Jumat, 19 Oktober 2012

konsep pendidikan


       BAB I
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN

Tujuan Pembelajaran
          Setelah mengikuti secara aktif kegiatan proses pembelajaran, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Administrasi dan Supervisi Pendidikan diharapkan akan dapat:
1.    Menjelaskan perkembangan Administrasi Pendidikan di Indonesia
2.    Membedakan pengertian Administrasi Pendidikan dengan Administrasi Sekolah
3.    Menjelaskan faktor-faktor dan unsur-unsur Administrasi Pendidikan
4.    Menjelaskan dasar dan tujuan Administrasi Pendidikan
5.    Menjelaskan fungsi-fungsi Administrasi Pendidikan.

PEMBAHASAN MATERI PEMBELAJARAN

A. PENDAHULUAN

Disadari atau tidak, dalam realitasnya manusia hidup di abad modern sekarang ini selalu berada dan berhadapan dengan berbagai masalah. Masalah tersebut silih berganti dari masalah yang satu ke masalah yang lain dan seterusnya sampai akhir hayat manusia. Rentetan masalah tersebut dapat dipastikan akan dialami oleh setiap manusia yang pernah hidup, baik masalah sosial-budaya, masalah ekonomi, masalah politik, maupun kenegaraan dengan kadar masalah yang bertingkat-tingkat sesuai dengan masalah yang dialaminya. kompleksitas masalah yang demikian rumit ini dapat dibayangkan, apabila manusia tidak berupaya mencari cara untuk mengaturnya, mungkin dunia inipun telah hancur sejak dahulu kala. Pengaturan dimaksud untuk mengarah kepada usaha kelancaran, keteraturan, kedinamisan dan ketertiban sehingga kesenjangan dalam hidup dapat diatasi semaksimal mungkin. Hal ini mutlak diperlukan pengadministrasian untuk mengaturnya agar kehidupan ini menjadi lebih baik.
Seperti apa yang diungkapkan oleh S.P. Siagian dengan mengutip pendapat Albert Lopawzley, bahwa ”abad ini adalah abad administrasi”. Tidak ada suatu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan sangat bergantung suatu filsafat administrasi yang mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern”. (S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, 1980:1-2)
     Demikian pula perkembangan dunia pendidikan dewasa ini yang              sudah demikian pesatnya, baik sistem, metoda maupun penggunaan alat-alat kerja yang serba otomatis, akan tetapi untuk mencapai hasil kerja secara maksimal tanpa mengorbankan unsur-unsur kemanusiaan. Usaha pembinaan, pengembangan dan pengendalian ini sangat diperlukan penerapan administrasi dan supervisi pendidikan di lingkungan kerja masing-masing, khususnya pada lembaga-lembaga pendidikan.
     Diberbagai lembaga pendidikan terdapat sejumlah manusia, baik yang berkedudukan sebagai pimpinan ataupun sebagai tenaga pelaksana, rasanya tidak cukup jika mereka hanya dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan saja, mereka harus dibekali pula dengan kemampuan administratif. Dengan kata lain, para petugas pendidikan di sekolah (Kepala Sekolah, penilik sekolah, pengawas, guru dan personil sekolah lainnya) tidak hanya dituntut kemampuan profesional dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kependidikan, akan tetapi               juga kemampuan dalam mengelola administrasi pendidikan, yang mengharuskan mereka memiliki pengetahuan, ketrampilan dan keahlian serta bersikap selaku administrator yang profesional pula. Kemampuan profesional tersebut terutama menyangkut aspek-aspek yang berkenaan dengan pengendalian kerjasama seperti kemampuan menyusun perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pembimbingan/ pengarahan, supervisi dan evaluasi pendidikan serta kemampuan mewujudkan komunikasi yang harmonis antar para pelaksana pendidikan di sekolah guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan di lingkungan lembaga masing-masing.
     Kemampuan administratif seperti tersebut di atas adalah sesuai pula dengan kebijaksanaan mengenai Sistem PGBK (Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi) yang perlu diberikan dan dipersiapkan bagi calon guru dan kepala sekolah awal mungkin tanpa harus menunggu bila mereka telah menjadi guru atau kepala sekolah, pengawas atau penilik sekolah seterusnya. Sangatlah bijaksana apabila seawal mungkin para pelaksana pendidikan di sekolah dibekali kemampuan administrasi agar mereka: ”Mengenal dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah dengan baik”. (Kompetensi 9: Ary H, Gunawan, 1981:1).
     Tuntutan akan kemampuan administratif seperti tersebut di atas, pada gilirannya menempatkan para petugas atau pelaksana pendidikan diberbagai tingkat dan jenjang sekolah (dari SD sampai Perguruan Tinggi) dapat bertanggung jawab terhadap pengelolaan pendidikan, pada posisi mereka masing-masing apapun sebutan yang diberikan, baik disebut sebagai administrator, supervisor, pemimpin, maupun disebut sebagai manajer atau pengelola dan sebagainya. Sebutan-sebutan tersebut di atas diharapkan tidak hanya merupakan sebutan untuk fungsi administrator tetapi juga menunjukkan kiat administrator yang baik, seperti kiatnya seorang dokter yang bertangan dingin yang populer di masyarakat karena ia mampu mendiagnosis dan menyebutkan berbagai jenis penyakit.

B.   MENGENAL PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN                        DI INDONESIA

1.   Perkembangan Administrasi di Luar Negeri
Administrasi sebagai fenomena sosial di dalam masyarakat  telah ada sejak dahulu kala, lebih-lebih sejak peradaban manusia berkembang. Tetapi proses penyelenggaraannya baru diselidiki dan dikenal sebagai ilmu pengetahuan kira-kira pada sekitar akhir abad ke XIX.
Mulanya seorang bangsa Perancis yang bernama Henri Fayol kelahiran Istambul (1841) mengadakan suatu penelitian dan memperkenalkan teori-teori administrasi kepada bangsa Perancis. Fayol menganggap pengembangan ilmu adminstrasi itu sebagai satu-satunya jalan bagi Perancis untuk mengisi kekurangan/kekosongan tenaga-tenaga pimpinan dengan tenaga-tenaga yang faham akan pengetahuan administrasi pada waktu itu.
Pada pertama kalinya sekitar tahun 1900, Fayol berceramah dan mengemukakan pendapatnya di depan sebuah Kongres Pertambangan Baja, dengan dalilnya bahwa ”pengetahuan teknik saja tidak cukup untuk mengurus suatu perusahaan industri dengan sewajarnya”. Fayol menyadari bahwa pengetahuan teknik yang dimiliki tentang apa yang diurus tidaklah cukup, kecuali dilengkapi dengan pengetahuan tentang bagaimana mengurusnya. Untuk itu, pengetahuan tentang administrasi perlu dikembangkan.
Perhatian terhadap ilmu administrasi yang demikian besarnya sehingga akhirnya Fayol bertekad untuk mendirikan sebuah Pusat Studi Ilmu Administrasi di Paris untuk mengembangkan teori-teori administrasi yang dimilikinya. Tekad ini dimulai pertama kalinya dengan menerbitkan sebuah brosurnya yang terkenal dengan judul “Administration Industriallle et Generale”. Bibit administrasi yang dikembangkan Fayol ini akhirnya terkenal dan tersebar ke seluruh penjuru dunia, sebab itu Henri Fayol dijuluki sebagai Bapak Ilmu Administrasi.
Perkembangan ilmu administrasi yang semakin pesat telah tumbuh pula dengan suburnya di Amerika Serikat yang ikut mempengaruhi cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu cabang ilmu administrasi yang menjadi perhatian dalam penyelidikan secara ilmiah ialah “Manajemen Ilmiah” yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor, yang kemudian ia dikenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (1956-1915). Ide-ide pokoknya yang terkenal dituangkan dalam sebuah bukunya yang berjudul “The Principles of Scientific Management” (1911). Demikian   pula perkembangan bidang ilmu lainnya seperti bidang kenegaraan dikembangkan oleh Woodrow Wilson, seorang guru besar ilmu politik pada Universitas Princeton yang kemudian diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat pada waktu kejayaannya itu. Ia terkenal dengan tulisannya yang berjudul “The Study of Administration”, telah menggugah perhatian para sarjana politik di Amerika Serikat akan pentingnya administrasi sebagai subyek studi dalam rangka ilmu politik. Tulisan-tulisan seperti misalnya Frank J. Goodnow (awal abad ke XX), William B. Monro (1923), Leonard D. White (1926) tentang “An Introduction to the Study of Public Administration”; Elton Mayo dan Fritz Roethlisberger masing-masing sebagai ahli psikologi industri dan psikologi sosial. Keduanya mengembangkan penelitian tentang hubungan antara lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja (1927-1932); Mery Parker Follet (1928-1933) seorang filosof wanita dalam bidang politik dan sosial. Dalam tulisannya yang menekankan faktor manusia dalam administrasi, dengan pertimbangan utamanya bahwa problem pokok semua organisasi ialah “bagaimana mengembangkan dan memelihara dinamika dan hubungan yang rukun dan manusiawi dalam organisasi; Chester Irving Barnard (1938) mengembangkan toeri komprehensif dengan mengadakan pendekatan dan analisis tentang perilaku kerjasama dalam organisasi formal, dalam bukunya berjudul ”The Function of the Executive”; Herbert Alexander Simon (1947) mengembangkan ide Barnard dengan menggunakan konsekuensi keseimbangan  organisasi sebagai titik tolak untuk suatu teori motivasi kerjasama yang formal, dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Administrative Behavior”. Menurut Simon, tidak ada cara pemecahan yang lebih baik terhadap permasalahn tertentu, tetapi beberapa cara pemecahan lebih memuaskan dari yang lainnya melalui pendekatan keperilakuan manusia dalam organisasi.
Dari kesemua hasil penelitian/experimen, analisis dan konsep (teori-teori) pengembangan ilmu administrasi tersebut di atas telah mengangkat bangsa Eropa jauh lebih maju dalam mengenal administrasi sebagai suatu ilmu pengetahuan hingga dewasa ini.
2.   Perkembangan Administrasi
Di Indonesia, administrasi sebagai proses penyelenggaraan yang merupakan gejala sosial telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenalnya sebagai suatu ilmu pengetahuan. Pada sekitar abad   ke VII dan VIII Masehi  (+ 1.000 tahun lampau) yaitu pada zaman Majapahit dan Sriwijaya, administrasi sudah ada bersama-sama dengan expansi kedua kerajaan ini, bahkan lebih maju dan tinggi taraf penyelenggaraannya baik administrasi negara maupun administrasi niaganya bila dibadingkan dengan Negara-negara lainnya. Bukti untuk         hal ini, ialah pada zaman Majapahit telah berhasil menyatukan negara-negara yang ada di kawasan nusantara, bahkan sampai keluar wilayah         RI sekarang ini. Karenanya Majapahit sangat disegani oleh negara-negara di sekitarnya. Demikian pula Sriwijaya dengan hubungan dagangnya mengarungi lautan dengan kapal-kapalnya yang megah menjadi terkenal oleh negara-negara yang jauh dari kawasan Sriwijaya pada saat itu.
Walaupunn administrasi sebagai proses kegiatan sudah dikenal jauh sebelumnya, namun sebagai ilmu pengetahuan baru dikenal  pada sekitar  tahun 1957, yang ditandai dengan suatu momentum didirikannya LAN (Lembaga Administrasi Negara) di Jakarta. Tahun-tahun sebelumnya kegiatan untuk mengembangkan ilmu administrasi ini telah ada di Indonesia, seperti:
-      Tahun 1954 Pemerintah pernah mendatangkan  suatu perutusan dari Amerika Serikat untuk mengadakan penelitian tentang administrasi kepegawaian di Indonesia. Perutusan ini diketuai oleh Edward H.Litchfield dibantu oleh C. Rankin. Hasil penelitian ini dirumuskan dalam sebuah saran kepada pemerintah RI, dengan judul “Training Administration on Indonesia”.
-      Tahun 1959 Pemerintah mengundang kembali suatu tim ahli dari negara yang sama dengan diketuai oleh Lynton K.Caldwell dengan dibantu oleh Howard L. Timn. Hasil pertemuan dengan tim inilah yang kemudian mendorong pemerintah RI. untuk mengembangkan ilmu administrasi melalui LAN tersebut. Dari sinilah berkembang dan berdirinya berbagai perguruan tinggi dengan fakultas-fakultas               yang mengembangkan ilmu administrasi mulai dari administrasi negara, administrasi niaga, administrasi pemerintahan, administrasi pembangunan, administrasi pendidikan, administrasi perkantoran, dan lain sebagainya.
Perhatian besar pemerintah RI. terhadap pengembangan ilmu administrasi, terutama sekali karena pada awal-awal tahun kedaulatan dipulihkan, banyak jabatan-jabatan penting yang semula ditempati oleh orang-orang Belanda menjadi kosong, sedangkan tenaga-tenaga yang ada sangat kurang kemampuannya untuk mengisi kekosongan  tersebut, sehingga merupakan masalah yang berat bagi suatu negara baru seperti Indonesia pada waktu itu. Memang pada zaman kolonial Belanda dulu tidak memberi kesempatan kepada orang-orang Indonesia untuk menempati jabatan-jabatan administratif yang penting dalam menentukan kebijaksanaan politik atau jabatan pimpinan yang penting, kalaupun ada maka hanya sedikit saja yang mempunyai pengalaman administratif. Pendekatan pada waktu itu administrasi sebagai proses kegiatan yang integral semata-mata diperuntukkan bagi golongan orang-orang Belanda saja, sedangkan orang-orang Indonesia diabaikan dari jabatan-jabatan penting dan menentukan kebijaksanaan dalam negara pada waktu itu.
Semenjak berdirinya LAN hingga sekarang ini, ilmu administrasi         di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat, bahkan masing-masing unsur administrasi yang merupakan suatu kesatuan telah berdiri sendiri sebagai cabang ilmu pengetahuan juga berkembang dengan subur di Indonesia. Misalnya:
(a)   Dalam ilmu organisasi dikembangkan pengetahuan baru tentang organisasi dan metoda (Organization and Method).
(b)   Ilmu manajemen dikembangkan pula pengetahuan metodologi pengambilan keputusan (Decision Making Methology), penelitian operasional (Operational Research), Network planning dan sebagainya.
(c)   Dari ilmu komunikasi dalam administrasi dikembangkan pula pengetahuan baru “Cybernetics”.
(d)   Dari ilmu administrasi keuangan dikembangkan pula pengetahuan baru “Planning Programming Budgeting System (PPBS) atau nama lain sekarang sedang popular yaitu “Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran, disingkat SP4.
(e)   Dari ilmu tata usaha dikembangkan pula pengetahuan baru yang ada hubungannya dengan computer seperti “Automatic Data Processing” (ADP), dan Management Information System” (MIS) dan sebagainya.
(f)    Sementara diusahakan untuk dikembangkan pula ilmu-ilmu kebudayaan administrasi, administrasi ekonomi pembangunan dan sebagainya sebagai jawaban atas problem pembangunan di negara kita sekarang ini dan untuk waktu-waktu mendatang.
Dengan berkembangnya ilmu administrasi di Indonesia, dewasa ini telah memberi angin segar dan ramai bagi berdirinya lembaga-lembaga pendidikan, balai pembinaan dan latihan jabatan pegawai, sekolah-sekolah staf dan calon pimpinan, penataran-penataran pra jabatan dan dalam jabatan untuk melengkapi dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta disiplin administrasi yang lebih mantap dan dinamis guna mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa yang pada suatu saat akan mampu berdiri di ats kemampuan bangsa sendiri tanpa menggantungkan diri kepada bangsa-bangsa lain.

C.   PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.   Administrasi pada umumnya
Apabila kita berkunjung ke suatu kantor atau sekolah dan kita perhatikan dengan cermat, maka kita akan melihat banyak orang sedang sibuk dengan berbagai kegiatannya. Disana kita lihat ada orang yang sedang menulis, ada yang sedang menghitung, ada yang membaca, ada yang sedang berbincang-bincang tentang sesuatu hal dengan teman atau dengan orang lain, ada yang tengah memikirkan sesuatu hal untuk dipecahkan, ada yang sedang menerima dan mengirim surat, ada yang sedang mengetik, ada yang sedang menyusun atau mengatur buku, daftar, arsip, dan dokumen-dokumen penting, sementara ada pula yang sedang menunjukkan sesuatu kepada orang lain, bahkan ada pula yang sedang mengamati orang lain (bawahan) sedang bekerja, dan macam-macam kegiatan lainnya. Semua kegiatan yang telah disebutkan di atas, baik mereka yang bekerja sendiri-sendiri maupun bekerja bersama-sama bukanlah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri-sendiri terpisah satu sama lain, akan tetapi kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu kesatuan yang terikat oleh suatu tujuan yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan itu adalah kegiatan yang berencana, terorganisir, teratur, dan  terkontrol/terkendali secara sistematis, kontinu dan bersasaran untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan di atas adalah merupakan fenomena dari suatu iven yang memberikan ciri pada administrasi macam mana seseorang atau sekelompok orang itu melakukannya. Memang kegiatan administrasi sejak dahulu telah ada bahkan dapat dikatakan bahwa administrasi itu sendiri sama tuanya dengan adanya manusia di dunia ini,        dan berkembang bersamaan dengan peradaban manusia. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa apabila ada dua orang atau lebih yang bekerjasama melakukan suatu kegiatan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu, maka kegiatan tersebut digolongkan sebagai kegiatan administrasi.
Pada umumnya pengertian administrasi yang dimaksudkan oleh kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari adalah terjemahan dari kata “administratie” (Belanda) yang sama dengan “clerical-work” (Inggeris) yang berarti tata usaha. Pengertian ini adalah benar sesuai dengan pengamatan sepintas yang pernah dialami, akan tetapi masih berada dalam pandangan yang sempit, yang menyangkut kegiatan-kegiatan dari suatu kantor seperti menyelenggarakan surat-menyurat, mengatur dan mencatat penerimaan, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan dan pengeluaran barang-barang, mengurus keuangan, pengarsipan, dan sebagainya. Keseluruhan kegiatan tersebut di atas adalah merupakan kegiatan ketatausahaan yang bru merupakan gambaran sebagaian kecil dari keseluruhan proses administrasi yang sesungguhnya.
Administrasi dalam pengertian luas adalah terjemahan dari  kata “administration” (Inggeris). Secara etimologis, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin “Administrare. Kata administrare terdiri dari kata ad + ministrare. Kata Ad mempunyai arti yang sama dengan kata to dalam bahasa Inggeris yang berate ke atau kepada; dan kata ministrare mempunyai arti yang sama dengan  to serve atau to conduct dalam bahasa Inggeris yang berarti melayani, membantu, menolong, memenuhi, atau mengarahkan. Jadi kata administrasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk melayani, usaha untuk membantu, usaha untuk menolong, usaha untuk memenuhi, usaha untuk mengarahkan  dan atau usaha untuk memimpin semua kegiatan yang telah direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab formal dalam hierarki organisasi (kelompok kerjasama) untuk memberikan bantuan, pelayanan, pertolongan dalam usaha itu dinamakan “administrator, yang pada hakekatnya adalah seorang pelayan atau pembantu yang memberikan service dalam usaha mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, lalu orang mulai menyusun resep dalam pengertian yang umum tentang administrasi sebagaimana para ahli di bawah ini.
Herbert Alexander Simon, dalam bukunya “Public Administration” menyatakan : In its broadest sense, administration can be defined as the activities of group cooperating to accomplish common goals. Pengertiannya kurang lebih sebagai berikut: Dalam pengertian yang terluas, administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dari            kelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. (H.A.Simon, 1956:3).
Menurut Sondang P. Siagian, dalam bukunya “Filsafat Administrasi”, memberikan definisi administrasi sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. (S.P. Siagian, 1975 :13). Sedangkan The Liang Gie dan Sutarto dalam bukunya “Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu Administrasi” mengemukakan definisi administrasi sebagai berikut : Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh kelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu. (The Liang Gie, 1977:13).
Berdasarkan ketiga definisi administrasi di atas, sampailah kita kepada suatu kesimpulan bahwa “administrasi adalah keseluruhan proses penataan kegiatan dari kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dari definisi ini, dapat dipetik beberapa pokok pikiran yang merupakan kesamaan pendapat dari para ahli administrasi, yaitu antara lain:
(1)       Administrasi merupkan rangkaian kegiatan penataan.
(2)       Kegiatan penataan itu dilakukan oleh sekelompok orang.
(3)       Usaha kerjasama sekelompok orang itu mempunyai tujuan tertentu yang disepakati untuk dicapainya.
Pokok pikiran tersebut di atas ini memuat beberapa aspek penting yang merupakan faktor penyebab terjadinya administrasi, yaitu: (a) adanya manusia (dua orang atau lebih); (b) adanya tujuan yang hendak dicapai; (c) adanya serangkaian tugas pekerjaan yang harus dikerjakan; dan             (d) ada proses kerjasama (proses penataan).

2.   Administrasi Pendidikan
Pengertian administrasi pendidikan sampai pada abad ini masih belum terdapat suatu komitmen yang uniform dari para ahli tentang definisi administrasi pendidikan. Masing-masing ahli memberikan definisi yang berbeda-beda dengan dukungan argumentasi yang  cukup kuat dan rasional. Dalam realitasnya, ternyata masih terdapat sebagian orang yang memandang administrasi pendidikan itu sama dengan administrasi sekolah. (Periksa Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan Buku III-b, Kurikulum 1975 dalam pemakaian istilah tersebut). Kecenderungan inilah yang mengilhami keyakinan mereka sehingga dalam mendefinisikan administrasi pendidikan cenderung pula mempersempit pengertiannya, yaitu dalam konteks yang sama dengan tata usaha sekolah, administrasi pengajaran, dan administrasi sekolah. Sesungguhnya administrasi pendidikan itu lebih luas dibanding dengan administrasi tata usaha atau administrasi pengajaran maupun dengan administrasi sekolah.
Untuk menghindari terjadinya interpolasi penerapan pengertian, dan untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa administrasi pendidikan itu lebih luas dari yang lainnya, maka ada beberapa alasan yang menjadi dasar pertimbangan dalam penulisan ini, yaitu:
a.    Administrasi pendidikan di Indonesia adalah merupakan bagian atau cabang dari ilmu administrasi umum, khususnya administrasi negara dimana dalam praktek penyelenggaraan administrasi pendidikan pada umumnya tetap berhubungan dengan pola penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karena  itu, administrasi pendidikan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh negara (pemerintah).
b.    Masalah pendidikan di Indonesia adalah juga masalah negara. Dasar dan tujuan pendidikan di Indonesia sama dengan dasar dan tujuan negara, yakni berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena itu, bagaimana bentuk dan sistem negara kita maka begitu pula pendidikannya. Administrasi pendidikan pada dasarnya menunjukkan ruang lingkup atau ruang gerak administrasi ke dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, administrasi pendidikan pada hakekatnya merupakan applaid ilmu administrasi dalam ilmu pendidikan, dimana dalam kegiatan pembinaan, pengembangan dan pengendalian usaha-usaha pendidikan yang diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang adalah merupakan obyek atau sasaran kegiatan administrasi pendidikan. Demikian pula tujuan administrasi pendidikan berkaitan erat dengan tujuan pendidikan nasional, sebab administrasi pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan umum pendidikan nasional.
c.    Wilayah cakupan administrasi pendidikan sama luasnya dengan wilayah cakupan pendidikan nasional yang dalam praktek penyelenggaraannya meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Penyelenggaraan administrasi dalam arti luas tidak hanya dilaksanakan dalam sistem persekolahan akan tetapi meliputi pula kegiatan di luar sistem persekolahan, termasuk administrasi pendidikan yang berlangsung di dalam lingkungan keluarga. Demikian pula fungsi administrator pendidikan.
d.    Administrasi pendidikan memang lebih luas dari administrasi sekolah. Administrasi sekolah hanya merujuk kepada kegiatan-kegiatan administrasi yang diselenggarakan di sekolah, sedangkan administrasi pendidikan berkonfusi dan tersirat dalam konteks yang lebih luas meliputi pula administrasi pendidikan di luar sistem persekolahan. Ini berarti kontent administrasi pendidikan di dalamnya memuat sebagian masalah-masalah administrasi yang diselenggarakan di sekolah.
Gambaran tentang luas-sempitnya administrasi pendidikan telah jelas bagi kita, namun untuk merumuskan suatu pengertian yang lengkap rasanya sulit bagi kita untuk melepaskan begitu saja dari bayangan kita mengenai pengertian administrasi pada umumnya. Walaupun suatu rumusan tidak terlalu dapat menjelaskan pengertian secara lengkap dari keinginan kita, akan tetapi dalam banyak hal paling tidak dapat membantu mengurangi kesalahtafsiran kita tentang pengertian administrasi pendidikan yang sesungguhnya.
Chester W.Harris, dalam ”Encyclopedia of Educational Research”, memberikan pengertian administrasi pendidikan sebagai berikut: Educational administration is the process of integrating the effort of personal and utilizing appropriate materials in such a way as to promote effectively the development of human qualities. (Piet. A. Sahertian, dkk, 1982:4). Maksud definisi tersebut di atas kurang lebih sebagai berikut: Administrasi pendidikan adalah suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber personal dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas manusia.
Hadari Nawawi pada kesimpulannya berpendapat bahwa: Administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal.  (Hadari Nawawi, 1981:11).
Sedangkan M.Ngalim Purwanto, dalam bukunya “Administrasi Pendidikan”, dijelaskan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pelaporan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia baik personil, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. (M.Ngalim Purwanto, 1975:12).
Akhir dari seluruh rumusan pengertian di atas disimpulkan bahwa: Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan atau mendayagunakan segala sumber potensi yang tersedia, baik personil, material maupun spiritual secara berencana dan sistematis untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efktif dan efisien.
Administrasi sebagai suatu proses keseluruhan menunjukkan rangkaian seluruh kegiatan, mulai dari kegiatan pimpinan sampai dengan kegiatan pelaksana, dari pemikiran penentuan tujuan pelaksanaan sampai tercapainya tujuan melalui serangkaian kegiatan pokok yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan, komunikasi, pengawasan dan penilaian, pembiayaan, pelaporan hingga perencanaan ulang. Keseluruhan proses kegiatan dimaksud adalah semua proses kegiatan tersebut di atas dan bukan menunjukkan  pada jumlah proses kegiatan tersebut. Usaha kerjasama sekelompok orang dalam bidang pendidikan adalah usaha sadar tujuan, yang diselenggarakan oleh orang-orang yang memang memiliki kesadaran dan kemampuan serta rasa tanggung jawab atas terselenggeranya pendidikan di lingkungan tertentu, baik formal, maupun nonformal.
             
3.   Administrasi Sekolah
Administrasi sekolah dalam uraian ini difokuskan pada applaid ilmu administrasi pendidikan di lingkungan lembaga pendidikan (persekolahan). Pembatasan ini memberi bingkai pembahasan            yang dikonsentrasikan pada wadah (institusi) tertentu yaitu khusus pada lembaga pendidikan formal (sekolah), dengan maksud untuk mengurangi atau meniadakan uraian lebih jauh dan meluas pada hal-hal lain di luar dari sistem persekolahan. Selain itu, pada administrasi pendidikan cakupannya meliputi kantor-kantor pendidikan dan kebudayaan dari pusat sampai daerah, maka pada administrasi sekolah hanya dikonsentrasikan pemikiran khusus pada administrasi lembaga pendidikan formal termasuk tata usaha sekolah.
          Stephen J.Knezevich, dalam bukunya “administration of Public Education”, mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai berikut: School administration is a process concerned with creating, maintaining, stimulating, and unifying the energies within an education toward realization of the pre determined objective. (Piet A.Sahertian, dkk, 1982:5). Maksudnya Adminidtrasi sekolah adalah suatu proses yang terdiri dari usaha mengkreasi, memelihara, menstimulir, dan mempersatukan semua daya yang ada pada suatu lembaga pendidikan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.
          Jan Turang, dalam bukunya “Administrasi Sekolah” mengemukakan pengertian administrasi sekolah sebagai “keseluruhan proses pengendalian, pengurusan dan pengaturan usaha-usaha untuk mencapai dan melaksanakan tujuan sekolah. (Jan Turang, 1973:14).
          Sedangkan oleh Oteng Sutisna, dalam bukunya “Guru dan Administrasi Sekolah”, mengemukakan bahwa “administrasi sekolah  sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan memimpin dengan mana tujuan-tujuan sekolah dan cara-cara untuk mencapainya dikembangkan dan dijalankan. Ini meliputi kegiatan mengorganisasi personil, membentuk berbagai hubungan-hubungan organisasi, menyalurkan tanggung jawab, merencanakan kegiatan-kegiatan, mengkoordinasikan pelayanan-pelayanan pengajaran, membangun semangat guru-guru, mendorong inisiatif orang-orang dan kerjasama dalam kelompok ke arah tercapainya tujuan-tujuan dan nilai hasil-hasil dari rencana, prosedur, serta pelaksanaannya oleh guru-guru di sekolah. (Oteng Sutisna, 1979:3).
          Dengan menganalisis maksud dan tujuan serta hakekat dari pengertian administrasi sekolah tersebut di atas, kiranya cukup sebagai sampel yang dapat memberikan masukan bagi kita untuk menetapkan  suatu kesimpulan sebagai berikut:  yang dimaksud dengan administrasi sekolah adalah keseluruhan proses kegiatan segala sesuatu urusan sekolah yang dilaksanakan oleh personil sekolah (Kepala Sekolah, dan Stafnya, guru-guru dan karyawan sekolah lainnya) dalam suatu kerjasama yang harmonis unhtuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah secara efektif dan efisien.
          Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka administrasi sekolah sebagai applaid administrasi pendidikan ke dalam lembaga pendidikan formal (sekolah) dapat diartikan sebagai berikut:
a.    Administrasi sekolah adalah suatu proses keseluruhan kegiatan yang berupaya merencanakan, mengatur (mengurus), melaksanakan dan mengendalikan semua urusan sekolah untk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
b.    Administrasi sekolah merupakan suatu proses pemanfaatan segala sumber (potensi) yang ada di sekolah, baik personil (Kepala sekolah dan stafnya serta guru-guru dan karyawan sekolah lainnya) maupun material (kurikulum, alat/media) dan fasilitas (sarana dan prasarana) serta dana yang ada di sekolah secara efektif.
c.    Administrasi sekolah merupakan suatu proses kerjasama yang meliputi proses social, proses teknis, proses fungsional dan proses operasional penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
d.    Administrasi sekolah sebagai suatu alat untuk melaksanakan dan mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah yang meliputi: tujuan umum pendidikan, tujuan institusional (tujuan lembaga), tujuan kurikuler (tujuan bidang studi atau mata pelajaran), tujuan instruksional umum (TUP) dan tujuan instruksional khusus (TKP).
e.    Administrasi sekolah merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu wadah (organisasi) yang disebut organisasi sekolah dan juga dalam suatu sistem dan mekanisme yang bersifat normal, karena seluruh penyelenggaraan administrasi sekolah diatur dan diurus berdasarkan aturan-aturan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Aturan-aturan formal inilah yang membatasi kegiatan-kegiatan pengelolaan pendidikan yang berhubungan dengan jenis dan tingkat sekolah tertentu, sehingga kita kenal adanya administrasi SD, administrasi sekolah menengah (SMTP dan SMTA), administrasi perguruan tinggi, dan sebagainya.

Kesimpulan dari seluruh pengertian administrasi sekolah di atas, pada hakekatnya dapat diklasifikasikan atas dua kegiatan utama, yaitu kegiatan administrasi sebagai usaha pengendalian kegiatan pencapaian tujuan pendidikan di satu pihak, dan kegiatan operasional kependidikan untuk mencapai tujuan tersebut di pihak yang lain. Kegiatan operasional kependidikan adalah kegiatan teknis edukatif, seperti kegiatan belajar mengajar, bimbingan dan konseling, supervisi pendidikan, dan lain-lain. Untuk melaksanakan tugas-tugas operasional tersebut secara efektif diperlukan sejumlah tenaga profesional dalam bidang kependidikan termasuk juga kemampuan profesional di bidang penguasaan materi  bidang studi/mata pelajaran di luar bidang kependidikan. Sedangkan kegiatan administratif kependidikan adalah menyangkut kemampuan mengendalikan kegiatan operasional tersebut agar secara serempak seluruhnya bergerak dan terarah pada pencapaian tujuan yang ditetapkan. Tujuan mana pada dasarnya untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja yang tinggi dalam menyelenggarakan tugas-tugas operasional yang bersifat teknis edukatif di lingkungan lembaga pendidikan formal tertentu.
Untuk membedakan kegiatan administratif kependidikan dan kegiatan operasional kependidikan, ikutilah contoh yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi sebagai berikut: Menyusun kurikulum, mengatur agar kurikulum dapat dilaksanakan, menyediakan dan memelihara peralatan, mengadakan dan mengatur personil untuk merealisasikan kurikulum dan lain-lain adalah kegiatan yang termasuk dalam administrasi kependidikan. Sedangkan kegiatan menyusun persiapan mengajar (SAP), mengajar secara aktual di kelas, membimbing murid-murid untuk belajar guna mencapai prestasi maksimal sesuai dengan kemampuannya, menyusun dan melaksanakan evaluasi pendidikan (ujian), dan lain-lain adalah kegiatan yang ter,asuk dalam operasional kependidikan. (Hadari Nawawi, 1981:11).
Dengan menguasai pengertian tentang administrasi pendidikan dan administrasi sekolah beserta contoh-contoh konkrit yang membedakan kegiatan-kegiatan administratif kependidikan dan kegiatan teknis operasional kependidikan, seyogyanya kita telah memiliki  sebuah konsep yang bulat dengan langkah dan bahasa yang sama siap menghadapi dan mengeluti tugas-tugas kita yang akan dating, kapan dan dimanapun, baik dalam usaha yang kecil dan sederhana maupun dalam usaha yang besar dan kompleks. Seperti apa yang diungkapkan oleh Oteng Sutisna, bahwa …. Administrasi itu dimanapun sama, apakah dalam pemerintahan, perusahaan, atau pendidikan, apakah dalam usaha yang besar dan kompleks seperti misalnya sebuah departemen pendidikan atau dalam usaha yang kecil dan sederhana, seperti misalnya sebuah sekolah rakyat. (Oteng Sutisna, 1964:2). Pokoknya, semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha besar seperti mengenai perumusan policy, kontrol, perlengkapan dan seterusnya, sampai kepada usaha-usaha yang kecil          dan sederhana sepertinya penjaga sekolah dsb, (M. Ngalim Purwanto,         1970 : 9), Semuanya itu termasuk dalam kegiatan administrasi pendidikan di sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus mampu dilaksanakan oleh setiap orang yang disebut administrator pendidikan yang profesional, kalau tidak maka akan disebut sebagai seorang tukang. Oleh sebab itu,  para administrator pendidikan untuk sekarang, dan dimasa-masa yang akan datang lebih dituntut kemampuan profesionalnya, yang diharapkan ia dapat dan mampu:
(a)  Berpikir administratif (administrative thinking);
(b)  Berperilaku Administratif (administrative behavior); dan
(c)  Bersikap administratif (administrative attitude);
 
  1. FAKTOR-FAKTOR DAN UNDUR-UNSUR DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Di beberapa literatur administrasi yang sempat kit abaca, disana diketemukan istilah faktor dan unsur kadang-kadang dipertukarkan karena sebagian menganggap kedua istilah itu identik (sama) artinya. Agar supaya kita tidak salah (keliru) dalam menggunakan kedua istilah ini, baik dalam ungkapan lisan maupun dalam tulisan, tidak berlebihan jika kita telah lebih dahulu perbedaan kedua istilah tersebut.
Di dalam Ensiklopedia Administrasi, dijelaskan bahwa faktor merupakan syarat atau penyebab terjadinya administrasi. Tidak ada salah satu di antara faktor tersebut maka tidak aka nada administrasi, karena faktor merupakan sesuatu yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya suatu hasil atau keadaan. Pengertian faktor lebih luas daripada unsur, sebab kumpulan dari faktor-faktor itu selalu merupakan penyebab atau pendorong timbulnya sesuatu hal lain yang merupakan kebulatan. Sedangkan unsur adalah bagian dari sesuatu kebulatan. Tidak adanya unsur bukan berarti sesuatu kejadian atau suatu akibat itu tidak ada. Akibat atau kejadian itu ada tetapi kurang sempurna. (Staf Dosen BPA, 1977 : 119).
Untuk jelasnya perbedaan antara faktor  dan unsur ini, ikutilah contoh konkrit yang dikemukakan oleh Pariata Westra, dkk, sebagai berikut: Sebuah baju mempunyai faktor, antara lain: kain, benang, dan tukang jahit (penjahit). Tidak ada ketiga-tiganya atau salah satu diantaranya faktor tersebut  tidaka akan ada baju. Sedangkan unsur-unsur baju antara lain : saku, kancing, lengan, dan lain-lain. Hilangnya salah satu diantara unsur-unsur tersebut, baju tetap ada  hanya saja baju tersebut kurang sempurna. Jika baju tersebut diganti dengan administrasi, maka faktor penyebab terjadinya administrasi tersebut antara lain: sekelompok manusia, usaha bersama, proses penataan   atau penyelenggaraan, dan tujuan tertentu. (Pariata Westra, dkk., 1980: A.20).
1.   Faktor-faktor Administrasi Pendidikan
Pengertian faktor dan unsur dalam administrasi pendidikan telah jelas bagi kita. Faktor penyebab terjadinya administrasi paling tidak meliputi empat pokok pikiran (faktor) sebagai berikut:
a.   Sekelompok Orang
Yang dimaksud dengan sekelompok orang dalam administrasi pendidikan pada hakekatnya adalah sekumpulan orang-orang yang jumlah minimalnya dua orang dan maksimalnya tidak terbatas.  Proses administrasi baru terjadi kalau yang melakukan administrasi  itu adalah sekelompok orang yang sepakat untuk bekerjasama dalam suatu ikatan formal untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan bersama). Disini faktor manusia menjadi amat penting dan menentukan dibanding dengan unsur administrasi lainnya. Sebab itu, seandainya ada kegiatan yang dilakukan bukan oleh manusia, misalnya oleh mesin atau sekelompok mesin menyerupai manusia (umpamanya robot) tetapi kegiatan  tersebut tidak ada manusianya, maka hal itu tidak termasuk dalam lingkup administrasi. Demikian pula jika kegiatan itu dikerjakan oleh manusia seorang diri  dan bukan merupakan bagian dari suatu kelompok formal, maka kegiatan ini juga tidak dapa digolongkan sebagai kegiatan administrasi. Begitu pentingnya manusia dalam administrasi, sehingga ini juga tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan administrasi. Begitu pentingnya manusia dalam administrasi, sehingga oleh S.P. Siagian dinyatakan bahwa : Manusia tidak hanya penting tetapi terpenting dalam proses administrasi dan merupakan salah satu aksioma administrasi. (S.P. Siagian, 1976:7). Suatu kenyataan menunjukkan bahwa administrasi yang baik itu adalah ditentukan oleh           manusia-manusianya, tanpa manusia akan sulit dibayangkan timbulnya suatu administrasi yang baik. Sekelompok orang dalam administrasi pendidikan di sekolah biasanya terdiri dari : Pimpinan sekolah, Wakil pimpinan staf pelaksana, tenaga teknis, guru-guru dan karyawan administratif (tenaga tata usaha) serta penjaga sekolah dsb.
b.   Rangkaian kegiatan penataan (Sistematis)
Faktor penataan sebagai pokok pikiran kedua sekaligus merupakan suatu ciri yang membedakan kegiatan administrasi dengan kegiatan lainnya yang juga dilakukan oleh sekelompok orang. Rangkaian kegiatan penataan ini tidak berdiri sendiri (tunggal) melainkan terdiri dari beberapa kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk:
(1)  Merencanakan kegiatan-kegiatan yang perlu dikerjakan;
(2)  Menyusun dan membagi kerja dalam urutan yang logis;
(3)  Menetapkan hubungan kerja secara hirarkis;
(4)  Mengarahkan dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan secara harmonis.
(5)  Mengendalikan dan menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan dalam usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses kegiatan penataan ini termasuk di dalamnya segenap rangkaian perbuatan melaksanakan (implementasi) semua keputusan yang telah diambil sebelumnya. Karena itu, administrasi berhubungan dengan apapun yang akan dilakukan setelah ditetapkan tujuan bersama. Tetapi perlu, bahwa kegiatan penataan itu bukanlah merupakan kegiatan substantif yang berhubungan dengan tercapainya tujuan pokok dari usaha kerjasama melainkan hanyalah merupakan penunjang agar kegiatan substantif tersebut dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
c.    Usaha bersama
Yang dimaksud dengan usaha bersama dalam administrasi pendidikan adalah usaha bersama sekelompok orang untuk melaksanakan dan mewujudkan suatu maksud tertentu. Usaha kerjasama dalam administrasi ini dapat digolongkan atas dua sifat kerjasama, yaitu: (a) Kerjasama yang bersifat ikhlas dan sukarela (Voluntary cooperation), dan (b) kerjasama yang bersifat paksaan atau semu (Compulsory atau antagonistic cooperation). Kedua macam sifat kerjasama dalam administrasi ini seringkali terjadi, paling banyak ditentukan oleh faktor situasi dan kondisi lingkungan kerja serta sifat dari pimpinan itu sendiri. Kadangkala suatu kerjasama dapat tercipta dengan baik (efektif) dalam suatu sistem administrasi yang dilakukan atas dasar paksaan dan perintah semata-mata disertai pengawasan yang ketat. Namun tidaklah berarti bahwa cara semacam itulah yang terbaik, sebab dalam situasi yang lain kerjasama semacam itu jarang sekali orang dapat mencapai keberhasilan yang memuaskan, bahkan kadang-kadang mengalami kegagalan fatal dalam suatu organisasi.
Mekanisme kerjasama yang baik dapat terlihat secara jelas   dalam pembagian kerja dan tergambar dalam hirarkis yang disusun, tersedianya peralatan dan perbekalan yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah terbagi dalam susunan yang jelas serta aturan-aturan administratif yang mudah difahami dan dipatuhi dalam usaha mewujudkan kerjasama tersebut.
d.   Tujuan Tertentu
Yang dimaksud dengan tujuan dalam pengertian administrasi pendidikan, ialah kebutuhan baik jasmani maupun rohani yang harus diperjuangkan melalui usaha-usaha nyata untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan yang bersifat rohaniah dalam organisasi  dan administrasi pendidikan ialah memberikan pelayanan rohani untuk mencapai kepuasan dalam kerja, seperti pemberian layanan  pendidikan dan pengajaran, penataran, penghargaan, dsb. Sedangkan tujuan yang bersifat jasmaniah ialah memperoleh bantuan balas jasa atas jasa yang telah diberikan, seperti pemberian gaji, honor, dan tunjangan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jasmniah, seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya.
Selain kedua jenis dan sifat tujuan tersebut di atas, terdapat pula tujuan kegiatan administrasi pendidikan itu sendiri, yaitu pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Tujuan yang disebutkan terakhir ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam Sub Bab: Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan. 
2.   Unsur-unsur dalam Administrasi Pendidikan
Unsur-unsur dalam administrasi pendidikan adalah sebagai aktivitas penataan tugas-tugas pokok dari usaha kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan berturut-turut sebagai berikut:
a.   Organisasi
Organisasi merupakan salah satu unsur dari administrasi sekaligus unsur ini pula merupakan salah satu fungsi atau kegitan adminitratif pada level pimpinan. Fungsinya untuk mewujudkan suatu sistem dan mekanisme kerjasama yang lebih baik kompak dan diarahkan pada usaha mengerjakan tugas-tugas operatif yang lebih tepat guna tercapainya tujuan bersama.
Pengertian tersebut di atas, menunjukkan bahwa organisasi merupakan suatu proses penataan, pengaturan, penyusunan, pembgian tugas pekerjaan dari sekelompok orang dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.dalam pengertian seperti tersebut di atas, unsur organisasi lebih tepat dinamakan ”pengorganisasian” (organizing).
Langkah pertama pengorganisasian ini diwujudkan melalui perencanaa, dengan menetapkan bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu yang akan diselenggarakan oleh unit-unit tertentu. Bidang-bidang (fungsi-fungsi) tersebut merupakan total sistem yang diarahkan dan bergerak ke arah suatu tujuan yang sama, yaitu tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap pembidangan kerja dapat ditempatkan sebagai subsistem yang lebih kecil untuk mengemban sejumlah tugas yang sejenis sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan kelompok kerjasama tersebut. Pembidangan semacam ini secara administratif dan organisatoris harus ditampilkan melalui bagan struktur organisasi formal dengan mekanisme (kerangka kerja) yang menggambarkan fungsi masing-masing subsistem dan sub-subsistem dengan wewenang dan tanggung jawab yang bersifat hirarkis (bertingkat) berdasarkan proporsi beban tugas, sifat pekerjaan dan spesialisasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Keadaan demikian ini tidak berarti adanya pengkotakan dalam pembagian kerja yang terlepas satu sama lain secara terpisah dan mandiri, akan tetapi tetap merupkan satu kesatuan yang bulat dan seimbang dalam usaha mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi).
Pembidangan kerja dari suatu total sistem menjadi beberapa subsistem dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Bentuk pembidangan tersebut seperti apa yang dijelaskan oleh Hadari Nawawi dalam bukunya ”Administrasi Pendidikan”, sbb:
1)    Subsistem yang bersifat struktural, yaitu pembagian satuan kerja atas dasar hirarki jabatan/kepangkatan dari yang tertinggi sampai kepada yang terendah. Satuan kerja yang tertinggi sebagai jabatan disediakan untuk pejabat dengan pangkat tertinggi secara berurutan dan sebaliknya jabatan terendah untuk petugas dengan pangkat terendah. Dengan demikian dalam struktur akan terdapat jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Kepala Biro, Kepala bagian, Kepala seksi, dan Kepala Urusan, sehingga pejabat yang memiliki kepangkatan tertinggi otomatis menduduki jabatan Kepala dan seterusnya secara bertingkat menurun sampai jabatan Kepala urusan untuk pangkat yang terendah, dan sebagainya.
2)    Subsistem yang bersifat fungsional, yakni pembagian satuan kerja atas dasar fungsi yang diemban masing-masing pejabat. Fungsi dari subsistem ini dikonsentrasikan pada keahlian atau kemampuan fungsional pejabat. Karena itu, orang yang ditunjuk untuk jabatan ini harus mampu mewujudkan fungsi satuan kerja masing-masing atas dasar keahlian dan kemampuannya tanpa menghiraukan hirarki kepangkatan, karena pada jabatan tersebut bukanlah merupakan jabatantersebut bukanlah merupakan jabatan yang berjenjang atau bertingkat.Misalnya, jabatan untuk Koordinator Olahraga, Koordinator Kesenian, Koordinator Keputrian, Koordinator Kepramukaan, Koordinator UKS, Koordinator PSB (Perpustakaan), dan lain sebagainya.
3)    Subsistem yang bersifat sektoral, yakni pembagian kerja berdasarkan struktur organisasi yang terdapat dalam unit organisasi kerja di atasnya (lebih tinggi), sehingga menjadi  sub-subsistem yang lebih kecil, yang berjalan dari unit  kerja yang tertinggi sampai kepada unit kerja yang terendah. Misalnya, instansi diatasnya membagi satuan kerja                  di lingkungannya atas : Biro A, Biro B, Biro C. Pada instansi            di bawah satuan kerja tersebut tersebut adalah Bagian A, Bagian B, dan bagian C, dan seterusnya Seksi A, seksi B dan Seksi C, hingga sampai pada Urusan A, urusan B, dan Urusan C di lingkungan instansi yang lebih rendah. (Hadari Nawawi,  1981 : 28-29).
Dalam praktek organisasi, ternyata jarang sekali kita ketemukan penggunaan salah astu subsistem tersebut di atgas secara murni, akan tetapi kerapkali digunakan secara gabungan (kombinasi). Penggunaan subsistem fungsional yang agak mendekati murini ditemui sebagaian pada kerjasama sekelompok orang seperti dalam Kepanitiaan, Tim Kerja serta organisasi Sosial Politik yang pejabatnya dipilih oleh anggota-anggota di dalam organisasi itu sendiri.
Selain itu, ada tiga bentuk organisasi yang umum dikenal, ayitu organisasi Lini (Line Organization), organisasi staf (Staff Organization), dan gabungan keduanya, yaitu organisasi lini dan staf (Line and staff Organization).
1)   Organisasi Lini (Line Organization)
Bentuk organisasi ini sangat sederhana dengan garis perintah (komando) yang berjalan lurus dari atas ke bawah dalam hubungan kerja yang cenderung bersifat otoritatif. Setiap petugas hanya bertanggung jawab kepada pimpinan yang tunggal (pucuk pimpinan) tanpa memperhatikan pengaruh-pengaruh lain dari kawan sekerja yang sederajat/setaraf. Wewenang sepenuhnya berada pada pucuk pimpinan, karena itu, bawahan hanya berkewajiban melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan (dikomando) dari atas secara bertingkat. Disamping itu, bawahan tidak mempunyai wewenang menentukan kebijaksanaan, kecuali wewenang untuk melaksanakan tugas yang telah diperintahkan.
2)   Organisasi Staf (Staff Organization)
Bentuk organisasi ini mempunyai garis kebijaksanaan yang menyebar secara horizontal dan dalam hubungan kerja yang bersifat demokratis. Wewenang dibagi habis menurut jenjang satuan kerja berdasarkan beban tugas masing-masing. Setiap jenjang satuan kerja yang ada diberi pula wewenang untuk menentukan kebijaksaan organisasi sejauh tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan. Realisasi pelaksanaan beban kerja (tugas) setiap satuan kerja bertanggung jawab kepada satuan kerja di atasnya.
3)   Organisasi Lini dan Staf (Line and Staff Organization)
Bentuk organisasi ini merupakan gabungan (kombinasi) antara bentuk organisasi lini dan organisasi lini dan organisasi staf. Garis komando bersifat instruktif dan garis kebijaksaanyang bersifat demokrtis dalam hubungan kerja yang bersifat kooperatif. Dengan demikian, wewenang yang bersifat prinsipil tetap berada pada pucuk pimpinan, sedangkan yang lainnya disalurkan secara menyebar pada satuan kerja sesuai jenjang dan beban tugas masing-masing.

Lain halnya dengan organisasi kerja yang diselenggarakan oleh pemerintah (termasuk organisasi di bidang pendidikan), struktur organisasi yang ada biasanya telah ditetapkan secara resmi oleh instansi di atasnya yang berwewenang. Biasanya ketentuan organisasi semacam ini dituangkan dalam bentuk Surat keputusan yang isinya memuat  antara lain:
(a)      Susunan dan penjenjangan satuan kerja (pola usaha kerjasama);
(b)      Jabatan-jabatan yang bersifat struktural;
(c)      Perincian hubungan kerja (mekanisme kerja) masing-masing satuan kerja;
(d)      Perincian tugas yang menggambarkan wewenang dan tanggun jawab setiap satuan kerja;
(e)      Penentuan kepangkatan untuk dapat menduduki jabatan tertentu;
(f)       Batas-batas wewenang dari setiap satuan kerja, dsb.
Dengan demikian, untuk mewujudkan penyusunan suatu organisasi yang baik (efektif) bagi pencapaian tujuan, perlu diperhatikan beberapa dasar pemikiran sebagai berikut:
(a)    Organisasi yang disusun harus fungsional bagi pencapaian tujuan;
(b)    Pengelompokkan satuan kerja harus menggambarkan pembagian yang jelas;
(c)    Organisasi yang baik harus menampakkan usaha mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dengan tegas;
(d)    Organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol;
(e)    Organisasi yang baik harus fleksibel dan seimbang;
(f)     Organisasi yang baik harus dapat merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan jelas yang memungkinkan orang lain dapat mengetahuinya.
b.   Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai ”kegiatan mengendalikan dan memanfaatkan semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu”. (Prajudi Atmosudirdjo, 1984:124). Pencapaian tujuan dalam pemgertian ini menunjukkan bahwa manajemen mengandung unsur usaha dan proses. Usaha ditujukan  oleh kemampuan pimpinan dan staf yang terlibat untuk mengarahkan  segala fasilitas yang ada, antara lain alat-alat, benda, ruang tempat kerja, waktu, metode kerja, uang, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat mempermudah pelaksanaan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan proses ditujukan oleh jalannya usaha dalam rangka pencapaian tujuan. Misalnya, melakukan kegiatan usaha perencanaan, membuat keputusan terhadap masalah-masalah yang timbul, membimbing bawahan, mengkoordinasikan satuan-satuan dalam pelaksanaan kerja, mengendalikan pelaksanaan kerja, melakukan penyempurnaan baik bentuk organisasi maupun tata kerja dari usaha kerjasama tersebut, dsb.
Dalam memimpin proses penataan seperti tersebut di atas, seorang manajer pada dasarnya bertanggung jawab atas dua macam kegiatan pokok, yaitu:
(a)      Kegiatan mengarahkan orang-orang (daya/forces), yakni membangkitkan semangat kerja bawahan, memberikan dorongan (motivasi) agar mereka bekerja lebih giat dan tekun, menjuruskan (mengarahkan) dan menertibkan mereka agar disiplin dalam melakukan tugas-tugasnya dengan baik, demi tercapainya tujuan dalam usaha kerjasama tersebut.
(b)     Kegiatan mengarahkan segala fasilitas (dana/funds/resorces),          yaitu menghimpun, mengatur, memelihara, dan mengontrol segala fasilitas yang ada, berupa alat-alat, benda, ruang, uang, waktu, metode kerja, serta peralatan lainnya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang telah direncanakan sebelumnya guna tercapainya tujuan seoptimal mungkin.
  Upaya untuk menggerakkan orang-orang secara efektif dan mengarahkan segala fasilitas secara efisien, seorang manajer minimal harus memiliki dua syarat utama, yaitu:
(a)   Kualitas kepemimpinan (quality of leadership), yakni sifat-sifat atau nilai-nilai pribadi tertentu yang dapat mengangkat martabat kesuksesannya sebagai pemimpin.
(b)  Kemahiran dalam manajemen (managerial skill), yakni kemahiran yang diperoleh dengan senantiasa belajar dan berlatih secara terus menerus dalam bidang administrasi umumnya dan dalam bidang manajemen pada khususnya.
Apabila kita ingin mempertegas pengertian kedua syarat                 di atas, sulit bagi kita untuk memisahkan kaitan antara kepemimpinan dan manajemen, administrasi dan organisasi, pengambilan keputusan dan human relations. Menurut Soewarno Handayaningrat, kesulitan disebabkan karena, administrasi itu sendiri pada hakekatnya terdiri dari organisasi dana manajemen (Organization and Management : Orway Tead), sedang inti daripada manajemen adalah kepemimpinan (leadership is the             key to management : Dimock and Koening), inti daripada kepemimpinan adalah pengambilan keputusan (decision making : Prajudi Atmosudirdjo), dan dalam proses pengambilan keputusan tersebut yang perlu dipertimbangkan oleh manajer ialah hubungan antar manusia (human relations), terutama antara pimpinan dan yang dipimpin atau bawahan (S.P. Siagian). Jelaslah, dalam proses pengambilan keputusan faktor hubungan antar manusia perlu dipertimbangkan sebagai sesuatu yang amat penting. Karena itu, dikatakan bahwa inti daripada pengambilan keputusan ialah hubungan antar manusia (human relations). Saling hubungan antar unsur-unsur tersebut di atas dapat dilukiskan seperti pada gambar di bawah ini. (Soewarno Handayaningrat, 1982:7).
1 …………………………….
 
                                                        
1. Administrasi
                                                                   2. Organisasi
                                                                    3. Manajemen                                                                        4. Kepemimpinan                                                                        5. Pengambilan
    keputusan          
6. Human Relations




Dalam prakteknya, keenam komponen tersebut di atas sulit dipisahkan akan tetapi untuk kepentingan teoritis komponen-komponen tersebut mengandung pengertian yang dapat dibedakan. Secara kuantitatif, perbedaannya terletak pada luas sempitnya ruang lingkup masing-masing sebagaimana dilukiskan pada gambar di atas.
Chester Irving Barnard, mengemukakan tiga tingkat          praktek manajer yang berhasil adalah bertalian dengan :                    (a) Pengetahuan tentang pekerjaan (Job know how), (b) Segi-segi khusus dalam praktek organisasi (Specific organization practice), dan (c) Pengertian-pengertian yang azasi dan dasar (Principles  and fundamentale). Ketiga syarat keberhasilan tersebut menurut Terry harus dilengkapi pula dengan kemampuan/kemahiran berpikir sesuai dengan tingkat kedudukannya, yaitu (a) rutin atau telah terbiasa (routine or habit thinking), (b) pemecahan masalah (problem solving thinking), dan (c) penciptaan gagasan-gagasan baru (creative thinking). (John F.Mee, 1956:3). Sedangkan resep Auren Uris, dikatakan bahwa kategori kemahiran yang perlu dimiliki setiap pejabat pimpinan/manajer adalah: (a) yang bertalian dengan hubungan kerja  kemanusiaan (human relations skills), seperti bekerja bersama bawahan dan memupuk hubungan baik dengan        atasan; (b) prosedural dan administratif (prosedural or administrative skills), seperti mengontrol pekerjaan-pekerjaan tata usaha dan mempergunakan waktu kerja dengan efektif;                      (c) kematangan pribadi (personal skills), seperti pengaturan daya ingatan, pemusatan cipta. (Uren Uris, 1957:212).
Masalah kemahiran (skills) manajer ini oleh Rex F. Marlow dalam bukunya ”Social Science in Public Relations”, membagi kemahiran administrator itu atas tiga bagian, yaitu:
(a)    Kemahiran teknis yang cukup untuk melakukan uapay dari tugas, khususnya yang menjadi tanggung jawabnya (Technical skill) = TS.
(b)   Kemahiran bercorak kemanusiaan yang cukup dalam bekerjasama guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif yang mampu menumbuhkan kerjasama diantara anggota-anggota bawahan yang dipimpin (Human skills) = HS.
(c)    Kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan antar hubungan dari berbagai faktor yang tersangkut dalam suasana itu, yang biasa memberikan petunjuk kepadanya dalam mengambil langkah-langkah tertentu sehingga mencapai hasil yang maksimal bagi organisasi secara keseluruhan (Conseptual skill) = CS. (Rex. F.Harlow, 1957:189).
Kemahiran-kemahiran tersebut di atas berhubungan erat dengan tingkat kecakapan/ketrampilan manajer pada setiap organisasi kerja, seperti:
MTA =     Manajer Tingkat Atas (Top Manajer), pucuk pimpinan yang menempati posisi tertinggi sehingga ia harus bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan organisasi/lembaga.
MTM =    Manajer Tingkat Menengah (Midle Manager), yakni pimpinan tingkat menengah yang menjabat sebagai staf pembantu dari Top Manager.
MTB =     Manajer Tingkat Bawah (Lower Manager), yakni pimpinan pelaksana yang bertanggung jawabatas terwujudnya beban tugas/pekerjaan yang harus dilaksanakan sehari-hari di lingkungan organisasi/ lembaga.
Ketiga ketrampilan manajer tersebut di atas apabila dianalisis, maka terdapat dua kelompok fungsi manajer, yaitu :
KMA =     Ketrampilan Manajemen Administratif (management of Administrative Skills), dan
KMO =     Ketrampilan Manajemen Operatif (Management of Operative Skills).
Kegiatan masing-masing dari kedua jenis ketrampilan manajement   di atas, dapat dilihat perinciannya pada Bab II dalam  buku ini.
Apabila tingkat-tingkat ketrampilan manajer di atas dikaitkan dengan kadar fungsinya masing-masing, maka akan nampak gambaran dalam bentuk sebuah bagan sebagai berikut:
K.M.A
MTA                                                                  Top Manager
MTM                                                                 Middle Manager
MTB                                                                  Lower Manager

Gambar 2.  Tingkat-tingkat keterampilan Manajer Pendidikan dan
                Batas kewenangannya masing-masing.

Tingkat-tingkat ketrampilan manajemen tersebut di atas selain menunjuk kepada kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin (Manajer), juga menggambarkan batas wewenang dan tanggung jawab setiap tingkat pimpinan pada suatu organisasi formal tertentu. 
c.    Komunikasi
Komunikasi = Communicare (Latin) yang berrati memberitahukan atau berpartisipasi, menjadi milik bersama. Secara luas, komunikasi mengandung pengertian  memberitahukan (menyebarkan) informasi, berita, pesan, pengetahuan, pikiran, nilai-nilai tertentu, dengan maksud agar menggugah partisipasi dengan harapan agar hal-hal (informasi) yang diberitahukan tersebut menjadi milik bersama antara orang yang menyampaikan (komunikator) dengan orang yang menerima informasi itu (komunikan). Disini komunikasi merupakan kegiatan manusia untuk berhubungan satu sama lain yang demikian otomatis keadaannya, sehingga sering kita tidak sadari bahwa ketrampilan berkomunikasi adalah merupakan hasil kegiatan belajar manusia.
Kegiatan berhubungan satu sama lain adalah bagian yang hakiki dari kehidupan manusia dalam organisasi dan dalam masyarakat. Dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai manusia apabila dijauhkan dari melakukan kegiatan komunikasi sesamanya. Demikian pula halnya penyelenggaraan administrasi pendidikan, kegiatannya tidak akan berjalan lancar apabila komunikasi kurang dijalin dengan baik diantara sesama anggota dan dengan orang lain dalam suatu organisasi. Hal ini akan menentukan pula lancar-tidaknya usaha kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi tersebut.
Apabila uraian di atas dianalisis, maka dalam komunikasi terdapat beberapa faktor penting yang memungkinkan berlangsungnya suatu komunikasi secara efektif. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
(a)  Siapa yang berkomunikasi ? (sumber/komunikator),
(b)  Mengapa ia berkomunikasi ? (tujuan yang dinginkan),
(c)  Kepada siapa ia berkomunikasi ? (penerima/komunikan),
(d)  Apa yang ia komunikasikan ? (pesan, ide, data, informasi),
(e)  Sarana komunikasi apa yang digunakan sehingga pesan dapat diterima oleh dipenerima pesan ? (saluran, alat, chanel),
(f)   Dimana ia berkomunikasi ? (tempat, wadah, organisasi)
(g)  Dalam hubungan apa ia berkomunikasi ? (sifat hubungan),
(h)  Kapan ia berkomunikasi ? (saat, waktu, keadaan).
Demikian beberapa faktor komunikasi yang merupakan syarat terjadinya suatu komunikasi yang baik, terutama dalam hubungan dengan usaha kerjasama mencapai tujuan organisasi/ lembaga. Komunikasi yang efektif hanya mungkin berlangsung apabila setiap individu memperlakukan individu lain sebagai subyek dalam bentuk saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai. Perlakuan manusia seperti itu akan mewujudkan human relationship yang efektif, yang hanya mungkin terjadi apabila setiap personil menyadari dan memainkan peranan sesuai dengan posisinya masing-masing di dalam  organisasi, dan dalam  kedudukannya sebagai personil yang mempunyai harkat dan martabat kemanusiaan. Hubungan manusiawi yang wajar dan harmonis akan menimbulkan suasana kerjasama yang memberikan dukungan bagi pencapaian tujuan organisasi sebagai tujuan bersama. Dalam suasana kerjasama yang demikian terdapat komunikasi antar individu yang efektif sebagai kondisi yang dapat memberikan efek-efek sbb:
(a)   Mempermudah mendapatkan informasi yang diperlukan guna mewujudkan kerjasama yang menjadi bebam tugas organisasi;
(b)   Mempermudah pelaksanaan konsep dan tugas-tugas lain yang memerlukan tanggung jawab;
(c)   Mempermudah memberikan dorongan agar setiap personil berpikir dan bekerja  dengan penuh inisiatif, kreatif dan disertai dedikasi yang tinggi;
(d)   Memberikan kepuasan kepada setiap personil, karena dapat memenuhi dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya sesuai dengan posisi masing-masing. (Hadari Nawawi, 1981:47).


d.   Kepegawaian
Kegiatan kepegawaian diartikan sebagai suatu proses penggunaan tenaga manusia sebagai tenaga kerja, diatur, dikendalikan  dan dikembangkan kemampuannya dalam suatu usaha kerjasama untuk mencapai tujuan yang efektif dan           efisien. Proses itu meliputi kegiatan penerimaan, penempatan (penggunaan), pengembangan (pembinaan) sampai pada pember-hentian dan pensiun. Pegawai di lingkungan lembaga pendidikan dibedakan atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a)    Tenaga teknis atau tenaga profesional atau tenaga edukatif (guru, pengajar, dosen), yaitu personil pelaksana proses belajar mengajar, dan kegiatan pendidikan lainnya.
(b)   Tenaga administratif atau tenaga non edukatif (non guru) yaitu personil yang tidak langsung bertugas mewujudkan proses belajar mengajar, melainkan bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif (pelayan) antara lain meliputi tenaga tata usaha, tenaga laboran, keuangan, pesuruh, jaga malam, sopir, pegawai perpustakaan (Pusat Sumber Belajar), tenaga komputer, dan sebagainya.
Untuk memelihara kontinuitas dan efektivitas kerja pada saat penerimaan dan penempatan pegawai harus diperhatikan persyaratan tuntutan jenis dan sifat pekerjaan yang ada. Ketrampilan, pengetahuan, pengalaman dan sifat-sifat kepribadian personil yang bersangkutan untuk menempati suatu jabatan          harus berpegang teguh pada prinsip ”the right man on the right place, sehingga tenaga yang diterima dan ditempatkan itu          benar-benar hasil rekruitmen yang obyektif dan mantap.  Untuk itu             di lingkungan lembaga pendidikan diperlukan kegiatan analisis pekerjaan (job analysis) untuk menyusun deskripsi tugas/pekerjaan        (job description) dan klasifikasi pekerjaan (job classification), agar pada saat penerimaan dan penempatan dapat disesuaikan antara pegawai yang diperlukan dengan tuntutan akan jenis dan sifat pekerjaan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi timbulnya berbagai kerugian, baik tenaga, waktu maupun dana, sementara prestasi kerja yang dicapai kurang memuaskan (tdak sesuai dengan yang diharapkan). Karena itu, suatu job description harus memuat pula persyaratan yang lengkap seperti masalah mental, kepribadian, fisik, kesehatan dan syarat-syarat khusus lainnya seperti pendengaran, penglihatan, berat dan tinggi badan, golongan darah, dan sebagainya.
Dari uraian di atas telah jelas bahwa dalam proses kepegawaian ini terdapat dua pengertian pegawai, yang dapat dibedakan atas kepegawaian dalam arti luas dan kepegawaian dalam arti sempit. Kepegawaian dalam arti luas, yaitu menyangkut kebijaksanaan (policy) penerimaan (seleksi), penempatan, pembinaan dalam menciptakan perangkat kepegawaian yang stabil, berprestasi, disiplin, serta setia dan taat pada organisasi dan mekanisme kerja. Sedanhkan kepegawaian dalam arti sempit, yakni kegiatan yang menyangkut tata usaha kepegawaian untuk memenuhi hak pegawai yang bersangkutan, misalnya mengenai usaha memproses surat-surat usul pengangkatan, kenaikan pangkat, pemindahan, cuti, pemberhentian, pensiun dan sebagainya.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja pegawai, maka program pembinaan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan kerjanya, peningkatan dedikasi, moral kerja dan disiplin kerja, serta pengarahan dan pembentukan motif   kerja secara berkesinambungan. Hal ini dapat ditempuh dengan               jalan menambah pengetahuan dan ketrampilan kerja melalui pendidikan/latihan, seperti penataran (up grading), tugas belajar, pencangkokan/magang, latihan kerja (job training), baik                         di lingkungan sendiri maupun di lingkungan lain, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Maksud program pembinaan ini diadakan dan diarahkan untuk:
(a)  Meningkatkan kemampuan tenaga kerja yang tersedia;
(b)  Menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan;
(c)  Meningkatkan produktivitas kerja pegawai;
(d)  Mengembangkan kemampuan kerja yang relevan dengan perkembangan IPTEK di bidang kepegawaian;
(e)  Mengurangi hambatan kekurangan/kekosongan tenaga profesional dan memperlancar jalannya mekanisme kerja organisasi yang lebih efektif.
(f)   Meningkatkan disiplin kerja, dan mengurangi sampai sekecil mungkin kesalahan, penyelewengan dan kecelakaan kerja para pegawai di lingkungan kerjanya masing-masing.
e.   Keuangan
Dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di lingkungan suatu organisasi kerja, baik kegiatan pimpinan maupun kegiatan pelaksana sebagian besar di antaranya memerlukan penyediaan sejumlah biaya (dana) yang dapat membantu kelancaran pelaksanaan tugas organisasi. Kegiatan penataan atau pengelolaan uang, mulai dari saat penentuan dari mana sumber dana diperoleh, cara menggunakan dan bagaimana cara mempertanggung jawabkan uang tersebut secara sah dan efisien, dinamakan ”administrasi keuangan”.
Pertanggungjawaban secara sah, berarti bahwa kegiatannya sesuai dan mengikuti peraturan dan tata cara formal yang berlaku. Sedangkan pertanggungjawaban secara efisien, berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan selalu diikuti dengan perhitungan yang cermat (teliti), sehingga apa yang dikorbankan dan apa yang diperoleh merupakan proporsi yang seimbang dan wajar tanpa terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan. Mengingat uang adalah alat untuk mempermudah kondisi kerja dalam rangka mencapai tujuan.
Sehubungan dengan maksud tersebut di atas, maka kegiatan di bidang keuangan ini selalu memerlukan pula kegiatan perencanaan, pengorganisasian, bimbingan dan pengarahan, koordinasi, kontrol, komunikasi, dan bahkan juga tata usaha. Di sini nampak jelas bahwa administrasi keuangan menunjukkan pengertian luas dan sempit. Secara sempit, administrasi keuangan mengandung segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan untuk membiayai organisasi kerja, berupa tata usaha atau tata pembukuan keuangan. Sedangkan dalam arti luas, administrasi keuangan mengandung pengertian penentuan kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuangan untuk mewujudkan kegiatan organisasi, berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan dalam penggunaan maupun penyimpanan (pembukuan).
Untuk mengetahui proses penyediaan dan penggunaan keuangan yang memungkinkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi, dapat diikuti uraian lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab Administrasi Keuangan.
f.     Perbekalan
Perbekalan merupakan salah satu unsur administrasiyang sering diidentikkan dengan istilah material, perlengkapan, peralatan, logistik, dan lain-lain isitilah yang serupa. Walaupun banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pada arti perbekalan, namun pada hakekatnya semuanya itu mempunyai proses dan kegiatan yang sama, yakni proses pengurusan barang-barang perbekalan dari saat penentuan pemikiran (perencanaan pengadaan) kuantitas dan kualitas barang, pemakian, pemeliharaan (penyimpanan), sampai dengan penyingkiran (penghapusan) barang tersebut apabila pada suatu saat barang tersebut sudah kurang mempunyai dayaguna lagi bagi keperluan kantor/sekolah.
Pada lembaga-lembaga pendidikan, perbekalan tersebut tidak hanya terbatas pada benda (barang) peralatan kantor/ ketatausahaan, tetapi juga berupa alat-alat teknis edukatif lainnya yang berhubungan dengan usaha peningkatan kuialitas (mutu) proses belajar nengajar. Kebutuhan akan perbekalan tersebut tidak sama untuk setiap organisasi kerja, demikian pula pada lembaga-lembaga pendidikan yang berlainan jenisnya. Walaupun secara umum sulit dibantah, bahwa di lingkungan semua lembaga pendidikan diperlukan sebagian peralatan yang minimal sama, misalnya masih ketik (mesin tulis), kursi dan meja, kertas dalam berbagai jenis dan ukuran, kursi dan bangku murid, daftar hadir murid dan guru, dsb. Perbedaan peralatan (perbekalan) hanya bergantung kepada sifat dan jenis lembaga pendidikan yang ada. Misalnya, antara sekolah umum dan sekolah kejuruan, masing-masing sudah tentu memerlukan peralatan khusus yang tidak akan sama persis sesuai dengan beban kerja masing-masing dalam mewujudkan proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perbekalan diartikan sebagai usaha pelayanan dalam bidang material dan fasilitas kerja lainnya dalam suatu organisasi kerja guna meningkatkan efektivitas        dan efisien kerja dalam pencapai tujuan. Pengertian perbekalan tersebut di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan atas:
(a)   Barang (benda) yang habis terpakai (benar-benar habis/ musnah, berubah bentuknya dan sifatnya), yakni barang yang dapat habis dalam waktu relatif singkat apabila dipergunakan. Misalnya: kertas, karbon, kapur tulis, tinta, kayu, besi, karton manila, dan sejenisnya.
(b)   Barang (benda) yang tahan lama walaupun dipergunakan secara terus-menerus untuk jangka waktu tertentu kecuali mengalami penyusutan umur teknis. Misalnya: kursi, meja, bangku murid, papan tulis dan papan pengumuman, alat-alat peraga, kendaraan bermotor, dan sebagainya.


Uraian lebih terperinci mengenai perbekalan ini dapat diikuti penjelasan lebih lanjut pada Bab III, Sub Bab D maupun pada Bab IV tentang Pedoman Penyelenggaraan Administrasi sekolah.
g.   Tata Usaha
Tata usaha adalah pengertian yang diambil dari istilah ”administratie” (Belanda) atau dalam Bahasa Inggeris, misalnya ”paper work” (pekerjaan kertas), ”clerical work” (pekerjaan tulis-menulis) atau ”office work” (pekerjaan kantor). Pengertian tersebut di atas, adalah berkaitan dengan fungsi kegiatan dan peranan daripada tata usaha itu sendiri.
(a)   Dari segi fungsinya, tata usaha mengadakan pencatatan tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam organisasi untuk dipergunakan sebagai bahan keterangan (data) bagi pimpinan dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, tata usaha adalah segenap rangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengadakan, menggandakan, mengirim dan menyimpan berbagai bahan keterangan untuk keperluan suatu organisasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan ketatausahaan ini harus direncanakan, diarahkan, dikoordinasikan, dikontrol, dan dikomunikasikan agar benar-benar berdayaguna bagi kepentingan organisasi.
(b)   Dari segi kegiatannya, ternyata dari jenis-jenis kegiatan tata usaha itu banyak sekali, misalnya mengetik, memeriksa, menulis, mengecap, membersihkan lantai, membuka pintu kantor/sekolah, membuat sampul surat dan sebagainya. Karena banyaknya jenis-jenis kegiatan tata usaha antara satu lembaga dengan lembaga lainnya, maka rasanya sulit untuk mengungkap jenis-jenis kegiatan tata usaha tersebut secara pasti. Namun The Liang Gie mengelompokkan kegiatan-kegiatan tata usaha itu secara garis besarnya atas enam kegiatan utama, yaitu: (a) Kegiatan menghimpun; (b) kegiatan mencatata; (c) kegiatan mengolah; (d) kegiatan meng-gandakan; (e) kegiatan mengirim, dan (f) kegiatan menyimpan. (The Liang Gie, 1770:13).
(c)   Dari segi perannya, tata usaha merupakan alat utama yang menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan. Tata usaha dengan segala kegiatannya yang rumit dan kompleks sehingga tidak boleh diremehkan oleh siapapun dari suatu organisasi/lembaga pendidikan manapun, karena memang tata usaha itu mempunyai peranan yang sangat penting bagi setiap instansi atau lembaga. Peranan tersebut antara lain sbb:
-      Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operasional untuk mencapai tujuan organisasi;
-      Menyediakan keterangan-keterangan penting bagi pucuk pimpinan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan-tindakan yang lebih cepat dan tepat, efektif dan efisien;
-      Membantu kelancaran perkembangan organisasi/lembaga-lembaga pendidikan, tertentu sebagai suatu keseluruhan.
Pada setiap lembaga pendidikan dari unit terendah          sampai pada unit yang tertinggi  diperlukan dan diselenggarakan kegiatan tata usaha yang terarah dan tertib, dimaksudkan             untuk mendukung tugas pokok lembaga tersebut dalam mengembangkan misinya. Tugas-tugas tata usaha yang umumnya diselenggarakan diberbagai lembaga pendidikan, antara lain sebagai berikut:
(a)   Menerima, mencatat dan memproses surat-surat yang keluar maupun surat-surat yang masuk secara tertib dan teratur;
(b)   Mengurus penyimpangan, pemeliharaan dan pengawetan arsip;
(c)   Mengatur dan melayani arsip bagi mereka yang membutuhkan;
(d)   Mengatur pemakaian buku agenda, expedisi, dan notulen;
(e)   Bertanggung jawab atas pemakaian stempel/cap sekolah;
(f)    Mempersiapkan dan mengolah rancangan surat-surat;
(g)   Mengatur dan menyediakan alat-alat tulis-menulis;
(h)   Mengurus pencetakan atau penggandaan dan pengadaan formulir-formulir, kartu-kartu dan daftar-daftar yang diperlukan sekolah;
(i)    Menyelenggarakan rapat-rapat dinas pada waktu tertentu;
(j)    Mengatur komunikasi (hubungan) dengan pihak-pihak luar;
(k)   Memperhatikan dan mengumpulkan pendapat umum untuk disampaikan kepada pimpinan sekolah sebagai bahan pertimbangan;
(l)    Melakukan pencatatan tentang pemberitaan yang berhubungan dengan tugas-tugas sekolah; dan
(m) Melakukan aktivitas-aktivitas lain atas perintah atau saran pimpinan lembaga, dan sebagainya.
h.   Hubungan masyarakat (Publik Relations)
Unsur administrasi yang terakhir ini merupakan suatu aktivitas yang berusaha menjalin hubungan yang baik antar organisasi dengan organisasi lain. Hubungan yang terjalin dengan baik ini merupakan perwakilan dari suatu organisasi ke dalam organisasi lain, karena itu masyarakat ini sering disebut pula dengan istilah ”perwakilan”.
Keadaan hubungan antar organisasi seperti itu pada hakekatnya sama dengan hubungan antar manusia. Manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa hubungan dengan manusia lain. Demikian pula keadaannya dengan hubungan kerjasama antar organisasi lainnya.
Hubungan masyarakat (Public Relations) adalah kependekan dari kata ”hubungan” dengan kata ”masyarakat” (the relations with public). Dalam arti luas, hubungan masyarakat itu merupakan komunikasi dan interprestasi keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dari instansi atau lembaga pendidikan/organisasi kerja tertentu kepada publik dan merupakan pula penyampaian keterangan-keterangan, gagasan-gagasan dan pendapat-pendapat dari pihak publik kepada instansi atau lembaga/organisasi kerja, kemudia berusaha agar tercipta sense of belongingness, sehingga dengan demikian terciptalah  persesuaian yang harmonis di antara kedua belah pihak.
Pengertian ini dapat dipetik minimal tiga unsur utama dalam hubungan masyarakat tetrsebut, yakni:
(a)  Komunikasi dari instansi kepada publik (masyarakat) mengenai keterangan-keterabngan, gagasan-gagasan (merupakan aksi).
(b)  Komunikasi dari publik kepada instansi (merupakan reaksi)
(c)   Persesuaian yang terjalin secara harmonis antara kedua bela pihak (merupakan interaksi).
Dalam hubungan dengan uraian ini, hubungan masyarakat selanjutnya akan disingkat dengan istilah ”Humas”. Humas adalah suatu aktivitas dari suatu organisasi kerja/lembaga dalam usaha menciptakan dan memelihara hubungan-hubungan yang sehat dan produktif dengan publik tertentu, sehingga terciptalah hubungan yang serasi dan harmonis di antara mereka. Bagi lembaga pendidikan, penciptaan hubungan tersebut dimaksudkan agar publik dapat memberikan dukungan secara sadar atas segaka gagasan, kegiatan, program atau misinya di masyarakat. Beban tugas humas adalah mewujudkan komunikasi secara harmonis keluar dan menerima informasi masukan dari pihak publik. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya di kalangan masyarakat luas mengenai tugas-tugas  dan fungsi-fungsi yang diemban organisasi kerja tersebut, termasuk  juga kegiatan-kegiatan yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan di masa-masa yang akan datang.
Penyebaran informasi ini sebaiknya tidak berlebih-lebihan untuk maksud propagnada, simpati dan dukungan masyarakat, apalagi tidak berpika kepada data yang benar-benar aktual. Hubungan kerja semacam ini tampak akan menghasilkan:
(a)    Adanya saling pengertian antar organisasi/lembaga, dengan pihak luar(masyarakat atau publik);
(b)   Adanya kegiatan saling membantu, karena disadari akan manfaatnya serta arti dan peranan masing-masing;
(c)    Adanya kerjasama yang erat dengan masing-masing pihak dan merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya usaha pihak yang lain, dan sebaliknya.
Dalam mengembang tugas humas tersebut, ada beberapa kegiatan yang menjadi tugas pokok humas pada setiap organisasi kerja/lembaga pendidkan, yaitu:
(a)   Memberikan informasi, penerangan berbagai ide atau gagasan kepada masyarakat atau pihak lain yang membutuhkan agar diketahui maksud dan tujuan serta kegiatan-kegiatannya, termasuk kemungkinan dipetik manfaatnya oleh pihak-pihak di luar organisasi/ lembaga pendidikan.
(b)  Membantu pucuk pimpinan yang karena tugasnya tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat yang membutuhkannya.
(c)   Memberikan bahan-bahan dan saran-saran kepada pucuk pimpinan mengenai policy dan rencana kegiatan selanjutnya.
(d)  Membantu pimpinan mempersiapkan bahan-bahan/masalah/ informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu. Dengan demikian, pimpinan selalu siap memberikan informasi yang up to date.
(e)   Membantu pimpinan mengembangkan rencana dan kegiatan-kegiatan lanjutan yang berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat (public service) sebagai akibat dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar dengan harapan dapat menumbuhkan atau menyempurnakan policy atau kegiatan lain yang telah dilakukan  oleh organisasi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas, humas harus pula memperhatikan beberapa asas komunikasi sebagai berikut:
(a)     Asas obyektif dan resmi, yaitu agar semua informasi/ pemberitaan yang disebar-luaskan kepada publik harus merupakan suara resmi dari organisasi/lembaga. Karena informasi yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan yang dijalankan pimpinan.
(b)     Asas tertib dan disiplin, yakni informasi/pemberitaan yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan (berbeda) dengan kenyataan dalam jangka waktu yang relatif singkat.
(c)      Informasi atau pemberitaan harus bersifat mendorong timbulnya keinginan publik untuk ikut berpartisipasi memberikan dukungan secara wajar.
(d)     Asas memperhatikan opini masyarakat (publik), yakni humas harus memperhatikan respons masyarakat, berupa saran-saran, pendapat-pendapat, kritikan-kritikan, keluhan-keluhan, dan pernyataan-pernyataan tidak puas (mosi). Semua          respon itu harus disaring agar dapat dipergunakan untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan dalam rangka memenuhi harapan masyarakat.
(e)     Asas kontinuitas informasi, yakni humas harus berusaha  agar masyarakat dapat memperoleh informasi-informasi  secara kontinu sesuai dengan kebutuhannya. Karena itu, informasi lisan dan tertulis dapat diberitakan secara berkala. Dengan demikian, pihak masyarakat akan memiliki gambaran yang jelas dan lengkap serta menyeluruh tentang keadaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi/lembaga pendidikan tertentu.



  1. DASAR DAN TUJUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1.   Dasar Administrasi Pendidikan
Dasar yang digunakan sebagai landasan berpijak untuk mewujudkan kegiatan-kegiatan dalam administrasi pendidikan                   di Indonesia secara umum terdapat tiga landasan. Ketiga landasan administrasi pendidikan tersebut adalah:
(1)   Landasan ideal dan konstitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
(2)   Landasan fundamental dan formal, yaitu ketetapan-ketetapan Najelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, tentang Besar-besar Pendidikan dan pengajaran di sekolah.
(3)   Landasan operasional, yaitu Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di Indonesia.
 Ketiga landasan tersebut di atas, dalam kenyataannya selalu dijadikan sebagai dasar berpijak dalam melakukan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengaturan tentang masalah-masalah pendidikan di Indonesia. 
2.   Tujuan Administrasi Pendidikan
Tujuan menempatiposisi terpenting dalam administrasi pendidikan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama. Agar perumusan tujuan menjadi tepat, prosesnya harus merupakan hasil analisis yang diproyeksikan ke masa depan dalam bentuk idealisme (cita-cita dan harapan-harapan yang diusahakan untuk dicapai dengan melakukan kegiatan-kegiatan nyata dalam bidang pendidikan.
Tujuan khsus administrasi pendidikan adalah “meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan sebagai tujuan khusus administrasi pendidikan pada hakekatnya dapat dicapai berdasarkan enam kriteria yang sering pula disebut dengan istilah enam sumber kerja, yaitu: pikiran, tenaga, jasmani, waktu, ruang, uang (dana), dan alat-alat atau benda.
Untuk mewujudkan tujuan melalui enam sumber kerja tersebut, maka prosedur pelaksanaan kegiatan operasional administrasi pendidikan selalu diusahakan agar tujuan yang dicapai itu mengandung unsur-unsur:
(a)  termudah (dari segi pikiran)
(b)  tercepat (dari segi waktu pelaksanaannya)
(c)  teringan (dari segi penggunaan tenaga)
(d)  termurah (dari segi penggunaan biaya)
(e)  tersingkat (dari segi jarak/ruang)
(f)   terhemat (dari segi penggunaan alat/benda).
Berdasarkan kepada keenam sumber kerja (kriteria) tersebut               di atas sebagai kriteria keberhasilan dalam pelaksanaan administrasi pendidikan, maka para administrator lalu berkesimpulan bahwa, pencapaian tujuan administrasi pendidikan itu ditentukan oleh cara kerja sebagai berikut:
(a)   Cara kerja yang paling mudah (gampang, tidak sulit), yaitu cara kerja yang tidak banyak memakai pikiran karena sederhana cara pelaksanaannya tanpa mengurangi kemungkinan tercapainya tujuan yang lebih besar.
(b)   Cara kerja yang paling ringan (tidak berat) dalam arti tidak banyak mempergunakan tenaga jasmani yang berlebihan tetapi memperlihatkan hasil yang sama dengan cara kerja orang banyak.
(c)   Cara kerja yang paling cepat (tidak lama), karena dengan menggunakan waktu yang sedikit (pendek) lebih baik daripada menggunakan waktu yang terlalu lama (panjang) dengan hasil yang sama atau lebih sedikit.
(d)   Cara kerja yang jarak pelaksanaannya paling pendek sehingga tidak boros dalam pelayanan dengan berjalan mondar-mandir yang tidak perlu (penghematan gerak jasmani).
(e)   Cara kerja yang paling murah (tidak boros) dalam pemakaian material yang tidak perlu. Sebab pemborosan material berarti meningkatkan jumlah biaya yang diperlukan dan hal ini bertentangan dengan tujuan administrasi pendidikan yang ingin dicapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka kriteria pencapaian tujuan administrasi pendidikan pada hakekatnya ditentukan oleh tingkat efisiensi dalam pelaksanaan tugas-tugas administrasi. Tingkat efisiensi ini dapat diukur dari perbadingan terbaik antara usaha dengan menggunakan keenam kriteria (sumber kerja) di atas dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, kerja yang paling sedikit dengan mempergunakan sumber kerja tersebut di atas secara minimal akan tetapi mampu mencapai hasil kerja secara maksimal, baik kuantitas maupun kualitas dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
Di lingkungan persekolahan, cara kerja yang efisien sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu kerja, guna mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Di Indonesia, tujuan administrasi pendidikan itu berkaitan erat dengan tujuan umum pendidikan nasional. Tujuan khusus administrasi pendidikan yang telah disebutkan di atas adalah untuk merealisir perwujudan tujuan pendidikan                     secara umum tersebut. Dengan demikian, administrasi pendidikan bukanlah merupakan tujuan yang berdiri sendiri, dan bukan pula merupakan tujuan daripada pendidikan itu sendiri melainkan sebagai alat untuk mencapai tujuan umum pendidikan tersebut. Hal mana karena kebijaksanaan (policy) penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan di Indonesia telah diatur dan berada sepenuhnya di tangan pemerintah, yang secara ideal telah digariskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2, bahwa:
”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang”.
Oleh karena bidang pendidikan merupakan usaha yang sepenuhnya di bawah pengendalian dan pengawasan pemerintah, maka secara konsepsional dapat dikatakan bahwa administrasi pendidikan merupakan bagian dari administrasi negara.
Apabila tujuan administrasi pendidikan itu diintegrasikan ke dalam pendidikan secara umum, maka pencapaian tujuan pendidikan berarti tercapai pula tujuan administrasi pendidikan. Sedangkan pencapaian tujuan pendidikan secara umum itu berarti tercapai pula salah satu tujuan daripada negara kita. Seperti telah diuraikan terdahulu, bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya bermaksud mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia agar menjadi warga negara yang cerdas, memiliki kualitas sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan falsafah negara Pancasila.
Tujuan tersebut lebih tegas dikemukakan dalam TAP. MPR. RI Nomor II/MPR/1983, tentang GBHN bahwa ”Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Administrasi pendidikan dalam kedudukannya terpaut secara integral dalam usaha mewujudkan tujuan umum pendidikan tersebut, baik sebagai alat maupun sebagai bagian dari keseluruhan tujuan itu. Tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan pada hakekatnya memuat beberapa butir terpenting yang diharapkan dapat terbentuk pada diri setiap insan warga negara Indonesia dalam proses dan hasil pembangunan di bidang pendidikan agar dapat menjadi manusia Pancasila yang utuh, yaitu: Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kecerdasan dan ketrampilan, mempunyai budi pekerti yang luhur (tinggi), memiliki kepribadian yang kuat, memiliki rasa kebangsaan yang tebal dan cinta tanah air, memiliki rasa tanggun jawab yang besar terhadap pembangunan bangsa dan negara Indonesia.



  1. FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Banyak pendapat para ahli administrasi yang mengemukakan tentang fungsi-fungsi administrasi yang berbeda-beda, sehingga sulit bagi kita  untuk memilih fungsi-fungsi mana yang paling tepat untuk ditampilkan dalam pembahasan bagian ini. Salah satu usaha yang ditempuh adalah dengan berorientasi pada tujuan administrasi pendidikan itu sendiri, yaitu sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas pendidikan melalui kegiatan-kegiatan operasional kependidikan yang efektif dan efisien. Atas dasar pemikiran tersebut dengan tidak mengabaikan pendapat para ahli yang masih relevan dengan penerapan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di Indonesia, maka dapat dikemukakan beberapa fungsi administrasi pendidikan sebagai berikut:
1.   Fungsi Perencanaan (Planning)
Dalam setiap kegiatan apapun dari suatu organisasi, perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada dan dilaksanakan pada awal setiap kegiatan administrasi dan panjang kegiatan administrasi berlangsung. Kegiatan administrasi tanpa perencanaan yang mantap seringkali bahkan dapat dipastikan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut akan mengalami kegagalan karena berhadapan dengan banyak kesulitan. Kesulitan tersebut baik berupa penyimpangan arah kegiatan dari tujuan, pemborosan (waktu, tenaga dan biaya), kesukaran dalam mengevaluasi kemajuan, proses dan           hasil kegiatan dan lain kesulitan yang mengakibatkan gagalnya          semua kegiatan dalam mencapai tujaun yang diinginkan. Biarpun suatu organisasi telah menyusun rencana kegiatannya dengan baik, namun belumlah dapat dijamin bahwa kegiatan tersebut tidak akan mengalami kesulitan, sebab di dalam praktek seringkali suatu kegiatan yang telah direncanakan dengan  baik (mantap) namun masih tetap menemui beberapa kesulitan, baik yang bersumber dari faktor internal maupun dari faktor eksternal yang semula di luar dari jangkauan pemikiran para perencana.
Di Indonesia  sejak tahun 1967, perencanaan baru mulai dikembangkan, karena dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk mencapai tujuan dengan baik. Hal ini sudah difahami dengan mengingat bahwa perencanaan pendidikan merupakan pedoman kerja bagi pelaksanaan kegiatan, dan memperkecil resiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Pemahaman tersebut didasarkan pada kecenderungan atas pengertian perencanaan sebagai: ”Suatu proses mempersipkan seperangkat kebijaksanaan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan pada pencapaian tujuan melalui usaha optimal dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya dan politik untuk mengembangkan potensi sistem pendidikan, bangsa dan negara serta anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut”. (T.Simanungkait, dkk, 1987:3).
Pengertian tersebut menggambarkan beberapa aspek perencanaan pendidikan sebagai berikut:
(a)  Perencanaan pendidikan sebagai proses yang kontinu;
(b)  Perencanaan pendidikan melihat jauh ke depan;
(c)  Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan prinsip ekonomi, produktif, efektif, dan efisien;
(d)  Perencanaan pendidikan selain memperhatikan situasi dan kondisi pendidikan juga sosial budaya, ekonomi dan politik.
(e)  Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan kebutuhan dan menyusun strategi/langkah-langkah kebijaksanaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
(f)   Menyusun alternatif-alternatif dan skala perioritas mengenai tujuan, kegiatan dan sasaran yang ingin dicapai;
(g)  Menggunakan seefisien mungkin sumber-sumber yang bersifat terbatas.
Untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dengan baik, maka ditempuh tahap-tahap pelaksanaan perencanaan sebagai berikut:
(a)          Pengumpulan data/informasi; (b) diagnosis untuk meninjau keadaan data/informasi yang telah dikumpulkan; (c) perumusan kebijaksanaan; (d) perkiraan kebutuhan; (e) penetapan sasaran;             (f) penyusunan alternatif-strategi untuk mencapai sasaran;                      (g) penyusunan rancangan kegiatan (proyek); (h) penetapan rencana dengan pembiayaan;  (i) perincian rencana (elaborasi rencana);                 (j) pelaksanaan (implementasi rencana); (k) penilaian (evaluasi) rancana (hasil).
Apabila tahap-tahap perencanaan diatas berlangsung sepanjang waktu dan berulang kembali membentuk suatu lingkaran, maka tahap perencanaan tersebut dinamakan ”siklus perencanaan”.
S. Nasution, membagi tahap perencanaan itu atas lima fase perencanaan sebagai berikut:
(a)  Perencanaan tujuan; disini diadakan perumusan tujuan yang hendak dicapai sebagai tujuan umum, yang kemudian diperinci kedalam tujuan khusus. Berdasarkan tujuan khusus tersebut diadakan pembagian tugas pokok yang diurutkan berdasarkan kepentingan.
(b) Perencanaan kebijaksanaan; disini dirumuskan berbagai kebijaksanaan yang akan dijadikan sebagai petunjuk/pegangan/ pedoman tentang bagaimana usaha untuk mencapai tujuan, sehingga segala usaha yang dilaksanakan akan terarah kepada tujuan yang hendak dicapai.
(c)  Perencanaan prosedur; disini dirumuskan batas-batas wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing petugas, dirumuskan pembagian tugas dan cara mengerjakan pekerjaan setiap petugas dalam suasana kerja sama yang harmonis.
(d) Perencanaan skala kemajuan; disini ditetapkan patokan-patokan (kriteria) tertentu baik kuantitas maupun kualitas untuk mengukur taraf kemajuan yang telah dicapai. Secara kualitatif untuk mengukur apakah usaha tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
(e)  Perencanaan menyeluruh (overall planning); disini disusun suatu perencanaan yang menyeluruh sehingga diperoleh suatu program yang bulat dan teratur yang merupakan integrasi dari semua perencanaan dari fase pertama sampai dengan fase keempat. Fase ini disebut dengan fase programming planning. (S. Nasution, 1972:234-235)
Fase perencanaan yang disebutkan diatas lazimnya merupakan gambaran yang memuat ketegasan-ketagasan dalam proses perancaan yang memuat unsur-unsur pokok dan sering dikemukakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
(a)  What    : apa yang akan dikerjakan (materinya).
(b) Why     : mengapa justru itu yang dikerjakan (dasar                                
              pertimbangan atau alasannya)
(c)  Who     : siapa yang berwewenang mengerjakannya (pelaksana).
(d) Where  : dimana akan dikerjakan (temapat/wadah/lokasinya).
(e)  When   : kapan akan dikerjakan (waktu pelaksanaannya).
(f)   How     : bagaimana mengerjakannya (tata cara mengerjakan
                   peralatan yang digunakan, Termasuk teknik dan metode
kerjanya.
Rangkaian pertanyaan di atas memperlihatkan pentingnya unsur perencanaan dalam administrasi pendidikan, karena perencanaan dapat:
(a)    Menjelaskan dan menguraikan/mengajukan secara terperinci tujuan yang hendak dicapai.
(b)   Memberikan pegangan/petunjuk dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan untuk mencapai suatu tujuan.
(c)    Memberikan batas-batas wewenang dan tanggungjawab yang jelas bagi setiap pelaksana sehingga dengan demikian akan dapat meningktakan kerjasama/koordinasi yang baik antara pelaksana.
(d)   Menetapkan kriteria untuk mengukur kemajuan yang dicapai setiap saat, sehingga memudahkan dalam evaluasi (penilaian).
(e)    Memungkinkan terpeliharanya kesesuai antara kegiatan usaha dengan situasi dan kondisi setempat pada setiap saat.
(f)     Menghindarkan terjadinya pemborosan waktu, tenaga dan biaya yang tidak perlu.
2.   Fungsi pegorganisasian (organizing).
Kegiatan administrasi tidak berakhir setelah perencanaan disusun, akan tetapi berkelanjutan hingga berakhirnya seluruh kegiatan setelah tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan pengorganisasian ini ditandai dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab secara terperinci menjadi bidang-bidang kegiatan tertentu yang terbagi           habis kepada para pejabat dan pelaksana, memperinci hubungan antara bagian-bagian yang ada  dan menentukan cara-cara untuk menempati jabatan-jabatan yang telah dibagikan. Untuk terlaksananya pengorganisasian ini dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu berpegang kepada beberapa prinsip (azas) tertentu. Azas-azas tersebut mempunyai peranan selain sebagai pedoman untuk menyusun struktur organisasi yang sehat dan efisien, juga sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi tersebut secara dinamis dan lancar. Agar pengorganisasian dapat berjalan lancar dan fungsional terhadap tujuan organisasi, maka perlu berpedoman kepada beberapa azas sebagai berikut:

a.   Perumusan tujuan dengan jelas
Tujuan adalah kunci kebutuhan manusia baik jasmani maupun rohani yang diusahakan untuk dicapai melalui kerjasama. Rumusan tujuan yang jelas akan memudahkan penetapan haluan organisasi, pemilihan bentuk struktur, penentuan macam pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan tenaga pejabat, penyumbangpengalaman, kecakapan , daya kreasi dari para anggota.
b.   Pembagian kerja yang jelas
Pembagian kerja dalam pengorganisasian berarti perincian serta penglompokkan aktivitas yang semacam atau erat hubungannya satu sama lainuntuk dilakukan oleh satuan organisasi tertentu dan oleh pejabat atau pelaksana tertentu pula. Pembagian tugas pekerjaan yang jelas dalam suatu organisasi itu dianggap penting dengan alasan sebagai berikut:
(a)    Karena masing-masing orang berbeda pembawaan, kemampuan dan kecakapan serta spesialisnya;
(b)   Karena orang yang sama tidak dapat berada di dua tempat pada saat yang bersamaan;
(c)    Karena orang tidak dapat mengerjakan dua pekerjaan pada saat bersamaan;
(d)   Karena bidang ilmu pengetahuan dan keahlian sudah demikian luasnya sehingga seseorang tidak mungkin dalam rentang hidupnya masih menguasai lebih banyak daripada penegtahuan dan keahlian tertentu.
c.    Adanya koordinasi yang mantap.
Koordinasi adalah suatu azas organisasi yang menghendakinya keselarasan aktivitas diantara satuan-satuan organisasi atau para pejabatnya. Dalam pengorganisasian, koordinasi bermanfaat untuk: menghindari terjadinya konflik, menghindari terjadinya rebutan sumber atau fasilitas, menghindari waktu menunggu yang terlalu lama untuk setiap kegiatan, menghindari kekembaran tugas rangkap atau kekosongan pekerjaan (overlopping), menjamin adanya kesatuan sikap dan tindakan, kesatuan kebijaksanaan dan kesatuan dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
d.     Adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab.
Wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan pengoperaan atau penyerahan sebagian atau seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab seorang pejabat. Jadi pelimpahan wewenang berarti penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain. Biasanya pelimpahan wewenang dilakukan diantara pejabat yang lebih tinggi kedudukannya kepada pejabat yang setingkat lebih rendah atau lebih rendah, dan dapat pula dilakukan diantara pejabat yang kedudukan sederajat. Pelimpahan wewenang yang pertama; disebut pelimpahan wewenang menegak, sedang yang kedua dinamakan pelimpahan wewenang mendaftar.
Setiap pelimpahan wewenang harus selalu diiringi dengan tanggung jawab yang dipikulkan kepada sipenerima wewenang tersebut. Tanggung jawab adalah keharusan melaksanakan wewenang dengan sebaik-baiknya sebagai suatu kewajiban, agar hak untuk melakukan suatu tindakan tidak disalahgunakan/ diselewengkan.
Saat-saat yang paling baik untuk mengadakan pelimpahan wewenang biasanya terjadi apabila: Pimpinan dan bawahan telah siap secara mental; adanya pegawai baru atau ada pegawai yang berhenti atau pensiun; bila ada tugas-tugas baru yang berkenaan dengan masalah khusus yang timbul; bila ada satuan organisasi baru; bila telah tiba masa berakhirnya suatu jabatan tertentu; bila ada pegawai yang yang kurang cakap melaksanakan tugasnya, dan sebagainya.
Manfaat yang dapat dipetik dari pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut, adalah sebagai berikut:
(a)  Pimipinan organisasi mendapat kesempatan yang cukup untuk melakukan tugas-tugas lain yang penting.
(b) Setiap tugas dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat sehingga tidak terjadi birokrasi.
(c)  Keputusan dapat diambil dengan lebih cepat dan tepat.
(d) Memperbesar partisipasi dan menumbuhkan rasa tanggung jawab setiap personil dalam melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan bersama.
(e)  Memungkinkan berkembangnya inisiatif dan krestivitas pejabat               di bidang pekerjaannya masing-masing.
(f)   Menghilangkan sifat dan sikap menunggu perintah (komando) yang mengakibatkan organisasi berlangsung secara statis dan kaku.
(g) Pekerjaan tetap berjalan walaupun atasan atau seorang pejabat sedang berhalangan.
(h) Merupakan latihan bagi pejabat bawahan agar siap bilamana kelak menduduki jabatan yang lebih tinggi. (Hadiri Nawawi, 1981 : 34).
e.    Mengandung kesatuan perintah.
Tiap-tiap pejabat hendaknya hanya dapat diperintah dan bertanggung jawab kepada seorang atasan tertentu saja. Sulit bagi seorang pejabat melayani dua orang atasan sekaligus an tidak mungkin ada anggota dari unit pelaksana dapat melapor kepada lebih dari seorang atasan. Bilamana sebuah organisasi tidak kesatuan perintah (komando), maka akan timbul kesimpang-siuran dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
f.     Mencerminkan rentangan kontrol.
Rentangan kontrol (rentangan kendali) adalah jumlah terbanyak unit kerja (bawahan) yang dapat dipimpin secara efektif oleh seorang atasan pejabat tertentu. Rentangan kontrol dipengaruhi oleh jenis dan sifat pekerjaan, jarak antara unit kerja yang dikontrol, jumlah (volume) tugas serta stabilitas organisasi.
Faktor-faktor yang sering mempengaruhi luas-sempitnya rentangan kontrol adalah:
(a)  Faktor obyektif, karena di luar dari diri pejabat yang harus dikontrol berkenaan dengan corak pekerjaan, jarak atau letak bawahan, stabil atau labilnya organisasi, jumlah tugas pada bawahan, jumlah tugas pada atasan, waktu yang berkenaan dengan diri pejabat, dan sebagainya.
(b) Faktor subyektif, yang berkenaan dengan diri pejabat yang mau melakukan kontrol, antara lain pengalaman kerja, kecakapan, kesehatan, antara lain pengalaman kerja, kecakapan, kesehatan, umur, jenisi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas yang sedang berjalan kelamin dan sikap pejabat yang harus melakukan kontrol tersebut.
g.   Fleksibilitas dan keseimbangan.
Seyogyanya pada setiap organisasi mempunyai struktur yang mudah untuk dirobah dan disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tanpa mengurangi kelancaran aktivitas yang sedang berjalan. Misalnya, perubahan tujuan, penambahan tujuan, perluasan aktivitas, penambahan beban kerja dsb. Untuk memperoleh keseimbangan dalam pelaksanaan pekerjaan, maka satuan-satuan organisasi harus ditempatkan dalam struktur organisasi yang sesuai dengan peranan dan kemampuannya. Misalnya, satuan organisasi yang berperan penting hedaknya ditempatkan pada satuan utama, satuan organisasi yang berperan menyeluruh sebaiknya ditempatkan               di bawah satuan lain secara tidak tetap, sedangkan beberapa satuan organisasi yang berperan sama hendaknya ditempatkan pada jenjang yang sama, dsb.
3.   Fungsi Bimbingan/Pengarahan (Directing).
Adalah menjadi tugas pimpinan untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada bawahannya setelah pengorganisasian dilakukan dan pada saat semua personil telah melakukan tugasnya masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Bimbingan dan pengarahan ini harus dilakukan secara kontinyu agar seluruh kegiatan selalu bermuara pada pencapaian tujuan bersama. Tanpa bimbingan dan pengarahan dikhawatirkan tugas pekerjaan akan menyimpang dari garis kebijaksanaan yang menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam realitasnya, kegiatan bimbingan dan pengarahan ini biasanya dilaksanakan melalui berbagai kegiatan/cara, antara lain:
(a)    Memberikan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan surat edaran, pembicaraan formil/informil, rapat, diskusi, lokarya, dan sebagainya).
(b)   Melalui surat perintah atau instruksi, atau surat keputusan yang bersifat mewajibkan dan atau menjelaskan perintah.
(c)    Memberikan contoh atau mengerjakan langsung tugas tertentu sementara bawahan mengamati dengan teliti.
(d)   Mengadakan kontrol/pengawasan yang kontinu agar setiap personil melakukan tugas-tugasnya secara efisien.
(e)    Memberika kesempatan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan/kecakapan dan keahlian agar lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi.
(f)     Memberikan motivasi kerja dengan pemberian hadiah atau pujian (sebagai penguatan) kepada mereka yang telah menunjukkan disiplin dan prestasi kerja yang tinggi, serta memupuk rasa tanggung jawab kepada setiap personil.
(g)   Memberikan kesempatan ikut-serta menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk memajukan organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-amsing.
(h)   Berusaha untuk mengurangi/menghilangkan segala faktor yang menjadi rintangan/hambatan jalannya program organisasi.
Tujuan lain yang diharapkan dari bimbingan dan pengarahan           ini ialah agar masalah-masalah yang timbul dalam organisasi ditekan sekecil mungkin, bahkan diusahakan agar tidak menimbulkan masalah-masalah yang tidak perlu.
Pemecahan berbagai masalah organisasi harus dapat dilihat dan dipertimbangkan dari segala aspek, tidak hanya dilihat dari satu segi saja lalu mengambil keputusan. Misalnya, masalah pendidikan, tentang hasil ujian murid-murid ternyata kurang memuaskan karena sebagian besar murid gagal dalam ujian tersebut. Masalah ini tidak akan dapat diselesaikan dengan hanya mencari tahu mata pelajaran (bidang studi) mana yang buruk asilnya, atau mencari penyebab dari kemalasan dan kebodohan murid. Pemecahan masalah ini harus dilihat atau ditelusuri penyebabnya dari berbagai aspek. Misalnya faktor guru yang kurang cakap, murid yang kurang mendapat bimbingan, murid yang intelegensinya rendah, murid yang mengalami kesulitan belajar, guru yang menjalankan tugasnya dlam keadaan letih, guru kurang menguasai bahan metode dan tugas-tugas lainnyadalam kaitan dengan tujuan, kurang kerjasama antar guru, pimpinan kurang kontrol, dsb. Mungkin juga dari segi prosedur dan metode yang terlalu kaku, jadwal pelajaran yang selalu berubah-ubah, moral kerja guru yang rendah, PBM yang kurang efektif, sikap profesional guru kurang meyakinkan, guru yang malas dan kurang siap, kepala sekolah yang telalu otoriter, pembagian tugas yang tidak jelas, kurikulum yang tidak serasi dengan silabus, faktor kesehatan guru ataupun murid yang kurang terjamin, ataupun faktor alat dan pembiayaan yang kurang memadai dengan kebutuhan belajar, lingkungan yang kurang menyenangkan, dan aspek-aspek lainnya.
4.   Fungsi Pengkoordinasian (Coordinating)
Walaupun perencanaan telah disusun dengan mantap, pengorganisasian telah ditata dengan baik dalam mekanisme kerja           yang sudah memadai, personil yang memiliki pengetahuan dan kecakapan yang cukup, namun belumlah dapat dijadikan jaminan akan tercapainya tujuan yang diinginkan tanpa adanya pengkoordinasian yang baik. Ada kemungkinan semua personil pada setiap bagian telah bekerja terarah sesuai dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawabnya, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena tidak nampak adanya kerajasam antar personil pada setiap unit kerja yang ada dalam organisasi tersebut. Untuk itu, perlu ada koordinasi yang mantap antar personil setiap unit atau bagian, sehingga timbul suasana harga menghargai sebagai upaya untuk memmelihara dan menciptakan kerjasama yang harmonis dalam rangka mencapai tujuan bersama. Karena itu, perlu ada koordinasi dapat diartikan sebagai kegiatan mengatur (mengkoordinir) dan membawa personil, metode, bahan, buah pikiran, saran-saran, cita-cita maupun alat-alat dalam hubungan kerjasama yang serasi (harmonis), saling isi-mengisi dan tunjangan menunjang, sehingga pekerjaan berlangsung efektif dan seluruhnya terarah pada pencapaian tujuan bersama.
Pengelompokan satuan kerja adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, agar semua satuan kerja yang ada bergerak ke arah yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Satuan-satuan kerja dalam organisasi tidak boleh bergerak secara terpisah ke arah yang berbeda (berlawanan), akan tetapi harus terjalin secara terpadu dalam langkah dan bahasa yang sama, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Karena itu, antar unit kerja (bagian) dan antar personil di dalam suatu unit kerja (bagian) dan antar personil didalam suatu unit kerja  maupun antar unit kerja yang berlainan harus terjalin suatu koordinasi yang efektif untuk dapat mewujudkan tujuan bersama tersebut.
5.   Fungsi Pengawasan dan Penilaian (Controling and Evaluating).
Pengawasan (kontrol) adlah kegiatan untuk mengukur kadar (tingkat) efektivitas dan efisiensi penggunaan metode dan alat-alat kerja tertentu guna melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana yang telah digariskan dan sebagai masukan untuk menentukan rencana kerja yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan. Untuk itu, diperlukan kegiatan penagamatan (observasi dan supervisi), baik langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai aspek atau kegiatan personil, metode kerja, peralatan kerja, bahkan pengamatan pada aspek perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan/pengarahan dan pengkoordinasian secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian  di atas, maka pengawasan menunjukkan pengertian pada dua fungsi, yaitu : (1) membandingkan hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah disusun, dan (2) mencatat hasil pengawasan tersebut untuk dijadikan bahan penyempurnaan seluruh kegiatan organisasi. Dengan pengawasan diusahakan agar semua kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana tanpa terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan tujuan yang telah direncanakan sulit untuk dicapai.
Untuk  melaksanakan pengawasan dengan baik diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pimpinan (pengawas), yaitu:
(a)  Memiliki wawasan yang luas mengenai seluk-beluk pekerjaan yang erada di bawah pengawasannya.
(b) Memiliki pengetahuan yang cukup tentang rencana, policy, dan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi serta tujuan setiap bagian (unit kerja) yang berda di bawah pengawasannya.
(c)  Memiliki kemampuan tentang cara-cara melaksanakan pengawasan yang baik.
(d) Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi dimana pelaksanaan pengawasan itu berlangsung.
(e)  Memiliki kemauan yang keras untuk membimbing para petugas yang diawasinya, karena maksud pengawasan bukanlah untuk mencari-cari kesalahan bawahan, melainkan sebagai bahan untuk memberikan bimbingan berdasarkan kesalahan yang ditemukan itu.
(f)   Memiliki sifat-sifat kepribadian yang terpuji, yaitu sabar, jujur, tegas, konsekuen, ramah, rendah hati, berjiwa besar, memiliki rsa penuh pengabdian dalam menjalankan tugas pengawasannya.
Pengawasan juga digunakan untuk mengecek rencana kualitas maupun kuantitas dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Mengamati tingkat efektivitas, maksudnya menilai kegiatan kegiatan yang telah dilakukan, apakah hasil yang telah dicapai  sesuai dengan rencana/mengikuti rel yang sebenarnya dan tidak menyimpang dari perencanaan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan mengamati tingkat efisiensi kerja dimaksudkan adalah menilai tindakan-tindakan yang telah dilakukan melalui cara yang terbaik atau paling tepat untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya tetapi dengan resiko yang sekecil-kecilnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, ternyata bahwa hasil kontrol (pengawasan) tidak hanya berakhir sampai disitu, tetapi harus memungkinkan dilaksanakannya evaluasi (penilaian) terhadap semua aspek yang telah dikontrol tersebut.
Sehubungan dengan itu, maka kriteria dalam melaksanakan evaluasidari suatu hasil kontrol untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi kerja, adalah tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan kontrol yang dapat dievaluasi tersebut akan sangat bermanfaat untuk:
(a)  Memperoleh data untuk diolah/dianalisis yang hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar bagi usaha perbaikan kegiatan di masa-masa yang akan datang.
(b) Memperoleh cara kerja yang paling efektif dan efisien atau paling tepat dan paling berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencari tujuan.
(c)  Memperoleh data tentang kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang dihadapi, sehingga memungkinkan dapat dikurangi dan dihindarinya.
(d) Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
(e)  Mengetahui sampai seberapa jauh tujuan telah tercapai.
Dari uraian di atas, jelaslah bagi kita bahwa penilaian tidak sekedar bersifat kuantitatif, melainkan juga bersifat kualitatif, karena penilaian bersifat penentuan mutu (kualitas) terhadap data yang diperoleh melalui pengawasan. Interprestasi hasil penilain yang bersifat kualitatif itu dapat dinyakan dengan berbagai kriteria seperti:
(a)  Sangat baik
(b) Baik
(c)  Cukup
(d) Kurang, dan
(e)  Buruk/kurang sekali.




C.   PERTANYAAN LATIHAN

1.    Jelaskan secara singkat tentang perkembangan administrasi bagai suatu Ilmu Pengetahuan, baik di luar negeri maupun di Indonesia.
2.    Jelaskan pendapat anda, mengapa administrasi pendidikan itu dianggap sebagai suatu faktor yang sangat penting.
3.    Mengapa Henry Fayol dan Frederick Winslow Taylor disebut sebagai Bapak Ilmu Administrasi dan Bapak Manajemen Ilmiah ?
4.    Apa yang dimaksud dengan administrasi, administrasi pendidikan dan administrasi sekolah ? Jelaskan pula persamaan dan perbedaan masing-masing.
5.    Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya proses              administrasi itu?
6.    Mengapa faktor-faktor dalam administrasi pendidikan dibedakan dengan unsur-unsur administrasi pendidikan ? Jelaskan pendapat anda.
7.    Sebutkan dan jelaskan secara singkat unsur-unsur dalam administrasi pendidikan yang anda ketahui.
8.    Jelaskan, mengapa administrasi pendidikan itu dianggap lebih luas daripada administrasi sekolah ? Buktikan !
9.    Jelaskan apa yang dimaksud dengan : Organisasi, manajemen, komunikasi, kepegawaian, keuangan, perancangan, tata usaha dan hubungan masyarakat (public relations).
10. Jelaskan bahwa organisasi sebagai suatu total sistem dapat menajdi beberapa susistem, sebutkan dan jelaskan subsistem apa saja yang bisa dibentuk di dalam total sistem tersebut.
11. Jelaskan dan gambarkan perbedaan bnetuk organisasi Lini, Orgainsasi staf serta organisasi lini dan staf.
12. Sebutkan dan jelaskan beberapa azas yang harus dipenuhi dalam penyusunan suatu organisasi yang baik.
13. Mengapa manusia perlu berorganisasi, berkomunikasi dan bekerjsama? Jelaskan pendapat anda.
14. Kemukakan alasan anda, mengapa manajemen dipandang sebagai inti dari administrasi ? Buktikan pula mengapa administrasi, oganisasi, manajemen, kepemimpinan, pengambilan keputusan dan human relations tidak bisa dipisahkan ?
15. Tingkat ketrampilan/kecakapn apa sja yang perlu dikuasai oleh seorang manajer pendidikan ?
16. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan suatu komunikasi bisa terjadi ? Jelaskan ! Untuk apa komunikasi dilakukan ?
17. Kegiatan-kegiatan apa saja yang anda anggap perlu dilakukan bagi tata usaha sekolah yang baik ?
18. Sebutkan dan jelaskan apa yang menjadi dasar dan tujuan dari administrasi pendidikan ? Kriteria apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan administrasi pendidikan ?
19. Jelaskan mengapa perencanaan sangat diperlukan dalam suatu organisasi ? Aspek-aspek apa yang perlu ada dalam suatu perencanaan ? Gambarkanlah sebuah siklus perencanaan sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaannya.
20. Cara apa saja yang ditempuh seorang pimpinan dalam melaksanakan bimbingan dan pengarahan keada bawahannya ?
21. Jelaskan alasan anda, mengapa pengawasan dalam organisasi sangat diperlukan ? Syarat apa yang perlu bagi seorang pengawas ? Dan apa manfaatnya pengawasan itu dilakukan ?
22. Apa yang dimaksud dengan penilaian yang bersifat kuantitatif dan penilaian yang bersifat kualitatif ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar