular
yaitu “Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran, disingkat SP4.
(e)
Dari
ilmu tata usaha dikembangkan pula pengetahuan baru yang ada hubungannya dengan
computer seperti “Automatic Data Processing” (ADP), dan Management Information
System” (MIS) dan sebagainya.
(f)
Sementara
diusahakan untuk dikembangkan pula ilmu-ilmu kebudayaan administrasi,
administrasi ekonomi pembangunan dan sebagainya sebagai jawaban atas problem
pembangunan di negara kita sekarang ini dan untuk waktu-waktu mendatang.
Dengan
berkembangnya ilmu administrasi di Indonesia, dewasa ini telah memberi angin
segar dan ramai bagi berdirinya lembaga-lembaga pendidikan, balai pembinaan dan
latihan jabatan pegawai, sekolah-sekolah staf dan calon pimpinan,
penataran-penataran pra jabatan dan dalam jabatan untuk melengkapi dan
meningkatkan ilmu pengetahuan serta disiplin administrasi yang lebih mantap dan
dinamis guna mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa yang pada suatu saat akan
mampu berdiri di ats kemampuan bangsa sendiri tanpa menggantungkan diri kepada
bangsa-bangsa lain.
C.
PENGERTIAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.
Administrasi
pada umumnya
Apabila
kita berkunjung ke suatu kantor atau sekolah dan kita perhatikan dengan cermat,
maka kita akan melihat banyak orang sedang sibuk dengan berbagai kegiatannya.
Disana kita lihat ada orang yang sedang menulis, ada yang sedang menghitung,
ada yang membaca, ada yang sedang berbincang-bincang tentang sesuatu hal dengan
teman atau dengan orang lain, ada yang tengah memikirkan sesuatu hal untuk
dipecahkan, ada yang sedang menerima dan mengirim surat, ada yang sedang
mengetik, ada yang sedang menyusun atau mengatur buku, daftar, arsip, dan
dokumen-dokumen penting, sementara ada pula yang sedang menunjukkan sesuatu
kepada orang lain, bahkan ada pula yang sedang mengamati orang lain (bawahan) sedang
bekerja, dan macam-macam kegiatan lainnya. Semua kegiatan yang telah disebutkan
di atas, baik mereka yang bekerja sendiri-sendiri maupun bekerja bersama-sama
bukanlah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri-sendiri terpisah satu sama
lain, akan tetapi kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu kesatuan yang
terikat oleh suatu tujuan yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dengan kata
lain, kegiatan-kegiatan itu adalah kegiatan yang berencana, terorganisir,
teratur, dan terkontrol/terkendali
secara sistematis, kontinu dan bersasaran untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien.
Kegiatan-kegiatan
yang telah disebutkan di atas adalah merupakan fenomena dari suatu iven yang
memberikan ciri pada administrasi macam mana seseorang atau sekelompok orang itu
melakukannya. Memang kegiatan administrasi sejak dahulu telah ada bahkan dapat
dikatakan bahwa administrasi itu sendiri sama tuanya dengan adanya manusia di
dunia ini, dan berkembang
bersamaan dengan peradaban manusia. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
apabila ada dua orang atau lebih yang bekerjasama melakukan suatu kegiatan
dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu, maka kegiatan tersebut
digolongkan sebagai kegiatan administrasi.
Pada
umumnya pengertian administrasi yang dimaksudkan oleh kebanyakan orang dalam
kehidupan sehari-hari adalah terjemahan dari kata “administratie”
(Belanda) yang sama dengan “clerical-work” (Inggeris) yang berarti tata
usaha. Pengertian ini adalah benar sesuai dengan pengamatan sepintas yang
pernah dialami, akan tetapi masih berada dalam pandangan yang sempit, yang
menyangkut kegiatan-kegiatan dari suatu kantor seperti menyelenggarakan
surat-menyurat, mengatur dan mencatat penerimaan, penyimpanan, penggunaan,
pemeliharaan dan pengeluaran barang-barang, mengurus keuangan, pengarsipan, dan
sebagainya. Keseluruhan kegiatan tersebut di atas adalah merupakan kegiatan
ketatausahaan yang bru merupakan gambaran sebagaian kecil dari keseluruhan
proses administrasi yang sesungguhnya.
Administrasi
dalam pengertian luas adalah terjemahan dari
kata “administration” (Inggeris). Secara etimologis, istilah
tersebut berasal dari bahasa Latin “Administrare. Kata administrare
terdiri dari kata ad + ministrare. Kata Ad mempunyai arti
yang sama dengan kata to dalam bahasa Inggeris yang berate ke atau
kepada; dan kata ministrare mempunyai arti yang sama dengan to serve atau to conduct dalam
bahasa Inggeris yang berarti melayani, membantu, menolong, memenuhi, atau
mengarahkan. Jadi kata administrasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
melayani, usaha untuk membantu, usaha untuk menolong, usaha untuk memenuhi,
usaha untuk mengarahkan dan atau usaha
untuk memimpin semua kegiatan yang telah direncanakan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Sedangkan orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab formal
dalam hierarki organisasi (kelompok kerjasama) untuk memberikan bantuan,
pelayanan, pertolongan dalam usaha itu dinamakan “administrator, yang
pada hakekatnya adalah seorang pelayan atau pembantu yang memberikan service
dalam usaha mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan
pengertian di atas, lalu orang mulai menyusun resep dalam pengertian yang umum
tentang administrasi sebagaimana para ahli di bawah ini.
Herbert
Alexander Simon, dalam bukunya “Public Administration” menyatakan : In its broadest
sense, administration can be defined as the activities of group cooperating to
accomplish common goals. Pengertiannya kurang lebih sebagai berikut: Dalam
pengertian yang terluas, administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dari kelompok orang yang bekerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. (H.A.Simon, 1956:3).
Menurut
Sondang P. Siagian, dalam bukunya “Filsafat Administrasi”, memberikan definisi
administrasi sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia
atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. (S.P. Siagian, 1975 :13). Sedangkan The Liang
Gie dan Sutarto dalam bukunya “Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu
Administrasi” mengemukakan definisi administrasi sebagai berikut : Administrasi
adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang
dilakukan oleh kelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu. (The
Liang Gie, 1977:13).
Berdasarkan
ketiga definisi administrasi di atas, sampailah kita kepada suatu kesimpulan
bahwa “administrasi adalah keseluruhan proses penataan kegiatan dari kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dari
definisi ini, dapat dipetik beberapa pokok pikiran yang merupakan kesamaan
pendapat dari para ahli administrasi, yaitu antara lain:
(1)
Administrasi
merupkan rangkaian kegiatan penataan.
(2)
Kegiatan
penataan itu dilakukan oleh sekelompok orang.
(3)
Usaha
kerjasama sekelompok orang itu mempunyai tujuan tertentu yang disepakati untuk
dicapainya.
Pokok pikiran
tersebut di atas ini memuat beberapa aspek penting yang merupakan faktor
penyebab terjadinya administrasi, yaitu: (a) adanya manusia (dua orang atau
lebih); (b) adanya tujuan yang hendak dicapai; (c) adanya serangkaian tugas
pekerjaan yang harus dikerjakan; dan (d) ada proses kerjasama (proses
penataan).
2.
Administrasi
Pendidikan
Pengertian
administrasi pendidikan sampai pada abad ini masih belum terdapat suatu
komitmen yang uniform dari para ahli tentang definisi administrasi pendidikan. Masing-masing
ahli memberikan definisi yang berbeda-beda dengan dukungan argumentasi yang cukup kuat dan rasional. Dalam realitasnya,
ternyata masih terdapat sebagian orang yang memandang administrasi pendidikan
itu sama dengan administrasi sekolah. (Periksa Pedoman Administrasi dan Supervisi
Pendidikan Buku III-b, Kurikulum 1975 dalam pemakaian istilah tersebut).
Kecenderungan inilah yang mengilhami keyakinan mereka sehingga dalam
mendefinisikan administrasi pendidikan cenderung pula mempersempit
pengertiannya, yaitu dalam konteks yang sama dengan tata usaha sekolah,
administrasi pengajaran, dan administrasi sekolah. Sesungguhnya administrasi
pendidikan itu lebih luas dibanding dengan administrasi tata usaha atau
administrasi pengajaran maupun dengan administrasi sekolah.
Untuk menghindari terjadinya interpolasi penerapan
pengertian, dan untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa administrasi pendidikan itu
lebih luas dari yang lainnya, maka ada beberapa alasan yang menjadi dasar
pertimbangan dalam penulisan ini, yaitu:
a.
Administrasi pendidikan di Indonesia adalah merupakan
bagian atau cabang dari ilmu administrasi umum, khususnya administrasi negara
dimana dalam praktek penyelenggaraan administrasi pendidikan pada umumnya tetap
berhubungan dengan pola penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karena itu, administrasi pendidikan di Indonesia
dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh negara
(pemerintah).
b.
Masalah pendidikan di Indonesia adalah juga masalah
negara. Dasar dan tujuan pendidikan di Indonesia sama dengan
dasar dan tujuan negara, yakni berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena
itu, bagaimana bentuk dan sistem negara kita maka begitu pula pendidikannya.
Administrasi pendidikan pada dasarnya menunjukkan ruang lingkup atau ruang
gerak administrasi ke dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, administrasi
pendidikan pada hakekatnya merupakan applaid ilmu administrasi dalam ilmu
pendidikan, dimana dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian
usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah
orang adalah merupakan obyek atau sasaran kegiatan administrasi pendidikan.
Demikian pula tujuan administrasi pendidikan berkaitan erat dengan tujuan
pendidikan nasional, sebab administrasi pendidikan merupakan alat untuk
mencapai tujuan umum pendidikan nasional.
c.
Wilayah cakupan administrasi pendidikan sama luasnya
dengan wilayah cakupan pendidikan nasional yang dalam praktek
penyelenggaraannya meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal, dan
pendidikan informal. Penyelenggaraan administrasi dalam arti luas tidak hanya
dilaksanakan dalam sistem persekolahan akan tetapi meliputi pula kegiatan di
luar sistem persekolahan, termasuk administrasi pendidikan yang berlangsung di
dalam lingkungan keluarga. Demikian pula fungsi administrator pendidikan.
d.
Administrasi pendidikan memang lebih luas dari
administrasi sekolah. Administrasi sekolah hanya merujuk kepada
kegiatan-kegiatan administrasi yang diselenggarakan di sekolah, sedangkan
administrasi pendidikan berkonfusi dan tersirat dalam konteks yang lebih luas
meliputi pula administrasi pendidikan di luar sistem persekolahan. Ini berarti
kontent administrasi pendidikan di dalamnya memuat sebagian masalah-masalah
administrasi yang diselenggarakan di sekolah.
Gambaran tentang luas-sempitnya
administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, namun untuk merumuskan suatu
pengertian yang lengkap rasanya sulit bagi kita untuk melepaskan begitu saja
dari bayangan kita mengenai pengertian administrasi pada umumnya. Walaupun
suatu rumusan tidak terlalu dapat menjelaskan pengertian secara lengkap dari
keinginan kita, akan tetapi dalam banyak hal paling tidak dapat membantu
mengurangi kesalahtafsiran kita tentang pengertian administrasi pendidikan yang
sesungguhnya.
Chester W.Harris, dalam ”Encyclopedia of Educational
Research”, memberikan pengertian administrasi pendidikan sebagai berikut:
Educational administration is the process of integrating the effort of personal
and utilizing appropriate materials in such a way as to promote effectively the
development of human qualities. (Piet. A. Sahertian, dkk, 1982:4). Maksud
definisi tersebut di atas kurang lebih sebagai berikut: Administrasi pendidikan
adalah suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber
personal dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif
pengembangan kualitas manusia.
Hadari Nawawi pada kesimpulannya berpendapat bahwa:
Administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses
pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan
secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu,
terutama berupa lembaga pendidikan formal.
(Hadari Nawawi, 1981:11).
Sedangkan M.Ngalim Purwanto, dalam bukunya “Administrasi
Pendidikan”, dijelaskan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses
keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan,
pelaporan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang
tersedia baik personil, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. (M.Ngalim Purwanto, 1975:12).
Akhir dari seluruh rumusan pengertian di atas
disimpulkan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan
usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan
atau mendayagunakan segala sumber potensi yang tersedia, baik personil,
material maupun spiritual secara berencana dan sistematis untuk mewujudkan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efktif dan efisien.
Administrasi sebagai suatu proses keseluruhan
menunjukkan rangkaian seluruh kegiatan, mulai dari kegiatan pimpinan sampai
dengan kegiatan pelaksana, dari pemikiran penentuan tujuan pelaksanaan sampai
tercapainya tujuan melalui serangkaian kegiatan pokok yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan, komunikasi,
pengawasan dan penilaian, pembiayaan, pelaporan hingga perencanaan ulang.
Keseluruhan proses kegiatan dimaksud adalah semua proses kegiatan tersebut di
atas dan bukan menunjukkan pada jumlah
proses kegiatan tersebut. Usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang
pendidikan adalah usaha sadar tujuan, yang diselenggarakan oleh orang-orang
yang memang memiliki kesadaran dan kemampuan serta rasa tanggung jawab atas
terselenggeranya pendidikan di lingkungan tertentu, baik formal, maupun
nonformal.
3.
Administrasi
Sekolah
Administrasi
sekolah dalam uraian ini difokuskan pada applaid ilmu administrasi pendidikan
di lingkungan lembaga pendidikan (persekolahan). Pembatasan ini memberi bingkai
pembahasan yang
dikonsentrasikan pada wadah (institusi) tertentu yaitu khusus pada lembaga
pendidikan formal (sekolah), dengan maksud untuk mengurangi atau meniadakan
uraian lebih jauh dan meluas pada hal-hal lain di luar dari sistem
persekolahan. Selain itu, pada administrasi pendidikan cakupannya meliputi
kantor-kantor pendidikan dan kebudayaan dari pusat sampai daerah, maka pada
administrasi sekolah hanya dikonsentrasikan pemikiran khusus pada administrasi
lembaga pendidikan formal termasuk tata usaha sekolah.
Stephen J.Knezevich, dalam bukunya “administration of
Public Education”, mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai
berikut: School administration is a process concerned with creating, maintaining,
stimulating, and unifying the energies within an education toward realization
of the pre determined objective. (Piet A.Sahertian, dkk, 1982:5). Maksudnya
Adminidtrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri dari usaha mengkreasi,
memelihara, menstimulir, dan mempersatukan semua daya yang ada pada suatu
lembaga pendidikan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.
Jan Turang, dalam bukunya “Administrasi Sekolah”
mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai “keseluruhan proses pengendalian,
pengurusan dan pengaturan usaha-usaha untuk mencapai dan melaksanakan tujuan
sekolah. (Jan Turang, 1973:14).
Sedangkan oleh Oteng Sutisna, dalam bukunya “Guru dan
Administrasi Sekolah”, mengemukakan bahwa “administrasi sekolah sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan
memimpin dengan mana tujuan-tujuan sekolah dan cara-cara untuk mencapainya
dikembangkan dan dijalankan. Ini meliputi kegiatan mengorganisasi personil,
membentuk berbagai hubungan-hubungan organisasi, menyalurkan tanggung jawab, merencanakan
kegiatan-kegiatan, mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan pengajaran, membangun
semangat guru-guru, mendorong inisiatif orang-orang dan kerjasama dalam
kelompok ke arah tercapainya tujuan-tujuan dan nilai hasil-hasil dari rencana,
prosedur, serta pelaksanaannya oleh guru-guru di sekolah. (Oteng Sutisna,
1979:3).
Dengan menganalisis maksud dan tujuan serta hakekat dari
pengertian administrasi sekolah tersebut di atas, kiranya cukup sebagai sampel
yang dapat memberikan masukan bagi kita untuk menetapkan suatu kesimpulan sebagai berikut: yang dimaksud dengan administrasi sekolah
adalah keseluruhan proses kegiatan segala sesuatu urusan sekolah yang
dilaksanakan oleh personil sekolah (Kepala Sekolah, dan Stafnya, guru-guru dan
karyawan sekolah lainnya) dalam suatu kerjasama yang harmonis unhtuk mencapai
tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah secara efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka administrasi
sekolah sebagai applaid administrasi pendidikan ke dalam lembaga pendidikan formal
(sekolah) dapat diartikan sebagai berikut:
a.
Administrasi
sekolah adalah suatu proses keseluruhan kegiatan yang berupaya merencanakan,
mengatur (mengurus), melaksanakan dan mengendalikan semua urusan sekolah untk
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
b.
Administrasi
sekolah merupakan suatu proses pemanfaatan segala sumber (potensi) yang ada di
sekolah, baik personil (Kepala sekolah dan stafnya serta guru-guru dan karyawan
sekolah lainnya) maupun material (kurikulum, alat/media) dan fasilitas (sarana
dan prasarana) serta dana yang ada di sekolah secara efektif.
c.
Administrasi
sekolah merupakan suatu proses kerjasama yang meliputi proses social, proses
teknis, proses fungsional dan proses operasional penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
d.
Administrasi
sekolah sebagai suatu alat untuk melaksanakan dan mewujudkan tujuan pendidikan
di sekolah yang meliputi: tujuan umum pendidikan, tujuan institusional (tujuan
lembaga), tujuan kurikuler (tujuan bidang studi atau mata pelajaran), tujuan
instruksional umum (TUP) dan tujuan instruksional khusus (TKP).
e.
Administrasi
sekolah merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu wadah (organisasi)
yang disebut organisasi sekolah dan juga dalam suatu sistem dan mekanisme yang
bersifat normal, karena seluruh penyelenggaraan administrasi sekolah diatur dan
diurus berdasarkan aturan-aturan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Aturan-aturan formal inilah yang membatasi kegiatan-kegiatan pengelolaan
pendidikan yang berhubungan dengan jenis dan tingkat sekolah tertentu, sehingga
kita kenal adanya administrasi SD, administrasi sekolah menengah (SMTP dan
SMTA), administrasi perguruan tinggi, dan sebagainya.
Kesimpulan
dari seluruh pengertian administrasi sekolah di atas, pada hakekatnya dapat
diklasifikasikan atas dua kegiatan utama, yaitu kegiatan administrasi sebagai
usaha pengendalian kegiatan pencapaian tujuan pendidikan di satu pihak, dan
kegiatan operasional kependidikan untuk mencapai tujuan tersebut di pihak yang
lain. Kegiatan operasional kependidikan adalah kegiatan teknis edukatif,
seperti kegiatan belajar mengajar, bimbingan dan konseling, supervisi
pendidikan, dan lain-lain. Untuk melaksanakan tugas-tugas operasional tersebut
secara efektif diperlukan sejumlah tenaga profesional dalam bidang kependidikan
termasuk juga kemampuan profesional di bidang penguasaan materi bidang studi/mata pelajaran di luar bidang
kependidikan. Sedangkan kegiatan administratif kependidikan adalah menyangkut
kemampuan mengendalikan kegiatan operasional tersebut agar secara serempak
seluruhnya bergerak dan terarah pada pencapaian tujuan yang ditetapkan. Tujuan
mana pada dasarnya untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja yang tinggi
dalam menyelenggarakan tugas-tugas operasional yang bersifat teknis edukatif di
lingkungan lembaga pendidikan formal tertentu.
Untuk
membedakan kegiatan administratif kependidikan dan kegiatan operasional
kependidikan, ikutilah contoh yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi sebagai
berikut: Menyusun kurikulum, mengatur agar kurikulum dapat dilaksanakan,
menyediakan dan memelihara peralatan, mengadakan dan mengatur personil untuk
merealisasikan kurikulum dan lain-lain adalah kegiatan yang termasuk dalam
administrasi kependidikan. Sedangkan kegiatan menyusun persiapan mengajar
(SAP), mengajar secara aktual di kelas, membimbing murid-murid untuk belajar
guna mencapai prestasi maksimal sesuai dengan kemampuannya, menyusun dan
melaksanakan evaluasi pendidikan (ujian), dan lain-lain adalah kegiatan yang
ter,asuk dalam operasional kependidikan. (Hadari Nawawi, 1981:11).
Dengan
menguasai pengertian tentang administrasi pendidikan dan administrasi sekolah
beserta contoh-contoh konkrit yang membedakan kegiatan-kegiatan administratif
kependidikan dan kegiatan teknis operasional kependidikan, seyogyanya kita telah
memiliki sebuah konsep yang bulat dengan
langkah dan bahasa yang sama siap menghadapi dan mengeluti tugas-tugas kita
yang akan dating, kapan dan dimanapun, baik dalam usaha yang kecil dan
sederhana maupun dalam usaha yang besar dan kompleks. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Oteng Sutisna, bahwa …. Administrasi itu dimanapun sama,
apakah dalam pemerintahan, perusahaan, atau pendidikan, apakah dalam usaha yang
besar dan kompleks seperti misalnya sebuah departemen pendidikan atau dalam
usaha yang kecil dan sederhana, seperti misalnya sebuah sekolah rakyat. (Oteng
Sutisna, 1964:2). Pokoknya, semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha
besar seperti mengenai perumusan policy, kontrol, perlengkapan dan seterusnya,
sampai kepada usaha-usaha yang kecil dan sederhana sepertinya penjaga sekolah
dsb, (M. Ngalim Purwanto, 1970 :
9), Semuanya itu termasuk dalam kegiatan administrasi pendidikan di sekolah.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus mampu dilaksanakan oleh setiap orang
yang disebut administrator pendidikan yang profesional, kalau tidak maka akan
disebut sebagai seorang tukang. Oleh sebab itu, para administrator pendidikan untuk sekarang,
dan dimasa-masa yang akan datang lebih dituntut kemampuan profesionalnya, yang
diharapkan ia dapat dan mampu:
(a)
Berpikir
administratif (administrative thinking);
(b)
Berperilaku
Administratif (administrative behavior); dan
(c)
Bersikap
administratif (administrative attitude);
- FAKTOR-FAKTOR DAN UNDUR-UNSUR DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Di
beberapa literatur administrasi yang sempat kit abaca, disana diketemukan
istilah faktor dan unsur kadang-kadang dipertukarkan karena sebagian menganggap
kedua istilah itu identik (sama) artinya. Agar supaya kita tidak salah (keliru)
dalam menggunakan kedua istilah ini, baik dalam ungkapan lisan maupun dalam
tulisan, tidak berlebihan jika kita telah lebih dahulu perbedaan kedua istilah
tersebut.
Di
dalam Ensiklopedia Administrasi, dijelaskan bahwa faktor merupakan syarat atau
penyebab terjadinya administrasi. Tidak ada salah satu di antara faktor
tersebut maka tidak aka nada administrasi, karena faktor merupakan sesuatu yang
ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya suatu hasil atau keadaan.
Pengertian faktor lebih luas daripada unsur, sebab kumpulan dari faktor-faktor
itu selalu merupakan penyebab atau pendorong timbulnya sesuatu hal lain yang
merupakan kebulatan. Sedangkan unsur adalah bagian dari sesuatu kebulatan.
Tidak adanya unsur bukan berarti sesuatu kejadian atau suatu akibat itu tidak
ada. Akibat atau kejadian itu ada tetapi kurang sempurna. (Staf Dosen BPA, 1977
: 119).
Untuk
jelasnya perbedaan antara faktor dan
unsur ini, ikutilah contoh konkrit yang dikemukakan oleh Pariata Westra, dkk,
sebagai berikut: Sebuah baju mempunyai faktor, antara lain: kain, benang, dan
tukang jahit (penjahit). Tidak ada ketiga-tiganya atau salah satu diantaranya
faktor tersebut tidaka akan ada baju.
Sedangkan unsur-unsur baju antara lain : saku, kancing, lengan, dan lain-lain.
Hilangnya salah satu diantara unsur-unsur tersebut, baju tetap ada hanya saja baju tersebut kurang sempurna. Jika
baju tersebut diganti dengan administrasi, maka faktor penyebab terjadinya
administrasi tersebut antara lain: sekelompok manusia, usaha bersama, proses
penataan atau penyelenggaraan, dan
tujuan tertentu. (Pariata Westra, dkk., 1980: A.20).
1. Faktor-faktor Administrasi Pendidikan
Pengertian faktor dan unsur dalam administrasi pendidikan
telah jelas bagi kita. Faktor penyebab terjadinya administrasi paling tidak
meliputi empat pokok pikiran (faktor) sebagai berikut:
a. Sekelompok Orang
Yang dimaksud dengan sekelompok orang dalam administrasi
pendidikan pada hakekatnya adalah sekumpulan orang-orang yang jumlah minimalnya
dua orang dan maksimalnya tidak terbatas. Proses administrasi baru terjadi kalau yang melakukan
administrasi itu adalah sekelompok orang
yang sepakat untuk bekerjasama dalam suatu ikatan formal untuk mencapai tujuan
tertentu (tujuan bersama). Disini faktor manusia menjadi amat penting dan
menentukan dibanding dengan unsur administrasi lainnya. Sebab itu, seandainya
ada kegiatan yang dilakukan bukan oleh manusia, misalnya oleh mesin atau
sekelompok mesin menyerupai manusia (umpamanya robot) tetapi kegiatan tersebut tidak ada manusianya, maka hal itu
tidak termasuk dalam lingkup administrasi. Demikian pula jika kegiatan itu
dikerjakan oleh manusia seorang diri dan
bukan merupakan bagian dari suatu kelompok formal, maka kegiatan ini juga tidak
dapa digolongkan sebagai kegiatan administrasi. Begitu pentingnya manusia dalam
administrasi, sehingga ini juga tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan administrasi.
Begitu pentingnya manusia dalam administrasi, sehingga oleh S.P. Siagian
dinyatakan bahwa : Manusia tidak hanya penting tetapi terpenting dalam proses
administrasi dan merupakan salah satu aksioma administrasi. (S.P. Siagian,
1976:7). Suatu kenyataan menunjukkan bahwa administrasi yang baik itu adalah
ditentukan oleh manusia-manusianya,
tanpa manusia akan sulit dibayangkan timbulnya suatu administrasi yang baik.
Sekelompok orang dalam administrasi pendidikan di sekolah biasanya terdiri dari
: Pimpinan sekolah, Wakil pimpinan staf pelaksana, tenaga teknis, guru-guru dan
karyawan administratif (tenaga tata usaha) serta penjaga sekolah dsb.
b. Rangkaian kegiatan penataan (Sistematis)
Faktor penataan sebagai pokok pikiran kedua sekaligus
merupakan suatu ciri yang membedakan kegiatan administrasi dengan kegiatan
lainnya yang juga dilakukan oleh sekelompok orang. Rangkaian kegiatan penataan
ini tidak berdiri sendiri (tunggal) melainkan terdiri dari beberapa kegiatan
yang diwujudkan dalam bentuk:
(1)
Merencanakan kegiatan-kegiatan yang perlu dikerjakan;
(2)
Menyusun dan membagi kerja dalam urutan yang logis;
(3)
Menetapkan hubungan kerja secara hirarkis;
(4)
Mengarahkan dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan secara
harmonis.
(5)
Mengendalikan dan menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan
dalam usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses kegiatan penataan ini termasuk di dalamnya segenap
rangkaian perbuatan melaksanakan (implementasi) semua keputusan yang telah
diambil sebelumnya. Karena itu, administrasi berhubungan dengan apapun yang
akan dilakukan setelah ditetapkan tujuan bersama. Tetapi perlu, bahwa kegiatan
penataan itu bukanlah merupakan kegiatan substantif yang berhubungan dengan
tercapainya tujuan pokok dari usaha kerjasama melainkan hanyalah merupakan
penunjang agar kegiatan substantif tersebut dapat terlaksana dengan baik dan
lancar.
c. Usaha bersama
Yang dimaksud dengan usaha bersama dalam administrasi
pendidikan adalah usaha bersama sekelompok orang untuk melaksanakan dan
mewujudkan suatu maksud tertentu. Usaha kerjasama dalam administrasi ini dapat
digolongkan atas dua sifat kerjasama, yaitu: (a) Kerjasama yang bersifat ikhlas
dan sukarela (Voluntary cooperation), dan (b) kerjasama yang bersifat paksaan
atau semu (Compulsory atau antagonistic cooperation). Kedua macam sifat
kerjasama dalam administrasi ini seringkali terjadi, paling banyak ditentukan
oleh faktor situasi dan kondisi lingkungan kerja serta sifat dari pimpinan itu
sendiri. Kadangkala suatu kerjasama dapat tercipta dengan baik (efektif) dalam
suatu sistem administrasi yang dilakukan atas dasar paksaan dan perintah
semata-mata disertai pengawasan yang ketat. Namun tidaklah berarti bahwa cara
semacam itulah yang terbaik, sebab dalam situasi yang lain kerjasama semacam
itu jarang sekali orang dapat mencapai keberhasilan yang memuaskan, bahkan
kadang-kadang mengalami kegagalan fatal dalam suatu organisasi.
Mekanisme kerjasama yang baik dapat terlihat secara jelas
dalam pembagian kerja dan tergambar
dalam hirarkis yang disusun, tersedianya peralatan dan perbekalan yang memadai
untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah terbagi dalam susunan yang jelas
serta aturan-aturan administratif yang mudah difahami dan dipatuhi dalam usaha
mewujudkan kerjasama tersebut.
d. Tujuan Tertentu
Yang dimaksud dengan tujuan dalam pengertian administrasi
pendidikan, ialah kebutuhan baik jasmani maupun rohani yang harus diperjuangkan
melalui usaha-usaha nyata untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan yang
bersifat rohaniah dalam organisasi dan
administrasi pendidikan ialah memberikan pelayanan rohani untuk mencapai
kepuasan dalam kerja, seperti pemberian layanan
pendidikan dan pengajaran, penataran, penghargaan, dsb. Sedangkan tujuan
yang bersifat jasmaniah ialah memperoleh bantuan balas jasa atas jasa yang
telah diberikan, seperti pemberian gaji, honor, dan tunjangan lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jasmniah, seperti makanan, pakaian,
perumahan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya.
Selain kedua jenis dan sifat tujuan tersebut di atas,
terdapat pula tujuan kegiatan administrasi pendidikan itu sendiri, yaitu
pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat efektivitas dan
efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Tujuan yang disebutkan terakhir ini akan dijelaskan lebih
lanjut dalam Sub Bab: Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan.
2. Unsur-unsur dalam Administrasi Pendidikan
Unsur-unsur dalam administrasi pendidikan adalah sebagai
aktivitas penataan tugas-tugas pokok dari usaha kerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan berturut-turut sebagai berikut:
a. Organisasi
Organisasi merupakan salah satu unsur dari administrasi
sekaligus unsur ini pula merupakan salah satu fungsi atau kegitan adminitratif
pada level pimpinan. Fungsinya untuk mewujudkan suatu sistem dan mekanisme
kerjasama yang lebih baik kompak dan diarahkan pada usaha mengerjakan
tugas-tugas operatif yang lebih tepat guna tercapainya tujuan bersama.
Pengertian tersebut di atas, menunjukkan bahwa organisasi
merupakan suatu proses penataan, pengaturan, penyusunan, pembgian tugas
pekerjaan dari sekelompok orang dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu.dalam pengertian seperti tersebut di atas, unsur organisasi lebih
tepat dinamakan ”pengorganisasian” (organizing).
Langkah pertama pengorganisasian ini diwujudkan melalui
perencanaa, dengan menetapkan bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu yang
akan diselenggarakan oleh unit-unit tertentu. Bidang-bidang (fungsi-fungsi)
tersebut merupakan total sistem yang diarahkan dan bergerak ke arah suatu
tujuan yang sama, yaitu tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap pembidangan
kerja dapat ditempatkan sebagai subsistem yang lebih kecil untuk mengemban
sejumlah tugas yang sejenis sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan kelompok
kerjasama tersebut. Pembidangan semacam ini secara administratif dan
organisatoris harus ditampilkan melalui bagan struktur organisasi formal dengan
mekanisme (kerangka kerja) yang menggambarkan fungsi masing-masing subsistem
dan sub-subsistem dengan wewenang dan tanggung jawab yang bersifat hirarkis
(bertingkat) berdasarkan proporsi beban tugas, sifat pekerjaan dan spesialisasi
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Keadaan demikian ini tidak berarti adanya pengkotakan dalam pembagian kerja
yang terlepas satu sama lain secara terpisah dan mandiri, akan tetapi tetap
merupkan satu kesatuan yang bulat dan seimbang dalam usaha mencapai tujuan
bersama (tujuan organisasi).
Pembidangan kerja dari suatu total sistem menjadi
beberapa subsistem dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Bentuk pembidangan
tersebut seperti apa yang dijelaskan oleh Hadari Nawawi dalam bukunya
”Administrasi Pendidikan”, sbb:
1)
Subsistem yang bersifat struktural, yaitu pembagian
satuan kerja atas dasar hirarki jabatan/kepangkatan dari yang tertinggi sampai
kepada yang terendah. Satuan kerja yang tertinggi sebagai jabatan disediakan
untuk pejabat dengan pangkat tertinggi secara berurutan dan sebaliknya jabatan
terendah untuk petugas dengan pangkat terendah. Dengan demikian dalam struktur
akan terdapat jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Kepala Biro, Kepala
bagian, Kepala seksi, dan Kepala Urusan, sehingga pejabat yang memiliki
kepangkatan tertinggi otomatis menduduki jabatan Kepala dan seterusnya secara
bertingkat menurun sampai jabatan Kepala urusan untuk pangkat yang terendah,
dan sebagainya.
2)
Subsistem yang bersifat fungsional, yakni pembagian
satuan kerja atas dasar fungsi yang diemban masing-masing pejabat. Fungsi dari
subsistem ini dikonsentrasikan pada keahlian atau kemampuan fungsional pejabat.
Karena itu, orang yang ditunjuk untuk jabatan ini harus mampu mewujudkan fungsi
satuan kerja masing-masing atas dasar keahlian dan kemampuannya tanpa
menghiraukan hirarki kepangkatan, karena pada jabatan tersebut bukanlah
merupakan jabatantersebut bukanlah merupakan jabatan yang berjenjang atau
bertingkat.Misalnya, jabatan untuk Koordinator Olahraga, Koordinator Kesenian,
Koordinator Keputrian, Koordinator Kepramukaan, Koordinator UKS, Koordinator
PSB (Perpustakaan), dan lain sebagainya.
3)
Subsistem yang bersifat sektoral, yakni pembagian kerja
berdasarkan struktur organisasi yang terdapat dalam unit organisasi kerja di
atasnya (lebih tinggi), sehingga menjadi
sub-subsistem yang lebih kecil, yang berjalan dari unit kerja yang tertinggi sampai kepada unit kerja
yang terendah. Misalnya, instansi diatasnya membagi satuan kerja di lingkungannya atas : Biro
A, Biro B, Biro C. Pada instansi
di bawah satuan kerja tersebut tersebut adalah Bagian A, Bagian B, dan
bagian C, dan seterusnya Seksi A, seksi B dan Seksi C, hingga sampai pada
Urusan A, urusan B, dan Urusan C di lingkungan instansi yang lebih rendah.
(Hadari Nawawi, 1981 : 28-29).
Dalam praktek organisasi, ternyata jarang sekali kita
ketemukan penggunaan salah astu subsistem tersebut di atgas secara murni, akan
tetapi kerapkali digunakan secara gabungan (kombinasi). Penggunaan subsistem
fungsional yang agak mendekati murini ditemui sebagaian pada kerjasama
sekelompok orang seperti dalam Kepanitiaan, Tim Kerja serta organisasi Sosial
Politik yang pejabatnya dipilih oleh anggota-anggota di dalam organisasi itu
sendiri.
Selain itu, ada tiga bentuk organisasi yang umum dikenal,
ayitu organisasi Lini (Line Organization), organisasi staf (Staff
Organization), dan gabungan keduanya, yaitu organisasi lini dan staf (Line and
staff Organization).
1) Organisasi Lini (Line Organization)
Bentuk organisasi ini sangat sederhana dengan garis perintah
(komando) yang berjalan lurus dari atas ke bawah dalam hubungan kerja yang
cenderung bersifat otoritatif. Setiap petugas hanya bertanggung jawab kepada
pimpinan yang tunggal (pucuk pimpinan) tanpa memperhatikan pengaruh-pengaruh
lain dari kawan sekerja yang sederajat/setaraf. Wewenang sepenuhnya berada pada
pucuk pimpinan, karena itu, bawahan hanya berkewajiban melaksanakan tugas-tugas
yang diperintahkan (dikomando) dari atas secara bertingkat. Disamping itu,
bawahan tidak mempunyai wewenang menentukan kebijaksanaan, kecuali wewenang
untuk melaksanakan tugas yang telah diperintahkan.
2) Organisasi Staf (Staff Organization)
Bentuk organisasi ini mempunyai garis kebijaksanaan yang
menyebar secara horizontal dan dalam hubungan kerja yang bersifat demokratis.
Wewenang dibagi habis menurut jenjang satuan kerja berdasarkan beban tugas
masing-masing. Setiap jenjang satuan kerja yang ada diberi pula wewenang untuk
menentukan kebijaksaan organisasi sejauh tidak bertentangan dengan
kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan. Realisasi pelaksanaan beban kerja (tugas)
setiap satuan kerja bertanggung jawab kepada satuan kerja di atasnya.
3) Organisasi
Lini dan Staf (Line and Staff Organization)
Bentuk
organisasi ini merupakan gabungan (kombinasi) antara bentuk organisasi lini dan
organisasi lini dan organisasi staf. Garis komando bersifat instruktif dan
garis kebijaksaanyang bersifat demokrtis dalam hubungan kerja yang bersifat
kooperatif. Dengan demikian, wewenang yang bersifat prinsipil tetap berada pada
pucuk pimpinan, sedangkan yang lainnya disalurkan secara menyebar pada satuan
kerja sesuai jenjang dan beban tugas masing-masing.
Lain
halnya dengan organisasi kerja yang diselenggarakan oleh pemerintah (termasuk
organisasi di bidang pendidikan), struktur organisasi yang ada biasanya telah
ditetapkan secara resmi oleh instansi di atasnya yang berwewenang. Biasanya
ketentuan organisasi semacam ini dituangkan dalam bentuk Surat keputusan yang isinya memuat antara lain:
(a)
Susunan
dan penjenjangan satuan kerja (pola usaha kerjasama);
(b)
Jabatan-jabatan yang bersifat struktural;
(c)
Perincian hubungan kerja (mekanisme kerja) masing-masing
satuan kerja;
(d)
Perincian tugas yang menggambarkan wewenang dan tanggun
jawab setiap satuan kerja;
(e)
Penentuan kepangkatan untuk dapat menduduki jabatan
tertentu;
(f)
Batas-batas wewenang dari setiap satuan kerja, dsb.
Dengan demikian, untuk mewujudkan penyusunan suatu
organisasi yang baik (efektif) bagi pencapaian tujuan, perlu diperhatikan
beberapa dasar pemikiran sebagai berikut:
(a)
Organisasi yang disusun harus fungsional bagi pencapaian
tujuan;
(b)
Pengelompokkan satuan kerja harus menggambarkan pembagian
yang jelas;
(c)
Organisasi yang baik harus menampakkan usaha mengatur
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dengan tegas;
(d)
Organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol;
(e) Organisasi
yang baik harus fleksibel dan seimbang;
(f) Organisasi
yang baik harus dapat merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan jelas yang
memungkinkan orang lain dapat mengetahuinya.
b.
Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai ”kegiatan
mengendalikan dan memanfaatkan semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu
perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan
tertentu”. (Prajudi Atmosudirdjo, 1984:124). Pencapaian tujuan dalam pemgertian
ini menunjukkan bahwa manajemen mengandung unsur usaha dan proses. Usaha
ditujukan oleh kemampuan pimpinan dan
staf yang terlibat untuk mengarahkan
segala fasilitas yang ada, antara lain alat-alat, benda, ruang tempat
kerja, waktu, metode kerja, uang, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat
mempermudah pelaksanaan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan proses ditujukan oleh jalannya usaha dalam rangka pencapaian tujuan.
Misalnya, melakukan kegiatan usaha perencanaan, membuat keputusan terhadap
masalah-masalah yang timbul, membimbing bawahan, mengkoordinasikan
satuan-satuan dalam pelaksanaan kerja, mengendalikan pelaksanaan kerja,
melakukan penyempurnaan baik bentuk organisasi maupun tata kerja dari usaha
kerjasama tersebut, dsb.
Dalam memimpin proses penataan seperti tersebut di
atas, seorang manajer pada dasarnya bertanggung jawab atas dua macam kegiatan
pokok, yaitu:
(a) Kegiatan
mengarahkan orang-orang (daya/forces), yakni membangkitkan semangat kerja
bawahan, memberikan dorongan (motivasi) agar mereka bekerja lebih giat dan tekun,
menjuruskan (mengarahkan) dan menertibkan mereka agar disiplin dalam melakukan
tugas-tugasnya dengan baik, demi tercapainya tujuan dalam usaha kerjasama
tersebut.
(b) Kegiatan
mengarahkan segala fasilitas (dana/funds/resorces), yaitu menghimpun, mengatur,
memelihara, dan mengontrol segala fasilitas yang ada, berupa alat-alat, benda,
ruang, uang, waktu, metode kerja, serta peralatan lainnya yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang telah direncanakan sebelumnya guna
tercapainya tujuan seoptimal mungkin.
Upaya untuk
menggerakkan orang-orang secara efektif dan mengarahkan segala fasilitas secara
efisien, seorang manajer minimal harus memiliki dua syarat utama, yaitu:
(a) Kualitas
kepemimpinan (quality of leadership), yakni sifat-sifat atau nilai-nilai
pribadi tertentu yang dapat mengangkat martabat kesuksesannya sebagai pemimpin.
(b) Kemahiran
dalam manajemen (managerial skill), yakni kemahiran yang diperoleh dengan
senantiasa belajar dan berlatih secara terus menerus dalam bidang administrasi
umumnya dan dalam bidang manajemen pada khususnya.
Apabila kita ingin mempertegas pengertian kedua
syarat di atas, sulit
bagi kita untuk memisahkan kaitan antara kepemimpinan dan manajemen,
administrasi dan organisasi, pengambilan keputusan dan human relations. Menurut
Soewarno Handayaningrat, kesulitan disebabkan karena, administrasi itu sendiri
pada hakekatnya terdiri dari organisasi dana manajemen (Organization and
Management : Orway Tead), sedang inti daripada manajemen adalah kepemimpinan
(leadership is the key to
management : Dimock and Koening), inti daripada kepemimpinan adalah pengambilan
keputusan (decision making : Prajudi Atmosudirdjo), dan dalam proses
pengambilan keputusan tersebut yang perlu dipertimbangkan oleh manajer ialah
hubungan antar manusia (human relations), terutama antara pimpinan dan yang
dipimpin atau bawahan (S.P. Siagian). Jelaslah, dalam proses pengambilan
keputusan faktor hubungan antar manusia perlu dipertimbangkan sebagai sesuatu
yang amat penting. Karena itu, dikatakan bahwa inti daripada pengambilan
keputusan ialah hubungan antar manusia (human relations). Saling hubungan
antar unsur-unsur tersebut di atas dapat dilukiskan seperti pada gambar di
bawah ini. (Soewarno Handayaningrat, 1982:7).
|
1. Administrasi
2. Organisasi
3. Manajemen 4. Kepemimpinan 5.
Pengambilan
keputusan
6. Human Relations
Dalam prakteknya, keenam komponen tersebut di atas sulit
dipisahkan akan tetapi untuk kepentingan teoritis komponen-komponen tersebut
mengandung pengertian yang dapat dibedakan. Secara kuantitatif, perbedaannya
terletak pada luas sempitnya ruang lingkup masing-masing sebagaimana dilukiskan
pada gambar di atas.
Chester Irving Barnard, mengemukakan tiga tingkat praktek manajer yang berhasil adalah
bertalian dengan : (a)
Pengetahuan tentang pekerjaan (Job know how), (b) Segi-segi khusus dalam
praktek organisasi (Specific organization practice), dan (c)
Pengertian-pengertian yang azasi dan dasar (Principles and fundamentale). Ketiga syarat keberhasilan
tersebut menurut Terry harus dilengkapi pula dengan kemampuan/kemahiran
berpikir sesuai dengan tingkat kedudukannya, yaitu (a) rutin atau telah
terbiasa (routine or habit thinking), (b) pemecahan masalah (problem solving
thinking), dan (c) penciptaan gagasan-gagasan baru (creative thinking). (John
F.Mee, 1956:3). Sedangkan resep Auren Uris, dikatakan bahwa kategori kemahiran
yang perlu dimiliki setiap pejabat pimpinan/manajer adalah: (a) yang bertalian
dengan hubungan kerja kemanusiaan (human
relations skills), seperti bekerja bersama bawahan dan memupuk hubungan baik
dengan atasan; (b) prosedural dan
administratif (prosedural or administrative skills), seperti mengontrol
pekerjaan-pekerjaan tata usaha dan mempergunakan waktu kerja dengan efektif; (c) kematangan pribadi
(personal skills), seperti pengaturan daya ingatan, pemusatan cipta. (Uren
Uris, 1957:212).
Masalah kemahiran (skills) manajer ini oleh Rex F. Marlow
dalam bukunya ”Social Science in Public Relations”, membagi kemahiran
administrator itu atas tiga bagian, yaitu:
(a)
Kemahiran teknis yang cukup untuk melakukan uapay dari
tugas, khususnya yang menjadi tanggung jawabnya (Technical skill) = TS.
(b)
Kemahiran bercorak kemanusiaan yang cukup dalam
bekerjasama guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif yang mampu
menumbuhkan kerjasama diantara anggota-anggota bawahan yang dipimpin (Human
skills) = HS.
(c)
Kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan
antar hubungan dari berbagai faktor yang tersangkut dalam suasana itu, yang
biasa memberikan petunjuk kepadanya dalam mengambil langkah-langkah tertentu
sehingga mencapai hasil yang maksimal bagi organisasi secara keseluruhan
(Conseptual skill) = CS. (Rex. F.Harlow, 1957:189).
Kemahiran-kemahiran tersebut di atas berhubungan erat
dengan tingkat kecakapan/ketrampilan manajer pada setiap organisasi kerja,
seperti:
MTA = Manajer Tingkat Atas (Top Manajer), pucuk
pimpinan yang menempati posisi tertinggi sehingga ia harus bertanggung jawab
terhadap seluruh kegiatan organisasi/lembaga.
MTM = Manajer
Tingkat Menengah (Midle Manager), yakni pimpinan tingkat menengah yang menjabat
sebagai staf pembantu dari Top Manager.
MTB = Manajer
Tingkat Bawah (Lower Manager), yakni pimpinan pelaksana yang bertanggung
jawabatas terwujudnya beban tugas/pekerjaan yang harus dilaksanakan sehari-hari
di lingkungan organisasi/ lembaga.
Ketiga ketrampilan manajer tersebut di atas apabila
dianalisis, maka terdapat dua kelompok fungsi manajer, yaitu :
KMA
= Ketrampilan Manajemen Administratif
(management of Administrative Skills), dan
KMO
= Ketrampilan Manajemen Operatif
(Management of Operative Skills).
Kegiatan
masing-masing dari kedua jenis ketrampilan manajement di atas, dapat dilihat perinciannya pada Bab
II dalam buku ini.
Apabila tingkat-tingkat ketrampilan manajer di atas
dikaitkan dengan kadar fungsinya masing-masing, maka akan nampak gambaran dalam
bentuk sebuah bagan sebagai berikut:
K.M.A
MTA Top
Manager
MTM Middle
Manager
MTB Lower
Manager
Gambar
2. Tingkat-tingkat keterampilan Manajer Pendidikan dan
Batas kewenangannya masing-masing.
Tingkat-tingkat ketrampilan manajemen tersebut di atas
selain menunjuk kepada kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin
(Manajer), juga menggambarkan batas wewenang dan tanggung jawab setiap tingkat
pimpinan pada suatu organisasi formal tertentu.
c. Komunikasi
Komunikasi = Communicare (Latin) yang berrati
memberitahukan atau berpartisipasi, menjadi milik bersama. Secara luas,
komunikasi mengandung pengertian
memberitahukan (menyebarkan) informasi, berita, pesan, pengetahuan,
pikiran, nilai-nilai tertentu, dengan maksud agar menggugah partisipasi dengan
harapan agar hal-hal (informasi) yang diberitahukan tersebut menjadi milik
bersama antara orang yang menyampaikan (komunikator) dengan orang yang menerima
informasi itu (komunikan). Disini komunikasi merupakan kegiatan manusia untuk
berhubungan satu sama lain yang demikian otomatis keadaannya, sehingga sering
kita tidak sadari bahwa ketrampilan berkomunikasi adalah merupakan hasil
kegiatan belajar manusia.
Kegiatan berhubungan satu sama lain adalah bagian yang
hakiki dari kehidupan manusia dalam organisasi dan dalam masyarakat. Dengan
kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai manusia apabila dijauhkan
dari melakukan kegiatan komunikasi sesamanya. Demikian pula halnya
penyelenggaraan administrasi pendidikan, kegiatannya tidak akan berjalan lancar
apabila komunikasi kurang dijalin dengan baik diantara sesama anggota dan
dengan orang lain dalam suatu organisasi. Hal ini akan menentukan pula
lancar-tidaknya usaha kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.
Apabila uraian di atas dianalisis, maka dalam komunikasi
terdapat beberapa faktor penting yang memungkinkan berlangsungnya suatu
komunikasi secara efektif. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
(a)
Siapa yang berkomunikasi ? (sumber/komunikator),
(b)
Mengapa ia berkomunikasi ? (tujuan yang dinginkan),
(c)
Kepada siapa ia berkomunikasi ? (penerima/komunikan),
(d)
Apa yang ia komunikasikan ? (pesan, ide, data,
informasi),
(e)
Sarana komunikasi apa yang digunakan sehingga pesan dapat
diterima oleh dipenerima pesan ? (saluran, alat, chanel),
(f)
Dimana ia berkomunikasi ? (tempat, wadah, organisasi)
(g)
Dalam hubungan apa ia berkomunikasi ? (sifat hubungan),
(h)
Kapan ia berkomunikasi ? (saat, waktu, keadaan).
Demikian beberapa faktor komunikasi yang merupakan syarat
terjadinya suatu komunikasi yang baik, terutama dalam hubungan dengan usaha
kerjasama mencapai tujuan organisasi/ lembaga. Komunikasi yang efektif hanya
mungkin berlangsung apabila setiap individu memperlakukan individu lain sebagai
subyek dalam bentuk saling menghormati, saling menghargai dan saling
mempercayai. Perlakuan manusia seperti itu akan mewujudkan human relationship
yang efektif, yang hanya mungkin terjadi apabila setiap personil menyadari dan
memainkan peranan sesuai dengan posisinya masing-masing di dalam organisasi, dan dalam kedudukannya sebagai personil yang mempunyai
harkat dan martabat kemanusiaan. Hubungan manusiawi yang wajar dan harmonis
akan menimbulkan suasana kerjasama yang memberikan dukungan bagi pencapaian
tujuan organisasi sebagai tujuan bersama. Dalam suasana kerjasama yang demikian
terdapat komunikasi antar individu yang efektif sebagai kondisi yang dapat
memberikan efek-efek sbb:
(a)
Mempermudah mendapatkan informasi yang diperlukan guna
mewujudkan kerjasama yang menjadi bebam tugas organisasi;
(b)
Mempermudah pelaksanaan konsep dan tugas-tugas lain yang
memerlukan tanggung jawab;
(c)
Mempermudah memberikan dorongan agar setiap personil
berpikir dan bekerja dengan penuh
inisiatif, kreatif dan disertai dedikasi yang tinggi;
(d)
Memberikan kepuasan kepada setiap personil, karena dapat
memenuhi dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya sesuai dengan posisi
masing-masing. (Hadari Nawawi, 1981:47).
d. Kepegawaian
Kegiatan kepegawaian diartikan sebagai suatu proses
penggunaan tenaga manusia sebagai tenaga kerja, diatur, dikendalikan dan dikembangkan kemampuannya dalam suatu
usaha kerjasama untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Proses itu meliputi kegiatan
penerimaan, penempatan (penggunaan), pengembangan (pembinaan) sampai pada
pember-hentian dan pensiun. Pegawai di lingkungan lembaga pendidikan dibedakan
atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a)
Tenaga teknis atau tenaga profesional atau tenaga
edukatif (guru, pengajar, dosen), yaitu personil pelaksana proses belajar
mengajar, dan kegiatan pendidikan lainnya.
(b)
Tenaga administratif atau tenaga non edukatif (non guru)
yaitu personil yang tidak langsung bertugas mewujudkan proses belajar mengajar,
melainkan bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif
(pelayan) antara lain meliputi tenaga tata usaha, tenaga laboran, keuangan,
pesuruh, jaga malam, sopir, pegawai perpustakaan (Pusat Sumber Belajar), tenaga
komputer, dan sebagainya.
Untuk memelihara kontinuitas dan efektivitas kerja pada
saat penerimaan dan penempatan pegawai harus diperhatikan persyaratan tuntutan
jenis dan sifat pekerjaan yang ada. Ketrampilan, pengetahuan, pengalaman dan
sifat-sifat kepribadian personil yang bersangkutan untuk menempati suatu
jabatan harus berpegang teguh
pada prinsip ”the right man on the right place, sehingga tenaga yang diterima
dan ditempatkan itu benar-benar
hasil rekruitmen yang obyektif dan mantap.
Untuk itu di
lingkungan lembaga pendidikan diperlukan kegiatan analisis pekerjaan (job
analysis) untuk menyusun deskripsi tugas/pekerjaan (job description) dan klasifikasi
pekerjaan (job classification), agar pada saat penerimaan dan penempatan dapat
disesuaikan antara pegawai yang diperlukan dengan tuntutan akan jenis dan sifat
pekerjaan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi timbulnya berbagai
kerugian, baik tenaga, waktu maupun dana, sementara prestasi kerja yang dicapai
kurang memuaskan (tdak sesuai dengan yang diharapkan). Karena itu, suatu job
description harus memuat pula persyaratan yang lengkap seperti masalah mental,
kepribadian, fisik, kesehatan dan syarat-syarat khusus lainnya seperti
pendengaran, penglihatan, berat dan tinggi badan, golongan darah, dan
sebagainya.
Dari uraian di atas telah jelas bahwa dalam proses
kepegawaian ini terdapat dua pengertian pegawai, yang dapat dibedakan atas
kepegawaian dalam arti luas dan kepegawaian dalam arti sempit. Kepegawaian
dalam arti luas, yaitu menyangkut kebijaksanaan (policy) penerimaan (seleksi),
penempatan, pembinaan dalam menciptakan perangkat kepegawaian yang stabil,
berprestasi, disiplin, serta setia dan taat pada organisasi dan mekanisme
kerja. Sedanhkan kepegawaian dalam arti sempit, yakni kegiatan yang menyangkut
tata usaha kepegawaian untuk memenuhi hak pegawai yang bersangkutan, misalnya
mengenai usaha memproses surat-surat usul pengangkatan, kenaikan pangkat,
pemindahan, cuti, pemberhentian, pensiun dan sebagainya.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja
pegawai, maka program pembinaan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
kerjanya, peningkatan dedikasi, moral kerja dan disiplin kerja, serta
pengarahan dan pembentukan motif kerja
secara berkesinambungan. Hal ini dapat ditempuh dengan jalan menambah pengetahuan dan
ketrampilan kerja melalui pendidikan/latihan, seperti penataran (up grading),
tugas belajar, pencangkokan/magang, latihan kerja (job training), baik di lingkungan sendiri
maupun di lingkungan lain, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan. Maksud program pembinaan ini diadakan dan diarahkan
untuk:
(a)
Meningkatkan kemampuan tenaga kerja yang tersedia;
(b)
Menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan;
(c)
Meningkatkan produktivitas kerja pegawai;
(d)
Mengembangkan kemampuan kerja yang relevan dengan
perkembangan IPTEK di bidang kepegawaian;
(e)
Mengurangi hambatan kekurangan/kekosongan tenaga
profesional dan memperlancar jalannya mekanisme kerja organisasi yang lebih
efektif.
(f)
Meningkatkan disiplin kerja, dan mengurangi sampai
sekecil mungkin kesalahan, penyelewengan dan kecelakaan kerja para pegawai di
lingkungan kerjanya masing-masing.
e. Keuangan
Dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di lingkungan suatu
organisasi kerja, baik kegiatan pimpinan maupun kegiatan pelaksana sebagian
besar di antaranya memerlukan penyediaan sejumlah biaya (dana) yang dapat
membantu kelancaran pelaksanaan tugas organisasi. Kegiatan penataan atau
pengelolaan uang, mulai dari saat penentuan dari mana sumber dana diperoleh,
cara menggunakan dan bagaimana cara mempertanggung jawabkan uang tersebut
secara sah dan efisien, dinamakan ”administrasi keuangan”.
Pertanggungjawaban secara sah, berarti bahwa kegiatannya
sesuai dan mengikuti peraturan dan tata cara formal yang berlaku. Sedangkan
pertanggungjawaban secara efisien, berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan selalu
diikuti dengan perhitungan yang cermat (teliti), sehingga apa yang dikorbankan
dan apa yang diperoleh merupakan proporsi yang seimbang dan wajar tanpa
terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan. Mengingat uang adalah alat untuk
mempermudah kondisi kerja dalam rangka mencapai tujuan.
Sehubungan dengan maksud tersebut di atas, maka kegiatan
di bidang keuangan ini selalu memerlukan pula kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, bimbingan dan pengarahan, koordinasi, kontrol, komunikasi,
dan bahkan juga tata usaha. Di sini nampak jelas bahwa administrasi keuangan
menunjukkan pengertian luas dan sempit. Secara sempit, administrasi keuangan
mengandung segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan untuk membiayai
organisasi kerja, berupa tata usaha atau tata pembukuan keuangan. Sedangkan
dalam arti luas, administrasi keuangan mengandung pengertian penentuan
kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuangan untuk mewujudkan kegiatan
organisasi, berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan dalam penggunaan maupun penyimpanan (pembukuan).
Untuk mengetahui proses penyediaan dan penggunaan
keuangan yang memungkinkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi, dapat
diikuti uraian lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab Administrasi Keuangan.
f. Perbekalan
Perbekalan merupakan salah satu unsur administrasiyang
sering diidentikkan dengan istilah material, perlengkapan, peralatan, logistik,
dan lain-lain isitilah yang serupa. Walaupun banyak istilah yang digunakan
untuk menunjuk pada arti perbekalan, namun pada hakekatnya semuanya itu
mempunyai proses dan kegiatan yang sama, yakni proses pengurusan barang-barang
perbekalan dari saat penentuan pemikiran (perencanaan pengadaan) kuantitas dan
kualitas barang, pemakian, pemeliharaan (penyimpanan), sampai dengan
penyingkiran (penghapusan) barang tersebut apabila pada suatu saat barang
tersebut sudah kurang mempunyai dayaguna lagi bagi keperluan kantor/sekolah.
Pada lembaga-lembaga pendidikan, perbekalan tersebut
tidak hanya terbatas pada benda (barang) peralatan kantor/ ketatausahaan,
tetapi juga berupa alat-alat teknis edukatif lainnya yang berhubungan dengan
usaha peningkatan kuialitas (mutu) proses belajar nengajar. Kebutuhan akan
perbekalan tersebut tidak sama untuk setiap organisasi kerja, demikian pula
pada lembaga-lembaga pendidikan yang berlainan jenisnya. Walaupun secara umum
sulit dibantah, bahwa di lingkungan semua lembaga pendidikan diperlukan
sebagian peralatan yang minimal sama, misalnya masih ketik (mesin tulis), kursi
dan meja, kertas dalam berbagai jenis dan ukuran, kursi dan bangku murid,
daftar hadir murid dan guru, dsb. Perbedaan peralatan (perbekalan) hanya
bergantung kepada sifat dan jenis lembaga pendidikan yang ada. Misalnya, antara
sekolah umum dan sekolah kejuruan, masing-masing sudah tentu memerlukan
peralatan khusus yang tidak akan sama persis sesuai dengan beban kerja
masing-masing dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perbekalan
diartikan sebagai usaha pelayanan dalam bidang material dan fasilitas kerja
lainnya dalam suatu organisasi kerja guna meningkatkan efektivitas dan efisien kerja dalam pencapai tujuan.
Pengertian perbekalan tersebut di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan atas:
(a)
Barang (benda) yang habis terpakai (benar-benar habis/ musnah,
berubah bentuknya dan sifatnya), yakni barang yang dapat habis dalam waktu
relatif singkat apabila dipergunakan. Misalnya: kertas, karbon, kapur tulis,
tinta, kayu, besi, karton manila, dan sejenisnya.
(b)
Barang (benda) yang tahan lama walaupun dipergunakan
secara terus-menerus untuk jangka waktu tertentu kecuali mengalami penyusutan
umur teknis. Misalnya: kursi, meja, bangku murid, papan tulis dan papan
pengumuman, alat-alat peraga, kendaraan bermotor, dan sebagainya.
Uraian lebih terperinci mengenai perbekalan ini dapat
diikuti penjelasan lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab D maupun pada Bab IV
tentang Pedoman Penyelenggaraan Administrasi sekolah.
g. Tata Usaha
Tata usaha adalah pengertian yang diambil dari istilah
”administratie” (Belanda) atau dalam Bahasa Inggeris, misalnya ”paper work”
(pekerjaan kertas), ”clerical work” (pekerjaan tulis-menulis) atau ”office
work” (pekerjaan kantor). Pengertian tersebut di atas, adalah berkaitan dengan
fungsi kegiatan dan peranan daripada tata usaha itu sendiri.
(a)
Dari segi fungsinya, tata usaha mengadakan pencatatan
tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam organisasi untuk dipergunakan
sebagai bahan keterangan (data) bagi pimpinan dalam mengambil keputusan. Dengan
kata lain, tata usaha adalah segenap rangkaian aktivitas menghimpun, mencatat,
mengadakan, menggandakan, mengirim dan menyimpan berbagai bahan keterangan
untuk keperluan suatu organisasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan
ketatausahaan ini harus direncanakan, diarahkan, dikoordinasikan, dikontrol,
dan dikomunikasikan agar benar-benar berdayaguna bagi kepentingan organisasi.
(b)
Dari segi kegiatannya, ternyata dari jenis-jenis kegiatan
tata usaha itu banyak sekali, misalnya mengetik, memeriksa, menulis, mengecap,
membersihkan lantai, membuka pintu kantor/sekolah, membuat sampul surat dan
sebagainya. Karena banyaknya jenis-jenis kegiatan tata usaha antara satu
lembaga dengan lembaga lainnya, maka rasanya sulit untuk mengungkap jenis-jenis
kegiatan tata usaha tersebut secara pasti. Namun The Liang Gie mengelompokkan
kegiatan-kegiatan tata usaha itu secara garis besarnya atas enam kegiatan
utama, yaitu: (a) Kegiatan menghimpun; (b) kegiatan mencatata; (c) kegiatan
mengolah; (d) kegiatan meng-gandakan; (e) kegiatan mengirim, dan (f) kegiatan
menyimpan. (The Liang Gie, 1770:13).
(c)
Dari segi perannya, tata usaha merupakan alat utama yang
menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan. Tata usaha
dengan segala kegiatannya yang rumit dan kompleks sehingga tidak boleh
diremehkan oleh siapapun dari suatu organisasi/lembaga pendidikan manapun,
karena memang tata usaha itu mempunyai peranan yang sangat penting bagi setiap
instansi atau lembaga. Peranan tersebut antara lain sbb:
-
Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operasional untuk
mencapai tujuan organisasi;
-
Menyediakan keterangan-keterangan penting bagi pucuk
pimpinan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan-tindakan yang lebih
cepat dan tepat, efektif dan efisien;
-
Membantu kelancaran perkembangan organisasi/lembaga-lembaga
pendidikan, tertentu sebagai suatu keseluruhan.
Pada setiap lembaga pendidikan dari unit terendah sampai pada unit yang tertinggi diperlukan dan diselenggarakan kegiatan tata
usaha yang terarah dan tertib, dimaksudkan untuk mendukung tugas pokok lembaga
tersebut dalam mengembangkan misinya. Tugas-tugas tata usaha yang umumnya
diselenggarakan diberbagai lembaga pendidikan, antara lain sebagai berikut:
(a)
Menerima, mencatat dan memproses surat-surat yang keluar
maupun surat-surat yang masuk secara tertib dan teratur;
(b)
Mengurus penyimpangan, pemeliharaan dan pengawetan arsip;
(c)
Mengatur dan melayani arsip bagi mereka yang membutuhkan;
(d)
Mengatur pemakaian buku agenda, expedisi, dan notulen;
(e)
Bertanggung jawab atas pemakaian stempel/cap sekolah;
(f)
Mempersiapkan dan mengolah rancangan surat-surat;
(g)
Mengatur dan menyediakan alat-alat tulis-menulis;
(h)
Mengurus pencetakan atau penggandaan dan pengadaan
formulir-formulir, kartu-kartu dan daftar-daftar yang diperlukan sekolah;
(i)
Menyelenggarakan rapat-rapat dinas pada waktu tertentu;
(j)
Mengatur komunikasi (hubungan) dengan pihak-pihak luar;
(k)
Memperhatikan dan mengumpulkan pendapat umum untuk
disampaikan kepada pimpinan sekolah sebagai bahan pertimbangan;
(l)
Melakukan pencatatan tentang pemberitaan yang berhubungan
dengan tugas-tugas sekolah; dan
(m)
Melakukan aktivitas-aktivitas lain atas perintah atau
saran pimpinan lembaga, dan sebagainya.
h. Hubungan masyarakat (Publik Relations)
Unsur administrasi yang terakhir ini merupakan suatu
aktivitas yang berusaha menjalin hubungan yang baik antar organisasi dengan
organisasi lain. Hubungan yang terjalin dengan baik ini merupakan perwakilan
dari suatu organisasi ke dalam organisasi lain, karena itu masyarakat ini
sering disebut pula dengan istilah ”perwakilan”.
Keadaan hubungan antar organisasi seperti itu pada
hakekatnya sama dengan hubungan antar manusia. Manusia tidak bisa hidup
sendirian tanpa hubungan dengan manusia lain. Demikian pula keadaannya dengan
hubungan kerjasama antar organisasi lainnya.
Hubungan masyarakat (Public Relations) adalah kependekan
dari kata ”hubungan” dengan kata ”masyarakat” (the relations with public).
Dalam arti luas, hubungan masyarakat itu merupakan komunikasi dan interprestasi
keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dari instansi atau lembaga pendidikan/organisasi
kerja tertentu kepada publik dan merupakan pula penyampaian
keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dan pendapat-pendapat dari pihak publik
kepada instansi atau lembaga/organisasi kerja, kemudia berusaha agar tercipta
sense of belongingness, sehingga dengan demikian terciptalah persesuaian yang harmonis di antara kedua
belah pihak.
Pengertian ini dapat dipetik minimal tiga unsur utama
dalam hubungan masyarakat tetrsebut, yakni:
(a)
Komunikasi dari instansi kepada publik (masyarakat)
mengenai keterangan-keterabngan, gagasan-gagasan (merupakan aksi).
(b)
Komunikasi dari publik kepada instansi (merupakan reaksi)
(c)
Persesuaian yang terjalin secara harmonis antara kedua
bela pihak (merupakan interaksi).
Dalam hubungan dengan uraian ini, hubungan masyarakat
selanjutnya akan disingkat dengan istilah ”Humas”. Humas adalah suatu aktivitas
dari suatu organisasi kerja/lembaga dalam usaha menciptakan dan memelihara
hubungan-hubungan yang sehat dan produktif dengan publik tertentu, sehingga
terciptalah hubungan yang serasi dan harmonis di antara mereka. Bagi lembaga
pendidikan, penciptaan hubungan tersebut dimaksudkan agar publik dapat
memberikan dukungan secara sadar atas segaka gagasan, kegiatan, program atau
misinya di masyarakat. Beban tugas humas adalah mewujudkan komunikasi secara
harmonis keluar dan menerima informasi masukan dari pihak publik. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya di kalangan
masyarakat luas mengenai tugas-tugas dan
fungsi-fungsi yang diemban organisasi kerja tersebut, termasuk juga kegiatan-kegiatan yang sudah, sedang, dan
yang akan dikerjakan di masa-masa yang akan datang.
Penyebaran informasi ini sebaiknya tidak berlebih-lebihan
untuk maksud propagnada, simpati dan dukungan masyarakat, apalagi tidak berpika
kepada data yang benar-benar aktual. Hubungan kerja semacam ini tampak akan
menghasilkan:
(a)
Adanya saling pengertian antar organisasi/lembaga, dengan
pihak luar(masyarakat atau publik);
(b)
Adanya kegiatan saling membantu, karena disadari akan
manfaatnya serta arti dan peranan masing-masing;
(c)
Adanya kerjasama yang erat dengan masing-masing pihak dan
merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya usaha pihak yang lain, dan
sebaliknya.
Dalam mengembang tugas humas tersebut, ada beberapa
kegiatan yang menjadi tugas pokok humas pada setiap organisasi kerja/lembaga
pendidkan, yaitu:
(a)
Memberikan informasi, penerangan berbagai ide atau
gagasan kepada masyarakat atau pihak lain yang membutuhkan agar diketahui
maksud dan tujuan serta kegiatan-kegiatannya, termasuk kemungkinan dipetik
manfaatnya oleh pihak-pihak di luar organisasi/ lembaga pendidikan.
(b)
Membantu pucuk pimpinan yang karena tugasnya tidak dapat
langsung memberikan informasi kepada masyarakat yang membutuhkannya.
(c)
Memberikan bahan-bahan dan saran-saran kepada pucuk pimpinan
mengenai policy dan rencana kegiatan selanjutnya.
(d)
Membantu pimpinan mempersiapkan bahan-bahan/masalah/
informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada
saat tertentu. Dengan demikian, pimpinan selalu siap memberikan informasi yang
up to date.
(e)
Membantu pimpinan mengembangkan rencana dan
kegiatan-kegiatan lanjutan yang berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat
(public service) sebagai akibat dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar
dengan harapan dapat menumbuhkan atau menyempurnakan policy atau kegiatan lain
yang telah dilakukan oleh organisasi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas, humas harus
pula memperhatikan beberapa asas komunikasi sebagai berikut:
(a)
Asas obyektif dan resmi, yaitu agar semua informasi/ pemberitaan
yang disebar-luaskan kepada publik harus merupakan suara resmi dari
organisasi/lembaga. Karena informasi yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan
dengan kebijaksanaan yang dijalankan pimpinan.
(b)
Asas tertib dan disiplin, yakni informasi/pemberitaan
yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan (berbeda) dengan kenyataan dalam
jangka waktu yang relatif singkat.
(c)
Informasi atau pemberitaan harus bersifat mendorong
timbulnya keinginan publik untuk ikut berpartisipasi memberikan dukungan secara
wajar.
(d)
Asas memperhatikan opini masyarakat (publik), yakni humas
harus memperhatikan respons masyarakat, berupa saran-saran, pendapat-pendapat,
kritikan-kritikan, keluhan-keluhan, dan pernyataan-pernyataan tidak puas
(mosi). Semua respon itu harus disaring
agar dapat dipergunakan untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan masyarakat.
(e)
Asas kontinuitas informasi, yakni humas harus
berusaha agar masyarakat dapat
memperoleh informasi-informasi secara
kontinu sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu, informasi lisan dan tertulis
dapat diberitakan secara berkala. Dengan demikian, pihak masyarakat akan
memiliki gambaran yang jelas dan lengkap serta menyeluruh tentang keadaan dan
masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi/lembaga pendidikan tertentu.
- DASAR DAN TUJUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.
Dasar Administrasi Pendidikan
Dasar yang digunakan sebagai landasan berpijak untuk
mewujudkan kegiatan-kegiatan dalam administrasi pendidikan di Indonesia secara umum
terdapat tiga landasan. Ketiga landasan administrasi pendidikan tersebut
adalah:
(1)
Landasan ideal dan konstitusional, yaitu Pancasila dan
UUD 1945.
(2)
Landasan fundamental dan formal, yaitu
ketetapan-ketetapan Najelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, tentang
Besar-besar Pendidikan dan pengajaran di sekolah.
(3)
Landasan operasional, yaitu Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan ketentuan-ketentuan lain yang
berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di Indonesia.
Ketiga landasan
tersebut di atas, dalam kenyataannya selalu dijadikan sebagai dasar berpijak
dalam melakukan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan pengaturan tentang masalah-masalah pendidikan di Indonesia.
2. Tujuan Administrasi Pendidikan
Tujuan menempatiposisi terpenting dalam administrasi
pendidikan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama. Agar perumusan tujuan
menjadi tepat, prosesnya harus merupakan hasil analisis yang diproyeksikan ke
masa depan dalam bentuk idealisme (cita-cita dan harapan-harapan yang
diusahakan untuk dicapai dengan melakukan kegiatan-kegiatan nyata dalam bidang
pendidikan.
Tujuan khsus administrasi pendidikan adalah “meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Peningkatan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan sebagai tujuan khusus administrasi pendidikan pada
hakekatnya dapat dicapai berdasarkan enam kriteria yang sering pula disebut
dengan istilah enam sumber kerja, yaitu: pikiran, tenaga, jasmani, waktu,
ruang, uang (dana), dan alat-alat atau benda.
Untuk mewujudkan tujuan melalui enam sumber kerja
tersebut, maka prosedur pelaksanaan kegiatan operasional administrasi pendidikan
selalu diusahakan agar tujuan yang dicapai itu mengandung unsur-unsur:
(a)
termudah (dari segi pikiran)
(b)
tercepat (dari segi waktu pelaksanaannya)
(c)
teringan (dari segi penggunaan tenaga)
(d)
termurah (dari segi penggunaan biaya)
(e)
tersingkat (dari segi jarak/ruang)
(f)
terhemat (dari segi penggunaan alat/benda).
Berdasarkan kepada keenam sumber kerja (kriteria)
tersebut di atas sebagai
kriteria keberhasilan dalam pelaksanaan administrasi pendidikan, maka para
administrator lalu berkesimpulan bahwa, pencapaian tujuan administrasi
pendidikan itu ditentukan oleh cara kerja sebagai berikut:
(a)
Cara kerja yang paling mudah (gampang, tidak sulit),
yaitu cara kerja yang tidak banyak memakai pikiran karena sederhana cara
pelaksanaannya tanpa mengurangi kemungkinan tercapainya tujuan yang lebih
besar.
(b)
Cara kerja yang paling ringan (tidak berat) dalam arti
tidak banyak mempergunakan tenaga jasmani yang berlebihan tetapi memperlihatkan
hasil yang sama dengan cara kerja orang banyak.
(c)
Cara kerja yang paling cepat (tidak lama), karena dengan
menggunakan waktu yang sedikit (pendek) lebih baik daripada menggunakan waktu
yang terlalu lama (panjang) dengan hasil yang sama atau lebih sedikit.
(d)
Cara kerja yang jarak pelaksanaannya paling pendek
sehingga tidak boros dalam pelayanan dengan berjalan mondar-mandir yang tidak
perlu (penghematan gerak jasmani).
(e)
Cara kerja yang paling murah (tidak boros) dalam
pemakaian material yang tidak perlu. Sebab pemborosan material berarti
meningkatkan jumlah biaya yang diperlukan dan hal ini bertentangan dengan
tujuan administrasi pendidikan yang ingin dicapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka kriteria pencapaian
tujuan administrasi pendidikan pada hakekatnya ditentukan oleh tingkat
efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas administrasi. Tingkat efisiensi ini
dapat diukur dari perbadingan terbaik antara usaha dengan menggunakan keenam
kriteria (sumber kerja) di atas dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain,
kerja yang paling sedikit dengan mempergunakan sumber kerja tersebut di atas
secara minimal akan tetapi mampu mencapai hasil kerja secara maksimal, baik
kuantitas maupun kualitas dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
Di lingkungan persekolahan, cara kerja yang efisien
sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu kerja, guna mencapai tujuan
pendidikan pada umumnya. Di Indonesia, tujuan administrasi pendidikan itu
berkaitan erat dengan tujuan umum pendidikan nasional. Tujuan khusus
administrasi pendidikan yang telah disebutkan di atas adalah untuk merealisir
perwujudan tujuan pendidikan secara umum tersebut. Dengan demikian,
administrasi pendidikan bukanlah merupakan tujuan yang berdiri sendiri, dan
bukan pula merupakan tujuan daripada pendidikan itu sendiri melainkan sebagai
alat untuk mencapai tujuan umum pendidikan tersebut. Hal mana karena
kebijaksanaan (policy) penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan
di Indonesia telah diatur dan berada sepenuhnya di tangan pemerintah, yang
secara ideal telah digariskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2, bahwa:
”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan Undang-Undang”.
Oleh karena bidang pendidikan merupakan usaha yang
sepenuhnya di bawah pengendalian dan pengawasan pemerintah, maka secara
konsepsional dapat dikatakan bahwa administrasi pendidikan merupakan bagian
dari administrasi negara.
Apabila tujuan administrasi pendidikan itu diintegrasikan
ke dalam pendidikan secara umum, maka pencapaian tujuan pendidikan berarti
tercapai pula tujuan administrasi pendidikan. Sedangkan pencapaian tujuan
pendidikan secara umum itu berarti tercapai pula salah satu tujuan daripada
negara kita. Seperti telah diuraikan terdahulu, bahwa tujuan pendidikan pada
dasarnya bermaksud mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia agar menjadi
warga negara yang cerdas, memiliki kualitas sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia berdasarkan falsafah negara Pancasila.
Tujuan tersebut lebih tegas dikemukakan dalam TAP. MPR.
RI Nomor II/MPR/1983, tentang GBHN bahwa ”Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian
dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Administrasi pendidikan dalam kedudukannya terpaut secara
integral dalam usaha mewujudkan tujuan umum pendidikan tersebut, baik sebagai
alat maupun sebagai bagian dari keseluruhan tujuan itu. Tujuan pendidikan
sebagaimana dikemukakan pada hakekatnya memuat beberapa butir terpenting yang
diharapkan dapat terbentuk pada diri setiap insan warga negara Indonesia dalam
proses dan hasil pembangunan di bidang pendidikan agar dapat menjadi manusia
Pancasila yang utuh, yaitu: Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
kecerdasan dan ketrampilan, mempunyai budi pekerti yang luhur (tinggi),
memiliki kepribadian yang kuat, memiliki rasa kebangsaan yang tebal dan cinta
tanah air, memiliki rasa tanggun jawab yang besar terhadap pembangunan bangsa
dan negara Indonesia.
- FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Banyak pendapat para ahli administrasi yang mengemukakan
tentang fungsi-fungsi administrasi yang berbeda-beda, sehingga sulit bagi kita untuk memilih fungsi-fungsi mana yang paling
tepat untuk ditampilkan dalam pembahasan bagian ini. Salah satu usaha yang
ditempuh adalah dengan berorientasi pada tujuan administrasi pendidikan itu
sendiri, yaitu sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas pendidikan
melalui kegiatan-kegiatan operasional kependidikan yang efektif dan efisien.
Atas dasar pemikiran tersebut dengan tidak mengabaikan pendapat para ahli yang
masih relevan dengan penerapan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di Indonesia,
maka dapat dikemukakan beberapa fungsi administrasi pendidikan sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Dalam setiap kegiatan apapun dari suatu organisasi,
perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada dan dilaksanakan
pada awal setiap kegiatan administrasi dan panjang kegiatan administrasi
berlangsung. Kegiatan administrasi tanpa perencanaan yang mantap seringkali
bahkan dapat dipastikan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut akan mengalami
kegagalan karena berhadapan dengan banyak kesulitan. Kesulitan tersebut baik
berupa penyimpangan arah kegiatan dari tujuan, pemborosan (waktu, tenaga dan
biaya), kesukaran dalam mengevaluasi kemajuan, proses dan hasil kegiatan dan lain kesulitan
yang mengakibatkan gagalnya semua
kegiatan dalam mencapai tujaun yang diinginkan. Biarpun suatu organisasi telah
menyusun rencana kegiatannya dengan baik, namun belumlah dapat dijamin bahwa
kegiatan tersebut tidak akan mengalami kesulitan, sebab di dalam praktek
seringkali suatu kegiatan yang telah direncanakan dengan baik (mantap) namun masih tetap menemui
beberapa kesulitan, baik yang bersumber dari faktor internal maupun dari faktor
eksternal yang semula di luar dari jangkauan pemikiran para perencana.
Di Indonesia sejak
tahun 1967, perencanaan baru mulai dikembangkan, karena dianggap sebagai suatu
cara yang efektif untuk mencapai tujuan dengan baik. Hal ini sudah difahami
dengan mengingat bahwa perencanaan pendidikan merupakan pedoman kerja bagi
pelaksanaan kegiatan, dan memperkecil resiko yang mungkin dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Pemahaman tersebut didasarkan pada kecenderungan
atas pengertian perencanaan sebagai: ”Suatu proses mempersipkan seperangkat
kebijaksanaan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan pada pencapaian tujuan
melalui usaha optimal dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di
bidang ekonomi, sosial budaya dan politik untuk mengembangkan potensi sistem
pendidikan, bangsa dan negara serta anak didik yang dilayani oleh sistem
tersebut”. (T.Simanungkait, dkk, 1987:3).
Pengertian tersebut menggambarkan beberapa aspek
perencanaan pendidikan sebagai berikut:
(a) Perencanaan
pendidikan sebagai proses yang kontinu;
(b) Perencanaan
pendidikan melihat jauh ke depan;
(c) Perencanaan
pendidikan selalu memperhatikan prinsip ekonomi, produktif, efektif, dan
efisien;
(d) Perencanaan
pendidikan selain memperhatikan situasi dan kondisi pendidikan juga sosial
budaya, ekonomi dan politik.
(e) Perencanaan
pendidikan selalu memperhatikan kebutuhan dan menyusun strategi/langkah-langkah
kebijaksanaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
(f) Menyusun
alternatif-alternatif dan skala perioritas mengenai tujuan, kegiatan dan
sasaran yang ingin dicapai;
(g) Menggunakan
seefisien mungkin sumber-sumber yang bersifat terbatas.
Untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dengan baik,
maka ditempuh tahap-tahap pelaksanaan perencanaan sebagai berikut:
(a)
Pengumpulan data/informasi; (b) diagnosis untuk
meninjau keadaan data/informasi yang telah dikumpulkan; (c) perumusan
kebijaksanaan; (d) perkiraan kebutuhan; (e) penetapan sasaran; (f) penyusunan alternatif-strategi untuk
mencapai sasaran; (g)
penyusunan rancangan kegiatan (proyek); (h) penetapan rencana dengan
pembiayaan; (i) perincian rencana
(elaborasi rencana); (j) pelaksanaan (implementasi rencana); (k)
penilaian (evaluasi) rancana (hasil).
Apabila tahap-tahap perencanaan diatas berlangsung
sepanjang waktu dan berulang kembali membentuk suatu lingkaran, maka tahap
perencanaan tersebut dinamakan ”siklus perencanaan”.
S. Nasution, membagi tahap perencanaan itu atas lima
fase perencanaan sebagai berikut:
(a) Perencanaan
tujuan; disini diadakan perumusan tujuan yang hendak dicapai sebagai tujuan
umum, yang kemudian diperinci kedalam tujuan khusus. Berdasarkan tujuan khusus
tersebut diadakan pembagian tugas pokok yang diurutkan berdasarkan kepentingan.
(b) Perencanaan
kebijaksanaan; disini dirumuskan berbagai kebijaksanaan yang akan dijadikan
sebagai petunjuk/pegangan/ pedoman tentang bagaimana usaha untuk mencapai
tujuan, sehingga segala usaha yang dilaksanakan akan terarah kepada tujuan yang
hendak dicapai.
(c) Perencanaan
prosedur; disini dirumuskan batas-batas wewenang dan tanggung jawab dari
masing-masing petugas, dirumuskan pembagian tugas dan cara mengerjakan
pekerjaan setiap petugas dalam suasana kerja sama yang harmonis.
(d) Perencanaan
skala kemajuan; disini ditetapkan patokan-patokan (kriteria) tertentu baik
kuantitas maupun kualitas untuk mengukur taraf kemajuan yang telah dicapai.
Secara kualitatif untuk mengukur apakah usaha tersebut dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
(e) Perencanaan
menyeluruh (overall planning); disini disusun suatu perencanaan yang menyeluruh
sehingga diperoleh suatu program yang bulat dan teratur yang merupakan
integrasi dari semua perencanaan dari fase pertama sampai dengan fase keempat.
Fase ini disebut dengan fase programming planning. (S. Nasution, 1972:234-235)
Fase perencanaan yang disebutkan diatas lazimnya
merupakan gambaran yang memuat ketegasan-ketagasan dalam proses perancaan yang
memuat unsur-unsur pokok dan sering dikemukakan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
(a)
What : apa yang akan dikerjakan (materinya).
(b)
Why : mengapa justru itu yang dikerjakan (dasar
pertimbangan atau alasannya)
(c) Who : siapa
yang berwewenang mengerjakannya (pelaksana).
(d)
Where : dimana akan dikerjakan
(temapat/wadah/lokasinya).
(e)
When : kapan akan dikerjakan (waktu pelaksanaannya).
(f)
How : bagaimana mengerjakannya (tata cara mengerjakan
peralatan yang digunakan, Termasuk teknik dan
metode
kerjanya.
Rangkaian pertanyaan di atas memperlihatkan pentingnya
unsur perencanaan dalam administrasi pendidikan, karena perencanaan dapat:
(a) Menjelaskan
dan menguraikan/mengajukan secara terperinci tujuan yang hendak dicapai.
(b) Memberikan
pegangan/petunjuk dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan untuk
mencapai suatu tujuan.
(c) Memberikan
batas-batas wewenang dan tanggungjawab yang jelas bagi setiap pelaksana
sehingga dengan demikian akan dapat meningktakan kerjasama/koordinasi yang baik
antara pelaksana.
(d) Menetapkan
kriteria untuk mengukur kemajuan yang dicapai setiap saat, sehingga memudahkan
dalam evaluasi (penilaian).
(e) Memungkinkan
terpeliharanya kesesuai antara kegiatan usaha dengan situasi dan kondisi
setempat pada setiap saat.
(f) Menghindarkan
terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya yang tidak perlu.
2.
Fungsi
pegorganisasian (organizing).
Kegiatan administrasi tidak berakhir setelah
perencanaan disusun, akan tetapi berkelanjutan hingga berakhirnya seluruh
kegiatan setelah tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan pengorganisasian ini
ditandai dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab secara terperinci
menjadi bidang-bidang kegiatan tertentu yang terbagi habis kepada para pejabat dan pelaksana,
memperinci hubungan antara bagian-bagian yang ada dan menentukan cara-cara untuk menempati
jabatan-jabatan yang telah dibagikan. Untuk terlaksananya pengorganisasian ini
dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu berpegang kepada
beberapa prinsip (azas) tertentu. Azas-azas tersebut mempunyai peranan selain
sebagai pedoman untuk menyusun struktur organisasi yang sehat dan efisien, juga
sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi tersebut secara
dinamis dan lancar. Agar pengorganisasian dapat berjalan lancar dan fungsional
terhadap tujuan organisasi, maka perlu berpedoman kepada beberapa azas sebagai
berikut:
a.
Perumusan
tujuan dengan jelas
Tujuan adalah kunci kebutuhan manusia baik jasmani
maupun rohani yang diusahakan untuk dicapai melalui kerjasama. Rumusan tujuan
yang jelas akan memudahkan penetapan haluan organisasi, pemilihan bentuk
struktur, penentuan macam pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan tenaga
pejabat, penyumbangpengalaman, kecakapan , daya kreasi dari para anggota.
b.
Pembagian
kerja yang jelas
Pembagian kerja dalam pengorganisasian berarti
perincian serta penglompokkan aktivitas yang semacam atau erat hubungannya satu
sama lainuntuk dilakukan oleh satuan organisasi tertentu dan oleh pejabat atau
pelaksana tertentu pula. Pembagian tugas pekerjaan yang jelas dalam suatu
organisasi itu dianggap penting dengan alasan sebagai berikut:
(a) Karena
masing-masing orang berbeda pembawaan, kemampuan dan kecakapan serta
spesialisnya;
(b)
Karena orang yang sama tidak dapat berada di dua tempat
pada saat yang bersamaan;
(c)
Karena orang tidak dapat mengerjakan dua pekerjaan pada
saat bersamaan;
(d)
Karena bidang ilmu pengetahuan dan keahlian sudah
demikian luasnya sehingga seseorang tidak mungkin dalam rentang hidupnya masih
menguasai lebih banyak daripada penegtahuan dan keahlian tertentu.
c.
Adanya
koordinasi yang mantap.
Koordinasi adalah suatu azas
organisasi yang menghendakinya keselarasan aktivitas diantara satuan-satuan
organisasi atau para pejabatnya. Dalam pengorganisasian, koordinasi bermanfaat
untuk: menghindari terjadinya konflik, menghindari terjadinya rebutan sumber
atau fasilitas, menghindari waktu menunggu yang terlalu lama untuk setiap
kegiatan, menghindari kekembaran tugas rangkap atau kekosongan pekerjaan (overlopping),
menjamin adanya kesatuan sikap dan tindakan, kesatuan kebijaksanaan dan
kesatuan dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
d.
Adanya
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab.
Wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan
pengoperaan atau penyerahan sebagian atau seluruh tugas yang menjadi tanggung
jawab seorang pejabat. Jadi pelimpahan wewenang berarti penyerahan sebagian hak
untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawab dapat
dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain.
Biasanya pelimpahan wewenang dilakukan diantara pejabat yang lebih tinggi
kedudukannya kepada pejabat yang setingkat lebih rendah atau lebih rendah, dan
dapat pula dilakukan diantara pejabat yang kedudukan sederajat. Pelimpahan
wewenang yang pertama; disebut pelimpahan wewenang menegak, sedang yang kedua
dinamakan pelimpahan wewenang mendaftar.
Setiap pelimpahan wewenang
harus selalu diiringi dengan tanggung jawab yang dipikulkan kepada sipenerima
wewenang tersebut. Tanggung jawab adalah keharusan melaksanakan wewenang dengan
sebaik-baiknya sebagai suatu kewajiban, agar hak untuk melakukan suatu tindakan
tidak disalahgunakan/ diselewengkan.
Saat-saat yang paling baik
untuk mengadakan pelimpahan wewenang biasanya terjadi apabila: Pimpinan dan
bawahan telah siap secara mental; adanya pegawai baru atau ada pegawai yang
berhenti atau pensiun; bila ada tugas-tugas baru yang berkenaan dengan masalah
khusus yang timbul; bila ada satuan organisasi baru; bila telah tiba masa
berakhirnya suatu jabatan tertentu; bila ada pegawai yang yang kurang cakap
melaksanakan tugasnya, dan sebagainya.
Manfaat yang dapat dipetik dari
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut, adalah sebagai berikut:
(a) Pimipinan
organisasi mendapat kesempatan yang cukup untuk melakukan tugas-tugas lain yang
penting.
(b) Setiap
tugas dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat sehingga tidak terjadi
birokrasi.
(c)
Keputusan dapat diambil dengan lebih cepat dan tepat.
(d)
Memperbesar partisipasi dan menumbuhkan rasa tanggung
jawab setiap personil dalam melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan bersama.
(e)
Memungkinkan berkembangnya inisiatif dan krestivitas
pejabat di bidang
pekerjaannya masing-masing.
(f) Menghilangkan
sifat dan sikap menunggu perintah (komando) yang mengakibatkan organisasi
berlangsung secara statis dan kaku.
(g) Pekerjaan
tetap berjalan walaupun atasan atau seorang pejabat sedang berhalangan.
(h) Merupakan
latihan bagi pejabat bawahan agar siap bilamana kelak menduduki jabatan yang
lebih tinggi. (Hadiri Nawawi, 1981 : 34).
e. Mengandung kesatuan perintah.
Tiap-tiap pejabat hendaknya hanya dapat diperintah
dan bertanggung jawab kepada seorang atasan tertentu saja. Sulit bagi seorang
pejabat melayani dua orang atasan sekaligus an tidak mungkin ada anggota dari
unit pelaksana dapat melapor kepada lebih dari seorang atasan. Bilamana sebuah
organisasi tidak kesatuan perintah (komando), maka akan timbul kesimpang-siuran
dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
f.
Mencerminkan
rentangan kontrol.
Rentangan kontrol (rentangan
kendali) adalah jumlah terbanyak unit kerja (bawahan) yang dapat dipimpin
secara efektif oleh seorang atasan pejabat tertentu. Rentangan kontrol
dipengaruhi oleh jenis dan sifat pekerjaan, jarak antara unit kerja yang
dikontrol, jumlah (volume) tugas serta stabilitas organisasi.
Faktor-faktor yang sering mempengaruhi luas-sempitnya
rentangan kontrol adalah:
(a) Faktor
obyektif, karena di luar dari diri pejabat yang harus dikontrol berkenaan
dengan corak pekerjaan, jarak atau letak bawahan, stabil atau labilnya
organisasi, jumlah tugas pada bawahan, jumlah tugas pada atasan, waktu yang
berkenaan dengan diri pejabat, dan sebagainya.
(b) Faktor
subyektif, yang berkenaan dengan diri pejabat yang mau melakukan kontrol,
antara lain pengalaman kerja, kecakapan, kesehatan, antara lain pengalaman
kerja, kecakapan, kesehatan, umur, jenisi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas
yang sedang berjalan kelamin dan sikap pejabat yang harus melakukan kontrol tersebut.
g.
Fleksibilitas
dan keseimbangan.
Seyogyanya pada setiap
organisasi mempunyai struktur yang mudah untuk dirobah dan disesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas
yang sedang berjalan. Misalnya, perubahan tujuan, penambahan tujuan, perluasan
aktivitas, penambahan beban kerja dsb. Untuk memperoleh keseimbangan dalam
pelaksanaan pekerjaan, maka satuan-satuan organisasi harus ditempatkan dalam
struktur organisasi yang sesuai dengan peranan dan kemampuannya. Misalnya,
satuan organisasi yang berperan penting hedaknya ditempatkan pada satuan utama,
satuan organisasi yang berperan menyeluruh sebaiknya ditempatkan di bawah satuan lain secara tidak
tetap, sedangkan beberapa satuan organisasi yang berperan sama hendaknya
ditempatkan pada jenjang yang sama, dsb.
3.
Fungsi
Bimbingan/Pengarahan (Directing).
Adalah
menjadi tugas pimpinan untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada bawahannya
setelah pengorganisasian dilakukan dan pada saat semua personil telah melakukan
tugasnya masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Bimbingan
dan pengarahan ini harus dilakukan secara kontinyu agar seluruh kegiatan selalu
bermuara pada pencapaian tujuan bersama. Tanpa bimbingan dan pengarahan
dikhawatirkan tugas pekerjaan akan menyimpang dari garis kebijaksanaan yang
menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara
struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak
terlepas dari usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam
realitasnya, kegiatan bimbingan dan pengarahan ini biasanya dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan/cara, antara lain:
(a) Memberikan
informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan surat edaran,
pembicaraan formil/informil, rapat, diskusi, lokarya, dan sebagainya).
(b) Melalui
surat perintah atau instruksi, atau surat keputusan yang bersifat mewajibkan
dan atau menjelaskan perintah.
(c) Memberikan
contoh atau mengerjakan langsung tugas tertentu sementara bawahan mengamati
dengan teliti.
(d) Mengadakan
kontrol/pengawasan yang kontinu agar setiap personil melakukan tugas-tugasnya
secara efisien.
(e) Memberika
kesempatan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan/kecakapan dan keahlian agar
lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi.
(f) Memberikan
motivasi kerja dengan pemberian hadiah atau pujian (sebagai penguatan) kepada
mereka yang telah menunjukkan disiplin dan prestasi kerja yang tinggi, serta
memupuk rasa tanggung jawab kepada setiap personil.
(g) Memberikan
kesempatan ikut-serta menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk memajukan
organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-amsing.
(h) Berusaha
untuk mengurangi/menghilangkan segala faktor yang menjadi rintangan/hambatan
jalannya program organisasi.
Tujuan lain yang diharapkan dari
bimbingan dan pengarahan ini
ialah agar masalah-masalah yang timbul dalam organisasi ditekan sekecil
mungkin, bahkan diusahakan agar tidak menimbulkan masalah-masalah yang tidak
perlu.
Pemecahan berbagai masalah
organisasi harus dapat dilihat dan dipertimbangkan dari segala aspek, tidak
hanya dilihat dari satu segi saja lalu mengambil keputusan. Misalnya, masalah
pendidikan, tentang hasil ujian murid-murid ternyata kurang memuaskan karena
sebagian besar murid gagal dalam ujian tersebut. Masalah ini tidak akan dapat
diselesaikan dengan hanya mencari tahu mata pelajaran (bidang studi) mana yang
buruk asilnya, atau mencari penyebab dari kemalasan dan kebodohan murid.
Pemecahan masalah ini harus dilihat atau ditelusuri penyebabnya dari berbagai
aspek. Misalnya faktor guru yang kurang cakap, murid yang kurang mendapat
bimbingan, murid yang intelegensinya rendah, murid yang mengalami kesulitan
belajar, guru yang menjalankan tugasnya dlam keadaan letih, guru kurang
menguasai bahan metode dan tugas-tugas lainnyadalam kaitan dengan tujuan,
kurang kerjasama antar guru, pimpinan kurang kontrol, dsb. Mungkin juga dari
segi prosedur dan metode yang terlalu kaku, jadwal pelajaran yang selalu
berubah-ubah, moral kerja guru yang rendah, PBM yang kurang efektif, sikap
profesional guru kurang meyakinkan, guru yang malas dan kurang siap, kepala
sekolah yang telalu otoriter, pembagian tugas yang tidak jelas, kurikulum yang
tidak serasi dengan silabus, faktor kesehatan guru ataupun murid yang kurang
terjamin, ataupun faktor alat dan pembiayaan yang kurang memadai dengan
kebutuhan belajar, lingkungan yang kurang menyenangkan, dan aspek-aspek
lainnya.
4.
Fungsi
Pengkoordinasian (Coordinating)
Walaupun perencanaan telah
disusun dengan mantap, pengorganisasian telah ditata dengan baik dalam
mekanisme kerja yang sudah
memadai, personil yang memiliki pengetahuan dan kecakapan yang cukup, namun
belumlah dapat dijadikan jaminan akan tercapainya tujuan yang diinginkan tanpa
adanya pengkoordinasian yang baik. Ada kemungkinan semua personil pada setiap
bagian telah bekerja terarah sesuai dengan batas-batas wewenang dan tanggung
jawabnya, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena tidak nampak
adanya kerajasam antar personil pada setiap unit kerja yang ada dalam organisasi
tersebut. Untuk itu, perlu ada koordinasi yang mantap antar personil setiap
unit atau bagian, sehingga timbul suasana harga menghargai sebagai upaya untuk
memmelihara dan menciptakan kerjasama yang harmonis dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Karena itu, perlu ada koordinasi dapat diartikan sebagai
kegiatan mengatur (mengkoordinir) dan membawa personil, metode, bahan, buah
pikiran, saran-saran, cita-cita maupun alat-alat dalam hubungan kerjasama yang
serasi (harmonis), saling isi-mengisi dan tunjangan menunjang, sehingga
pekerjaan berlangsung efektif dan seluruhnya terarah pada pencapaian tujuan
bersama.
Pengelompokan satuan kerja
adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, agar semua satuan
kerja yang ada bergerak ke arah yang sama untuk mencapai tujuan bersama.
Satuan-satuan kerja dalam organisasi tidak boleh bergerak secara terpisah ke
arah yang berbeda (berlawanan), akan tetapi harus terjalin secara terpadu dalam
langkah dan bahasa yang sama, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama
tersebut. Karena itu, antar unit kerja (bagian) dan antar personil di dalam
suatu unit kerja (bagian) dan antar personil didalam suatu unit kerja maupun antar unit kerja yang berlainan harus
terjalin suatu koordinasi yang efektif untuk dapat mewujudkan tujuan bersama
tersebut.
5. Fungsi
Pengawasan dan Penilaian (Controling and Evaluating).
Pengawasan (kontrol) adlah kegiatan
untuk mengukur kadar (tingkat) efektivitas dan efisiensi penggunaan metode dan
alat-alat kerja tertentu guna melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan telah
sesuai dengan rencana yang telah digariskan dan sebagai masukan untuk
menentukan rencana kerja yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan. Untuk
itu, diperlukan kegiatan penagamatan (observasi dan supervisi), baik langsung
maupun tidak langsung terhadap berbagai aspek atau kegiatan personil, metode
kerja, peralatan kerja, bahkan pengamatan pada aspek perencanaan,
pengorganisasian, pembimbingan/pengarahan dan pengkoordinasian secara
keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengawasan menunjukkan
pengertian pada dua fungsi, yaitu : (1) membandingkan hasil yang telah dicapai
dengan rencana yang telah disusun, dan (2) mencatat hasil pengawasan tersebut
untuk dijadikan bahan penyempurnaan seluruh kegiatan organisasi. Dengan pengawasan
diusahakan agar semua kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana tanpa
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan tujuan yang telah
direncanakan sulit untuk dicapai.
Untuk
melaksanakan pengawasan dengan baik diperlukan beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang pimpinan (pengawas), yaitu:
(a)
Memiliki
wawasan yang luas mengenai seluk-beluk pekerjaan yang erada di bawah pengawasannya.
(b)
Memiliki
pengetahuan yang cukup tentang rencana, policy, dan tujuan yang akan dicapai
oleh organisasi serta tujuan setiap bagian (unit kerja) yang berda di bawah
pengawasannya.
(c)
Memiliki
kemampuan tentang cara-cara melaksanakan pengawasan yang baik.
(d)
Dapat
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi dimana pelaksanaan pengawasan itu
berlangsung.
(e)
Memiliki
kemauan yang keras untuk membimbing para petugas yang diawasinya, karena maksud
pengawasan bukanlah untuk mencari-cari kesalahan bawahan, melainkan sebagai
bahan untuk memberikan bimbingan berdasarkan kesalahan yang ditemukan itu.
(f)
Memiliki
sifat-sifat kepribadian yang terpuji, yaitu sabar, jujur, tegas, konsekuen,
ramah, rendah hati, berjiwa besar, memiliki rsa penuh pengabdian dalam
menjalankan tugas pengawasannya.
Pengawasan juga digunakan untuk mengecek rencana
kualitas maupun kuantitas dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
Mengamati tingkat efektivitas, maksudnya menilai
kegiatan kegiatan yang telah dilakukan, apakah hasil yang telah dicapai sesuai dengan rencana/mengikuti rel yang
sebenarnya dan tidak menyimpang dari perencanaan tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan mengamati tingkat efisiensi kerja dimaksudkan adalah menilai
tindakan-tindakan yang telah dilakukan melalui cara yang terbaik atau paling
tepat untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya tetapi dengan resiko yang
sekecil-kecilnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, ternyata bahwa hasil
kontrol (pengawasan) tidak hanya berakhir sampai disitu, tetapi harus
memungkinkan dilaksanakannya evaluasi (penilaian) terhadap semua aspek yang
telah dikontrol tersebut.
Sehubungan dengan itu, maka kriteria dalam melaksanakan
evaluasidari suatu hasil kontrol untuk mengetahui tingkat efektivitas dan
efisiensi kerja, adalah tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan kontrol yang dapat
dievaluasi tersebut akan sangat bermanfaat untuk:
(a)
Memperoleh
data untuk diolah/dianalisis yang hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar bagi
usaha perbaikan kegiatan di masa-masa yang akan datang.
(b)
Memperoleh
cara kerja yang paling efektif dan efisien atau paling tepat dan paling
berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencari tujuan.
(c)
Memperoleh
data tentang kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang dihadapi,
sehingga memungkinkan dapat dikurangi dan dihindarinya.
(d)
Memperoleh
data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi
dan personil dalam berbagai bidang.
(e)
Mengetahui
sampai seberapa jauh tujuan telah tercapai.
Dari uraian di atas, jelaslah bagi kita bahwa penilaian
tidak sekedar bersifat kuantitatif, melainkan juga bersifat kualitatif, karena
penilaian bersifat penentuan mutu (kualitas) terhadap data yang diperoleh
melalui pengawasan. Interprestasi hasil penilain yang bersifat kualitatif
itu dapat dinyakan dengan berbagai kriteria seperti:
(a) Sangat
baik
(b) Baik
(c) Cukup
(d) Kurang,
dan
(e) Buruk/kurang
sekali.
C.
PERTANYAAN
LATIHAN
1. Jelaskan
secara singkat tentang perkembangan administrasi bagai suatu Ilmu Pengetahuan,
baik di luar negeri maupun di Indonesia.
2.
Jelaskan pendapat anda, mengapa administrasi pendidikan
itu dianggap sebagai suatu faktor yang sangat penting.
3. Mengapa
Henry Fayol dan Frederick Winslow Taylor disebut sebagai Bapak Ilmu
Administrasi dan Bapak Manajemen Ilmiah ?
4. Apa
yang dimaksud dengan administrasi, administrasi pendidikan dan administrasi
sekolah ? Jelaskan pula persamaan dan perbedaan masing-masing.
5. Faktor-faktor
apa yang menyebabkan terjadinya proses administrasi itu?
6. Mengapa
faktor-faktor dalam administrasi pendidikan dibedakan dengan unsur-unsur
administrasi pendidikan ? Jelaskan pendapat anda.
7. Sebutkan
dan jelaskan secara singkat unsur-unsur dalam administrasi pendidikan yang anda
ketahui.
8. Jelaskan,
mengapa administrasi pendidikan itu dianggap lebih luas daripada administrasi
sekolah ? Buktikan !
9. Jelaskan
apa yang dimaksud dengan : Organisasi, manajemen, komunikasi, kepegawaian,
keuangan, perancangan, tata usaha dan hubungan masyarakat (public relations).
10. Jelaskan
bahwa organisasi sebagai suatu total sistem dapat menajdi beberapa susistem, sebutkan
dan jelaskan subsistem apa saja yang bisa dibentuk di dalam total sistem
tersebut.
11. Jelaskan
dan gambarkan perbedaan bnetuk organisasi Lini, Orgainsasi staf serta
organisasi lini dan staf.
12. Sebutkan
dan jelaskan beberapa azas yang harus dipenuhi dalam penyusunan suatu
organisasi yang baik.
13.
Mengapa manusia perlu berorganisasi, berkomunikasi dan
bekerjsama? Jelaskan pendapat anda.
14.
Kemukakan alasan anda, mengapa manajemen dipandang
sebagai inti dari administrasi ? Buktikan pula mengapa administrasi, oganisasi,
manajemen, kepemimpinan, pengambilan keputusan dan human relations tidak bisa
dipisahkan ?
15. Tingkat
ketrampilan/kecakapn apa sja yang perlu dikuasai oleh seorang manajer
pendidikan ?
16. Faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan suatu komunikasi bisa terjadi ? Jelaskan ! Untuk apa
komunikasi dilakukan ?
17. Kegiatan-kegiatan
apa saja yang anda anggap perlu dilakukan bagi tata usaha sekolah yang baik ?
18. Sebutkan
dan jelaskan apa yang menjadi dasar dan tujuan dari administrasi pendidikan ?
Kriteria apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan administrasi pendidikan
?
19. Jelaskan
mengapa perencanaan sangat diperlukan dalam suatu organisasi ? Aspek-aspek apa
yang perlu ada dalam suatu perencanaan ? Gambarkanlah sebuah siklus perencanaan
sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaannya.
20.
Cara apa saja yang ditempuh seorang pimpinan dalam
melaksanakan bimbingan dan pengarahan keada bawahannya ?
21.
Jelaskan alasan anda, mengapa pengawasan dalam organisasi
sangat diperlukan ? Syarat apa yang perlu bagi seorang pengawas ? Dan apa
manfaatnya pengawasan itu dilakukan ?
22.
Apa yang dimaksud dengan penilaian yang bersifat
kuantitatif dan penilaian yang bersifat kualitatif ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar